Rabu, 08 Juli 2015

FANFICTION PARK CHANYEOL: Because of you... White Rose Chapter 11

Title: Because of you... White Rose
Author: IpoNopi23
Cast: Park MinJung, Park Chanyeol, others.
Rating: G
Genre: Sad romance


Cerita ini tidak berdasarkan kisah nyata. Murni milik author semata.^^

Kritik dan saran yang membangun sangat dibutuhkan bagi author pemula seperti saya untuk memperbaiki kesalahan agar menjadi lebih baik lagi dari sebelumnya.

Mohon maaf jika cerita yang saya buat sangat monoton dan kurang menarik.
Warning!!! Banyak typo bertaburan!!!


#Chapter 11 END


Selamat membaca^^



Minjung terus memaksakan diri untuk pergi ke kampus. Namun ia tak kunjung bertemu dengan Chanyeol. Ia tidak memperdulikan kesehatannya dan terus mengkhawatirkan Chanyeol.

Chanyeol tak kalah kacau seperti Minjung. Ia ingin menemui Minjung, tapi hal itu tidak bisa ia lakukan. Chanyeol menyiksa dirinya sendiri dengan tidak memperdulikan kesehatannya sama seperti Minjung. Ia terus menatap ponselnya, membaca pesan dan melihat panggilan telpon dari Minjung tanpa mencoba untuk membalasnya. Lagi-lagi sebuah pesan masuk dari Minjung yang mengkhawatirkan keadaannya. Chanyeol beranjak dan melangkah pergi.

Minjung terus melihat layar ponselnya, berharap setidaknya ada satu pesan dari Chanyeol untuknya. Ia terus menunggu Chanyeol disebuah taman di belakang kampusnya. Tanpa ia ketahui, Chanyeol tengah melihatnya dari kejauhan dengan perasaan yang sangat kacau. Chanyeol ingin menghampiri Minjung dan memeluknya sambil mengatakan 'aku sangat merindukanmu'. Namun disisi lain, ia melihat senyuman kebahagian dari sudut bibir kakaknya saat memperlihatkan cincin dari Jiyoung.

Chanyeol mencoba melangkah namun mengurungkan niatnya dan langsung berbalik sambil meneteskan air mata. Ia menangis.

"Apa kau sakit? Kenapa kau terlihat sangat kurus? Aku harap kau baik-baik saja. Hiduplah dengan baik dan berbahagialah tanpaku. Minjung-ah.. Saranghae."

Minjung memutuskan untuk pulang. Ia berjalan sambil menunduk karena malas melihat ke sekeliling, ia pasti akan mencari sosok Chanyeol lagi. Tiba-tiba saja ia melihat sepatu itu. Sepatu yang ia beli bersama Chanyeol. Minjung langsung mendongak.

"Chan__" ujar Minjung terhenti. Ia terpaku melihat Chanyeol yang mengabaikannya begitu saja. Melewatinya tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Satu minggu tidak ada kabar dan Minjung sangat mengkhawatirkannya, Chanyeol malah bersikap seperti itu. Minjung berlari menghampiri Chanyeol.

"Chanyeol-ah.."

Chanyeol hanya menoleh dan menatap Minjung dengan sangat dingin.

"Apa kau baik-baik saja?" bola mata Minjung berlinang air mata. Ia mencoba menahannya agar tidak menetes. Sesak. Minjung sangat merasa sesak di dadanya. Melihat seseorang yang sangat ia khawatirkan ternyata baik-baik saja, membuatnya bisa bernapas. Tetapi, ada apa dengan sikapnya? Kenapa dia mengabaikan Minjung?

"Lepaskan tanganmu." Chanyeol dengan kasar melepaskan tangan Minjung yang menahannya. Ia melangkah pergi begitu saja.

Tes!
Cairan bening yang sedari tadi Minjung tahan jatuh pada akhirnya. Minjung menangis.

Jinseo yang berniat menghampiri Minjung mengurungkan niatnya, ia melihat semua itu. Semua perlakuan Chanyeol pada Minjung barusan. Ia mengepalkan tangan menahan amarahnya melihat air mata Minjung yang terus mengalir. Rahangnya mengeras melihat Chanyeol mengabaikan Minjung dan membuatnya menangis. Jinseo menghampiri Minjung.

"Apa kau baik-baik saja?"

"Maafkan aku. Aku harus pergi." Minjung melangkah pergi meninggalkan Jinseo karena ia tidak ingin orang lain melihatnya menangis lagi. Ia terus terisak dan berlari menjauh. Karena terburu-buru, Minjung tidak sengaja menabrak seseorang. Ia terus membungkuk dan meminta maaf berulang kali, namun orang itu justru mendorong Minjung sampai jatuh dan tersungkur di tanah. Minjung merasa sangat sakit, hati dan telapak tangannya saat ini terluka. Sesak. Udara terasa kosong bagi Minjung, tubuhnya lemas. Ia tetap dalam posisinya tanpa memperdulikan tatapan orang lain yang melintas di depannya.


Bug!!
"Apa yang kau lakukan?"

Jinseo tersenyum sinis kearah Chanyeol yang jatuh tersungkur di tanah. Dari sudut bibir Chanyeol, mengalir darah segar akibat pukulannya. Jinseo meraih dan mencengkram kuat-kuat kerah kemeja Chanyeol.
"Itu karena kau mengabaikannya."

