Rabu, 08 Juli 2015

MV EXO LOVE ME RIGHT


FANFICTION PARK CHANYEOL: Because of you... White Rose Chapter 11

Title: Because of you... White Rose
Author: IpoNopi23
Cast: Park MinJung, Park Chanyeol, others.
Rating: G
Genre: Sad romance


Cerita ini tidak berdasarkan kisah nyata. Murni milik author semata.^^

Kritik dan saran yang membangun sangat