Bug!!
"Itu karena kau membuatnya menangis."

Bug!!
"Itu adalah peringatan dariku."

Jinseo melangkah pergi meninggalkan Chanyeol begitu saja dengan luka lebam yang cukup parah akibat dari pukulannya. Chanyeol hanya diam menerima pukulan Jinseo. Ia memang pantas mendapatkannya, bahkan seharusnya ia mendapatkannya lebih dari itu.

"Kau boleh merebutnya dariku. Ambil-lah!! Jaga dia baik-baik. Aku tidak bisa terus bersamanya."

Jinseo yang mendengar penuturan Chanyeol barusan, tidak bisa lagi menahan amarahnya yang sejak tadi berusaha ia tahan. Ia sangat menghargai dan menyayangi Chanyeol seperti kakaknya sendiri. Jinseo berbalik dan menghampiri Chanyeol. Jinseo menendang Chanyeol yang sedang berusaha untuk kembali berdiri. Chanyeol terpental dan merintih kesakitan karenanya.

"Apa yang baru saja kau katakan?! Kau pikir Minjung adalah mainanmu?! Yang bisa aku rebut begitu saja setelah kau tidak membutuhkannya lagi?!" Jinseo mengepalkan tangannya kuat-kuat. Darah terus mengalir di tangannya yang terluka. Ia tidak mengerti kenapa Chanyeol bersikap seperti ini.

"Aku tidak bisa bersama dengannya." bola mata Chanyeol penuh dengan cairan bening. Hatinya sangat sakit dan terluka. Ia tidak bisa mengatakannya pada Jinseo.

"KENAPA?! Apa kau tidak menyukainya lagi?! Kau sudah bosan dengannya?! Begitu?!" Jinseo menangis bersama amarahnya yang terus menggebu. Ia marah. Bahkan sangat marah. Tetapi hatinya juga terluka melihat Chanyeol hanya diam. Ia tahu, pasti ada sebuah alasan yang tidak bisa Chanyeol ungkapkan.

"Ya. Anggaplah saja seperti pemikiran mu barusan."

"B*JINGAN KAU?!"

~

Chanyeol semakin hari semakin kacau. Ia terus saja mabuk-mabukkan dan pergi ke klub malam. Chanyeol telah berubah. Wajah tampannya kini berubah sangat menyeramkan. Banyak luka lebam di wajahnya, ia sering berkelahi tanpa sebab dan hanya sekedar untuk meluapkan kemarahannya. Chanyeol benar-benar terpuruk.

"Aku pulang.." Chanyeol memasuki rumahnya dengan sempoyongan.

"Apa yang kau lakukan? Hah?! Kenapa kau menjadi seperti ini?!" Paman CEO geram atas sikap Chanyeol yang sudah keterlaluan.

"Ahh.. Ayah!! Apa yang aku lakukan? Aku juga tidak tahu.. Ayah, apa yang sedang aku lakukan?" Chanyeol tersenyum sinis. Berdiri tegak saja ia tak mampu.

PLAKK!!

"Sadarlah!! Park Chanyeol, sadarlah!! Kau sudah sangat keterlaluan. Kenapa kau terus berkelahi dan mabuk-mabukkan?! Ada apa denganmu?!" Paman CEO terus berteriak membuat Yoora dan ibunya yang sedang tidur terbangun.

"Aku sadar ayah..!! Memangnya aku salah? Apa salahku? Huh?!"

Ibu Chanyeol menangis. Yoora mencoba untuk menenangkan amarah ayahnya.

"Park Chanyeol yang dulu sudah mati. Ibu jangan menangis.." Chanyeol mengusap air mata ibunya dan seketika ia jatuh pingsan karena sudah sangat mabuk.

~

Minjung tersenyum dengan membawa sebuket mawar putih. Ia berjalan menggandeng lengan ibunya.
Minjung melihat ke sekeliling. Ia merasa heran kenapa Jiyoung membawanya dan ibu ke rumah paman CEO. Bukankah mereka akan ke rumah keluarga kekasih Jiyoung?

"Oppa, bukankah ini rumah paman CEO?" Minjung meraih lengan kakaknya.

"Benar. Ia adalah putri paman CEO."

Deg!!
Seketika Minjung merasa lemas, itu artinya kekasih kakaknya adalah kakak perempuan Chanyeol.

"Minjung-ah.. kajja."

Mereka semua saling bercengkrama. Tetapi tidak dengan Minjung, ia hanya diam. Pikirannya entah kemana, ia bingung. Chanyeol juga tidak hadir diantara mereka.

Tok tok tok.
Seseorang mengetuk pintu dan mengalihkan semua perhatian mereka. Ibu Chanyeol beranjak untuk membuka pintu.

"Selamat malam. Apakah pemuda ini putra anda?"

Ibu Chanyeol terkejut karena putranya pulang dengan dibawa oleh dua orang pria dalam keadaan mabuk dan penuh luka. Bibir dan tangannya mengeluarkan darah segar.

"Benar. Kenapa dengan anak saya?"

Paman CEO menghampiri istrinya karena tak kunjung kembali. Ia tak kalah terkejut melihat putranya yang tak sadarkan diri.

"Ia memukul teman saya yang berniat untuk membantunya. Teman saya yang tidak terima, membalas perbuatan anak anda. Mereka akhirnya berkelahi."

"Sampaikan permintaan maaf saya kepada teman anda. Terima kasih sudah membawanya pulang."

Paman CEO yang sangat marah karena perlakuan putranya yang sudah keterlaluan tidak bisa menahan emosinya, bukannya membawa Chanyeol ke kamar, ia malah menampar Chanyeol yang sedang tergeletak tak sadarkan diri. Ibu Chanyeol tidak bisa melihat putranya terus ditampar, mencoba untuk menahan paman CEO.

"Bangun kau!! Anak tidak tahu diri!! Bangun!!!" Bentak paman CEO sambil terus menampar Chanyeol berulang kali.

Mendengar ada keributan, Minjung dan yang lainnya menghampiri paman CEO. Minjung terkejut dan langsung menutup mulutnya. Ia ingin berteriak dan menghentikan paman CEO, namun ia tidak bisa.

"Ayah hentikan!!" Teriak Yoora. Chanyeol yang tersadar hanya tersenyum sinis ke arah ayahnya. Paman CEO melangkah meninggalkan semua orang menuju kamarnya. Ibu Chanyeol hanya bisa menangis, ia tidak tahu apa yang terjadi pada putranya.

Jiyoung membantu Yoora untuk memapah Chanyeol masuk ke kamarnya. Minjung menatap sendu kearah Chanyeol. Ia mengerti sekarang, kenapa Chanyeol seperti itu dan menjauhi dirinya akhir-akhir ini. Minjung melangkah keluar. Ia tidak bisa menahan air matanya. Ia menangis.

Drrtt drrtt.
Ponsel Chanyeol bergetar.

'Apa kau baik-baik saja?'
Chanyeol menangis dalam kegelapan. Ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan. Yang ia tahu, takdir ini sangat menyakitkan baginya.

~

Chanyeol melangkah masuk ke sebuah toko bunga. Toko bunga dimana ia bertemu dengan Minjung. Tangannya terulur menyentuh kelopak bunga mawar putih. Kilasan balik kenangan bungan mawar putih berputar jelas di memorinya. Tatapannya yang dingin berubah menjadi sendu dan muncul binar di kedua bola matanya.

Tangan seseorang juga terulur menyentuh kelopak bunga mawar putih yang lain. Chanyeol terkejut melihat sebuah gelang di tangannya. Chanyeol mendongak.

"Park Minjung." Chanyeol terkejut. Ternyata benar, pemilik gelang itu adalah seseorang yang sangat ia rindukan.
Minjung tak kalah terkejut.

"Kenapa dengan wajahmu?" Minjung melihat wajah Chanyeol lebam dan ada beberapa luka.

"Apa kau sedang sakit?" tanya Chanyeol balik melihat wajah pucat Minjung.

"Tidak."
Mereka cukup lama terdiam sambil berdiri di depan toko bunga tersebut menunggu pesanan mereka disiapkan. Tak lama kemudian, pesanan mereka telah siap.

"Sampai nanti." Minjung membungkuk dan melangkah pergi. Ia menyeberang jalan karena Jiyoung sudah menunggunya disana.

Minjung menyadari jika gelang pemberian Chanyeol tidak ada di pergelangan tangannya. Ia berbalik dan mencari gelang itu. Ia yakin gelang itu jatuh tidak jauh dari tempatnya berada. Karena sebelum menyebrang tadi,ia masih mengenakan gelang itu.

Tiba-tiba saja melaju sebuah mobil dengan kecepatan tinggi mengarah kearah Minjung. Chanyeol yang melihat itu langsung berlari untuk menyelamatkan Minjung. Jiyoung juga berlari menghampiri Minjung.

"Apa kau sudah gila?! Untuk apa kau berdiri di tengah jalan seperti itu?!" Chanyeol yang khawatir justru hilang kendali dan memarahi Minjung. Jiyoung menghentikan langkahnya melihat mereka. Minjung gemetar sambil menggenggam gelang pemberian Chanyeol.

"Apa karena gelang itu kau bertindak bodoh seperti tadi?!" Chanyeol justru membuat Minjung semakin ketakutan.
Chanyeol yang sadar telah membentak Minjung langsung memeluknya.

"Maafkan aku.. Aku tidak__"

"Hiks hiks hiks.. Kau jahat. Kau berubah. Jahat!!" Minjung memukul Chanyeol dan memberontak. Tapi Chanyeol justru memeluknya erat. Jiyoung terkejut melihat apa yang baru saja terjadi.

~

Minjung akhir-akhir ini hilang kendali. Sering kali ia menjerit kesakitan, membenturkan kepalanya karena merasakan sakit yang luar biasa, dan tanpa sadar menyakiti dirinya sendiri.

Setelah dibawa ke rumah sakit dan menjalani pemeriksaan, Minjung ternyata ketergantungan pada obat-obatan jenis narkoba. Ia mengalami overdosis karena mengkonsumsi obat anti depresi dalam dosis tinggi dan pemakaian yang berlebihan secara terus menerus. Anehnya, Minjung tidak pernah mengkonsumsi obat-obatan terlarang seperti itu. Walaupun seringkali ia merasa tertekan, tetapi ia lebih memilih untuk bermain di taman hiburan menaiki wahana untuk menghilangkan stressnya. Jiyoung dan ibunya merasa heran, bagaimana hal ini bisa terjadi pada Minjung?

Tubuh Minjung semakin kurus. Bahkan sangat kurus. Banyak luka di sekujur tubuhnya akibat perbuatannya sendiri. Minjung sering berhalusinasi dan tanpa sadar menyakiti dirinya sendiri. Ia menyayat dan mencakar tubuhnya tanpa rasa sakit.

"Minjung-ah.. Apa kau baik-baik saja?" Minjung mengangguk dan tersenyum.

"Ibu jangan menangis. Aku baik-baik saja." Minjung hanya bisa menggenggam tangan ibunya. Ia tidak bisa mengusap air mata ibunya. Kedua tangannya diikat karena sering sekali hilang kendali. Minjung sedang melakukan terapi untuk menghilangkan ketergantungannya.

"Maafkan ibu.."

"Ibu jangan meminta maaf." Minjung menggeleng pelan. Jiyoung melihat dari luar ruangan, ia hanya bisa menangis melihat keadaan adik perempuannya yang seperti itu.

"Bu, aku ingin bicara dengan Jiyoung oppa."

Jiyoung mengusap air matanya, ia tidak ingin Minjung melihatnya menangis.
"Ada apa? Aku disini." sambil tersenyum Jiyoung melangkah menghampiri Minjung.

~

Terlihat banyak orang memasuki sebuah gereja. Nuansa warna putih mendominasi ruangan tersebut, banyak hiasan bunga mawar putih yang sengaja dipasang untuk mempercantik ruangan. Jiyoung melangkah memasuki gereja untuk menghadap seorang pendeta. Ia tampak sangat tampan dengan setelan jas hitam dan rambut yang ditata ke belakang.

Tak lama setelah itu muncullah Yoora memakai gaun pengantin yang tampak anggun dengan riasan wajah yang sederhana namun membuatnya terlihat sangat cantik. Ia terlihat gugup sambil menggandeng paman CEO. Mereka melangkah menghampiri Jiyoung.

Semua orang bertepuk tangan setelah mendengar janji pernikahan yang diucap oleh sepasang pengantin itu. Berbeda dengan yang lain, Chanyeol justru terlihat gusar seperti sedang mencari seseorang. Minjung tersenyum sambil menangis melihat kakaknya menikah. Ia bahagia. Tetapi entah kenapa, ia merasa hatinya begitu sesak. Minjung melihat dari kejauhan dengan seorang suster yang mendorong kursi rodanya.

Chanyeol menangkap sosok Minjung ketika Minjung hendak pergi. Ia berlari menghampiri Minjung. Namun ia terlambat, Minjung sudah tidak ada disana. Tanpa Chanyeol sadari, Minjung sedang melihatnya di balik sebuah mobil.

"Kenapa kita harus bersembunyi noona?"

"Aku tidak ingin ia melihatku."

"Noona, kau baik-baik saja?"

Minjung terus menangis. Sementara Chanyeol, ia terus berlari kesana kemari mencari Minjung.

~

Keadaan Minjung semakin memprihatinkan, ia tidak bisa mengenali ibu maupun kakaknya. Bahkan Minjung tidak mengenali dirinya sendiri. Ia sering berteriak dan mengamuk tanpa sebab. Minjung sering memuntahkan darah dan terus bertambah kurus. Depresi dan ketergantungannya semakin parah dari hari ke hari.

"Oppa, apa yang terjadi pada Minjung eonni?" Yong in menangis mendengar kabar itu dari Jiyoung. Ia sangat meri dukan Minjung dan ingin sesegera mungkin menumuinya. Tetapi, apa yang baru saja ia dengar membuatnya merasa sangat menyesal. Seharusnya waktu itu ia tidak pergi ke Amerika dan menemani Minjung saja. Ia sangat menyesali keputusannya itu.

Yong in hanya bisa melihat Minjung melalui kaca jendela. Ia tidak bisa menghentikan air matanya untuk tidak menetes. Yong in semakin terisak ketika melihat tali yang mengikat kedua tangan dan kaki Minjung. Minjung terlihat begitu tersiksa dan sangat kesakitan. Tubuhnya yang menjadi sangat kurus dan juga tatapan kosongnya menjelaskan begitu menderita dan tersiksanya ia dengan semua itu. Yong in menutup mulutnya agar tidak semakin terisak. Ia berbalik dan berjongkok memegang kedua lututnya yang bergetar.

"Eonni, maafkan aku.." sesalnya.

Tidak lama setelah Yong in pergi, Eun Mi datang untuk mengunjungi Minjung. Ia melihat Minjung sedang terbaring lemah tak berdaya dengan tatapan kosong keatas. Penampilan Minjung sangat terawat, ibu Minjung setiap hari berkunjung untuk merawat Minjung.

Eun Mi membuka pintu dan melangkah menghampiri Minjung. Ia berdiri disamping kanan Minjung. Melihat keadaan Minjung seperti itu, Eun Mi tersenyum sinis tanpa rasa kasihan. Ia mengambil ponselnya dan memotret Minjung.

"Apakah kau baik-baik saja? Apakah kau kesakitan?"

"Maafkan aku, Minjung-ah.. kau pantas mendapatkan semua ini. Kau harus mati sedikit demi sedikit, aku ingin kau merasakan sakit yang aku rasakan karenamu. Kau membuatku menjadi seorang kakak yang tidak berguna!! Adikku yang malang, dia mengidolakan gadis si*lan sepertimu!! KAU!! Kau bertindak seolah-olah menjadi seorang malaikat, aku muak melihatmu!! Kau tidak lebih seorang gadis breng*ek berkedok malaikat!! Kau.." Emosi Eun Mi meluap, tangannya mengepal sangat kuat. Eun Mi melihat telapak tangannya berdarah tertusuk kuku tajamnya. Ia benar-benar membenci Minjung.

Disudut mata Minjung, mengalir cairan bening. Minjung menangis. Hatinya sakit mendengar pengakuan Eun Mi sahabatnya.

"Kau jangan menangis, Minjung-ah. Penderitaanmu belum berakhir. Kau akan mati perlahan dengan seluruh masyarakat yang membencimu. Kau akan dikenang sebagai gadis breng*ek. Sebagai bonus, akan ku kirim kau ke neraka secepatnya. Bagaimana? Menarik bukan?" Eun Mi tersenyum sinis.

"Apa kau tidak ingin meminta maaf padaku? Minta maaf-lah padaku, Minjung-ah!!" Eun Mi mengguncang tubuh Minjung.

"KENAPA KAU DIAM SAJA?! BICARALAH?! APA KAU TULI?!" Teriak Eun Mi sambil menarik rambut Minjung.

Eun Mi langsung melepaskan tangannya dari kepala Minjung ketika menyadari kehadiran Jiyoung dan ibunya. Ia berpura-pura sedih sambil menggenggam tangan Minjung.

"Eun Mi-ssi, kau disini? Sudah lama?" Sapa ibu Minjung. Eun Mi membungkuk sopan.

"Tidak. Baru saja."

"Eun Mi-ssi, tanganmu berdarah. Apa kau baik-baik saja?" Tanya Jiyoung khawatir. Eun Mi tersenyum dan pamit pergi. Bola mata Eun Mi berair, ia teringat ketika adik perempuannya meninggal dunia empat tahun lalu. Eun Bi, adik Eun Mi sangat mengidolakan Minjung, ia sakit kanker dan permintaan terakhirnya ingin bertemu dengan Minjung. Eun Mi berusaha untuk mewujudkan permintaan adiknya itu, namun sayangnya Eun Bi lebih dulu meninggal dunia sebelum Eun Mi berhasil mewujudkannya. Karena itu ia sangat membenci Minjung, ia beranggapan bahwa ia kakak yang tidak berguna dan semua itu karena Minjung.

Eun Mi selalu memasukkan obat anti depresi jenis narkoba itu kedalam makanan atau minuman Minjung tanpa sepengetahuan Minjung. Ia ingin Minjung merasakan penderitaan adiknya. Tak sampai disitu, Eun Mi menyebarkan foto Minjung ke media sosial. Dalam sekejap, foto itu menjadi trending topik. Eun Mi menulis sebuah berita 'Park Minjung, gadis breng*ek berkedok malaikat. Ia mengalami gangguan jiwa dikarenakan overdosis dalam penggunaan narkoba. Sungguh menyedihkan!! Semua itu pantas ia terima. Ayo, kirim ia segera ke neraka secepatnya. #RIPPARKMINJUNG '

Paman CEO memasuki ruangan dimana Minjung di rawat. Ia melangkah menghampiri Minjung yang sedang terbaring lemah. Tatapan sendu terpancar dari bola matanya, ia mengusap pelan pucuk kepala Minjung. Tiba-tiba saja, ekspresi wajah paman CEO berubah. Ia terlihat menyeramkan dengan tatapan tajamnya. Belaiannya pada rambut Minjung berubah menjadi cengkraman yang cukup kuat.

Minjung merintih kesakitan karena cengkraman paman CEO. Sudut matanya mengeluarkan air mata, ia menangis. Melihat Minjung yang kesakitan, paman CEO justru tersenyum sinis. Paman CEO melepaskan cengkramannya dengan kasar.

"Minjung-ah, kedua orang tua kandungmu sudah mati. Aku tidak menyangka kau akan menyusulnya secepat ini. Aku turut senang karena aku tidak harus mengotori tanganku untuk mempertemukanmu dengan mereka. Kau sangat merindukan mereka bukan? Aku akan membantumu dengan do'a agar kau bisa secepatnya pergi."

Paman CEO tertawa kecil melihat Minjung yang memberontak. Tangan Minjung mengepal, napasnya memburu, ia sangat marah terlihat dari wajahnya. Minjung tak berdaya dengan kaki tangan yang diikat kuat.

"Apa kau terkejut? Aku akan memberitahumu sesuatu yang lebih mengejutkan. Yoora adalah putri kami, putri aku dan ibumu. Ibumu, wanita yang sangat aku cintai, lebih memilih ayahmu daripada aku. Tentu aku sangat marah bukan? Aku berhasil membunuhnya tepat setelah ia bercerai dengan ibumu. Aku membuang mayatnya ke sungai. Bagaimana? Cerita yang menarik bukan?" Paman CEO tersenyum sinis. Minjung hanya bisa menangis tanpa bisa berbuat apa-apa.

"Tetapi, kau justru hadir di tengah-tengah kebahagian kami. Ketika kau lahir, aku langsung membuangmu. Aku berkata pada ibumu bahwa kau telah mati. Ayah angkat mu juga aku yang membunuhnya. Dia memberitahu ibumu jika kau masih hidup. Ibumu sangat marah padaku. Itu semua karenamu!! Aku tidak ingin ibumu meninggalkanku lagi. Jadi, aku bunuh saja ibumu itu. Jika aku tidak bisa memilikinya, maka orang lain pun tidak bisa."

Chanyeol langsung berdiri dan bergegas pergi. Ia mengendarai mobilnya dalam kecepatan tinggi. Rahangnya mengeras, ia sedang menahan amarahnya.

"Apa yang terjadi padamu, Minjung-ah.."

Chanyeol menghentikan mobilnya, terlihat begitu banyak reporter di depan apartemen Minjung. Chanyeol memarkirkan mobilnya di tengah-tengah para reporter itu. Tentu saja para reporter itu protes dan menyuruh Chanyeol keluar. Dengan santai Chanyeol keluar dari mobilnya.

"Pergilah. Kalian sangat mengganggu." Ucap Chanyeol. Ia melangkah pergi.

"Chanyeol-ah, sebenarnya apa yang terjadi?" Yoora yang tidak tahu apa-apa merasa bingung.

"Dimana Jiyoung hyung?"

"Dia sedang pergi bersama ibunya. Kenapa?"

"Noona, kau jangan kemana-mana. Diluar banyak reporter. Mengerti?" Chanyeol langsung melangkah pergi.

"Yak! Kau mau kemana? Apa yang terjadi?!"

Hyun hee lebih memilih berbisnis bersama suaminya, Yesung super junior. Sementara Rae jin semakin bersinar. Ia sedang mengadakan konferensi pers untuk mempromosikan album solo pertamanya. Sebelumnya ia sudah mengeluarkan beberapa mini album dan ia juga sukses dibidang akting. Rae jin terlihat kesal karena para reporter justru membahas tentang Minjung.

"Aku rasa, ia memang pantas menerimanya."

"Apakah benar Park Minjung hanya berpura-pura baik di depan orang lain? Bagaimana sifat Park Minjung yang sebenarnya?"

"Kenapa mereka justru bertanya tentang Minjung?! Ini adalah promosi album baruku!!" Kesal Rae jin pada managernya. Ia lantas pergi meninggalkan ruangan tersebut.

"Kenapa dia selalu membuatku marah? Aku benar-benar membencinya!!"

"Tidak sepantasnya eonni berbicara seperti itu!!"

"Apa maksudmu??!" Bentak Rae jin.

"Apa kau tahu? Minjung eonni sangat menyayangimu. Dia selalu melindungimu." Ujar Yong in sambil menangis. Ia tidak habis pikir akan sikap Rae jin.

"Ck! Sudahlah. Pergi sana!!"

Kesabaran Yong in sudah mencapai batas puncaknya. Ia tidak bisa menahannya lagi. Emosinya meluap-luap. Sikap Rae jin sudah sangat keterlaluan.

"Eonni, apa kau tahu? Kau adalah penyebab hancurnya karir Minjung eonni. Minjung eonni yang begitu menyayangimu, memaafkanmu begitu saja. APA KAU TAHU ITU??!!" Tangan Yong in mengepal. Ia menangis.

Rae jin yang mendengar itu langsung menghentikan langkahnya. Ia menoleh, menatap bingung ke arah Yong in.

"Kau.. Kau penyebab rusaknya pita suara Minjung eonni. Kau membuat karirnya hancur!! Dan baru saja kau mengatakan bahwa Minjung eonni pantas menerima semua itu?! Kau pikir kau lebih baik dari padanya? Kau tidak lebih dari seorang gadis yang tidak tahu diri!! Maafkan aku,eonni.. tapi sikap mu sungguh keterlaluan. Kau tidak pantas membencinya."

Begitu Yong in pergi dengan mengatakan semua kebenaran yang tidak ia ketahui, Rae jin menangis. Ia salah. Ia menyesal. Tapi apa gunanya? Sekarang, semuanya sudah terlalu terlambat untuk ia sesali.

Chanyeol berlari dengan begitu tergesa-gesa memasuki sebuah lorong salah satu rumah sakit. Ia terus berlari mencari dimana Minjung berada. Langkahnya terhenti begitu melihat paman CEO.

"Ayah, sedang apa disini?"

"Ayah kesini untuk menemui Minjung. Baru saja ayah akan menghubungimu. Cepatlah temui dia." paman CEO menepuk pelan pundak Chanyeol.

Chanyeol melangkah menghampiri Jiyoung dan ibunya yang sedang duduk sambil menangis. Chanyeol melangkah gontai, air matanya menetes begitu saja.

Minjung kembali mengamuk dan berteriak kesakitan. Ia tak sadarkan diri setelah disuntik obat penenang. Chanyeol yang melihat Minjung lemas tak sadarkan diri dengan tangan dan kaki yang diikat tali, membuat dadanya terasa sangat sesak dan sakit. Bola mata Chanyeol memerah. Ia menghampiri Jiyoung dan mencengkram kerah baju Jiyoung.

"Kenapa kau berbohong padaku?!"

"Maafkan aku. Aku melakukanya karena keinginan Minjung. Ia tidak ingin kau melihatnya seperti sekarang ini."

Chanyeol melepaskan cengkramannya.
"Kenapa kau melakukan ini padaku, Minjung-ah.. kau membuatku merasa menyesal."

"Kau masuklah. Ia pasti sangat merindukanmu."

Chanyeol melangkah menghampiri Minjung. Ia duduk disamping Minjung, mengusap pucuk kepala Minjung. Chanyeol meraih tangan Minjung, menggenggamnya lembut sambil bergetar. Dilihatnya pergelangan tangan Minjung memerah karena tali itu terikat kencang. Ia mengusap bergelangan tangan itu sambil meniupnya, berharap mengurangi rasa perih yang Minjung rasakan. Chanyeol tanpa henti meneteskan air matanya, membayangkan rasa sakit yang Minjung rasakan selama ini.

"Apakah kau kesakitan? Maafkan aku, Minjung-ah.. Maafkan aku.."

Dalam tidurnya Minjung menangis. Seolah-olah mendengar dan merasakan kehadiran Chanyeol, sudut matanya mengalir air mata tanpa Minjung kehendaki.

"Maafkan aku, selama ini aku bertindak bodoh dan hanya berdiam diri tanpa menjelaskannya padamu. Aku menjadi pria bodoh yang tak bisa menerima takdir. Aku egois karena hanya memikirkan perasaanku sendiri tanpa berpikir bagaimana perasaanmu. Aku bodoh. Oleh karena itu, kau harus bisa bertahan dan kembali seperti Minjung yang dulu. Minjung yang selalu bersinar. Kau harus memarahiku atas kesalahan yang telah ku perbuat. Kau harus memukulku dan mengomel tanpa henti. Mengerti?!" Chanyeol tersenyum dengan air mata yang terus mengalir di kedua pipinya.

Bunga mawar yang Minjung tanam di ruangan rahasinya dalam sekejap menjadi layu dan berubah warna menjadi kecoklatan. Taman bunga di pekarangan belakang rumah ibu Minjung pun sama. Semua kelopak bunga mawar itu membusuk. Bunga yang begitu indah berubah menjadi sangat mengerikan dalam sekejap.

~

Chanyeol berdiri dengan membawa sebuket bunga mawar putih tepat di depan sebuah pohon besar dimana kenangannya bersama Park Minjung tersimpan. Tepat dibawah pohon besar itu terkubur sebuah harapan mereka berdua akan masa depan. Sepuluh tahun lalu, sebuah janji kecil mereka buat di tempat itu.

Flashback 10 years ago.

"Kau sudah menulis harapanmu? Masukkan kedalam bola kecil ini." Chanyeol memberikan bola kecil itu pada Minjung.

"Sebenarnya untuk apa kita melakukan ini?" tanya Minjung setelah memasukan surat kecil yang ia tulis kedalam bola itu. Mereka mengubur bola itu di bawah pohon dan mengukir nama mereka di batang pohon itu.

"Aku ingin sepuluh tahun kemudian, kita datang ke tempat ini dan membaca surat yang kita tulis bersama-sama."

"Sepuluh tahun? Bagaimana jika besok saja?"

"Aku akan pergi, sore ini." Chanyeol menunduk.

"Sore ini? Kau pergi kemana?" Minjung terkejut tetapi berusaha tetap bersikap tenang.

"Seoul."

"Tak apa. Pergilah. Lagipula Seoul tidaklah jauh. Kita masih di negara yang sama." Minjung tersenyum. Chanyeol yang tidak ingin Minjung melihatnya menangis lantas berlari menjauh. Minjung hanya bisa menatap punggung Chanyeol yang terus menjauh.

"Kau jahat. Kenapa baru mengatakannya sekarang? Apa kau sudah pergi dari sini? Sepuluh tahun? Pasti satu minggu saja kau sudah melupakanku. Dasar bodoh!!" Minjung menangis dibawah pohon itu sendirian sampai hari semakin gelap ia terus terisak sambil memegang kedua lututnya. Tanpa sepengetahuannya, Chanyeol berdiri tidak jauh dibelakangnya tanpa mencoba untuk menghampirinya.

Flashback End.

"Kau mengingkari janji kita Minjung-ah. Aku datang kesini sendiri tanpa kau. Kau sudah berjanji padaku, kenapa kau pergi begitu saja tanpa meminta ijin padaku terlebih dahulu?" Chanyeol menangis. Lututnya yang terasa lemas membuatnya harus berjongkok.

"Mawar putih ini, aku ingin memberikannya langsung padamu. Tetapi, kenapa kau__" Chanyeol semakin terisak mengingat Minjung tak berada di sampingnya.


Flashback.

Seorang gadis kecil tengah menangis sendirian. Tubuhnya basah kuyup diguyur air hujan yang turun cukup deras malam itu. Sementara itu, seorang remaja laki-laki berseragam SMP tengah berlari melawan derasnya air hujan. Sekujur tubuhnya basah kuyup, ia sedikit menggigil kedingian karena angin yang berhembus.

Dengan napas yang masih tersenggal-senggal, ia menghentikan langkahnya setelah melihat gadis kecil itu. Ia menghampiri gadis kecil yang sedang berjongkok di bawah guyuran air hujan.

"Hana."

Gadis kecil itu menoleh ketika mendengar seseorang memanggil namanya. Ia kembali terisak ketika melihat remaja laki-laki berseragam SMP yang ternyata bernama Chanyeol. Chanyeol ikut berjongkok. Tatapannya sendu melihat gadis itu terus menangis.

"Hana, maafkan aku. Aku terlambat." sesalnya.

"Apa kau tahu?! Aku sudah menunggumu berjam-jam. Aku sangat bodoh karena terus menunggumu. Aku percaya bahwa kau akan datang, tetapi kenapa selarut ini?! Aku takut menunggumu sendirian disini." ucap gadis kecil bernama Hana itu. Ia terus menangis dan menunduk, menghindari tatapan Chanyeol padanya.

"Maafkan aku. Aku mohon, berhentilah menangis." Chanyeol menangkup pipi Hana dan mengusap air matanya. Hana menoleh dengan mata sembabnya.

"Kau jahat!! Kau bahkan tidak membawa bunga mawar putih untukku. Aku kan sudah katakan itu berulang kali padamu. Kau juga melupakan itu?!"

"Aku sudah mencarinya kemana-mana, tetapi aku hanya bisa memberimu setangkai mawar putih. Ini untukmu." Chanyeol menyodorkan setangkai mawar putih yang layu dan basah karena terguyur air hujan. Hana menerimanya dengan cemberut karena tidak sesuai dengan permintaannya. Ia merasa sangat kecewa.

"Aku berjanji padamu, suatu saat nanti aku akan memberimu sebuket mawar putih yang sangat cantik. Aku berjanji." ujar Chanyeol yang berhasil membuat Hana tersenyum. Mereka mengaitkan jari kelingking masing-masing sebagai tanda bukti janji mereka.

"Kau harus menepatinya. Sekarang, aku ingin pulang. Gendong aku!!" Hana tersenyum penuh arti agar permintaannya barusan dapat Chanyeol kabulkan.

"Baiklah. Cepat naik!!"

Dengan senang hati Hana naik ke atas punggung Chanyeol. Ia melingkarkan tangannya pada leher Chanyeol kuat-kuat, berniat untuk sedikit mengerjainya. Mereka tertawa bersama air hujan yang terus turun membasahi sekujur tubuhnya. Mereka terus melangkah dan mengabaikan hawa dingin yang terasa semakin menusuk.

Flashback end.

Chanyeol menggali tanah itu dan menggambil bola kecil yang ia kubur bersama Minjung sepuluh tahun lalu.

Chanyeol mengambil dua buah cincin plastik yang ia kubur bersama suratnya. Ia berniat akan melamar Minjung saat mereka menggali tanah itu bersama. Tetapi takdir berkata lain, Tuhan tidak menyatukan mereka dan justru memisahkan mereka.

Chanyeol membuka surat yang ia tulis untuk Minjung sepuluh tahun lalu.
'Aku menyukaimu. Ayo kita menikah!! Aku tidak ingin dengar sebuah penolakan.'

Chanyeol tersenyum. Ia membuka surat yang Minjung tulis untuknya.
'Rahasia. Aku akan mengatakanya langsung padamu.'

"Ck! Kau bahkan mengingkari janji. Kapan kau akan mengatakannya padaku?!" Chanyeol berdecak. Bola matanya kembali berlinang air mata mengingat Minjung tidak berada disana bersamanya. 'Takdir memang kejam.' pikirnya.

"Hey, kenapa kau menangis?"

Chanyeol tersentak kaget mendengar suara seseorang yang begitu ia kenal. Bahkan seseorang yang sangat ia rindukan saat ini. Seseorang itu menyentuh pundaknya, Chanyeol bisa merasakannya. Chanyeol menoleh sambil beranjak berdiri.

"Park Minjung?"

"Aku Lee Hana." Gadis itu tersenyum.

"Aku mencintaimu. Ayo kita menikah!!" ujar gadis itu. Chanyeol tersenyum dan langsung mengangguk mengiyakan.

"Aku menerimamu." jawab Chanyeol dan langsung memeluk gadis itu.


Aku mengingkari janji itu bukan karena keinginanku. Manusia hanya bisa merencanakan, tetapi Tuhan-lah yang berkehendak dan memutuskan segala sesuatu. Takdir mutlak kita sudah tertulis seperti itu, kita tidak bisa merubahnya.
Maafkan aku..
'Cinta tidak harus memiliki. Justru cinta harus saling memberi dan merelakan satu sama lain demi kebahagiannya.'
Cinta tidak egois dan harus bisa dipertanggungjawabkan. Karena cinta adalah anugerah dari Tuhan.
Aku berharap kau selalu mendapatkan kebahagian..


Waktu terus berjalan dan mengubah semuanya.
Walaupun kini keadaannya sudah berubah, tetapi kenapa hati dan perasaanku masih tetap sama?
Perasaanku padamu takkan pernah berubah sekeras apapun aku mencoba. Semuanya terasa sia-sia bagiku..


사랑해 박민중...


-END-



Tidak ada komentar:

Posting Komentar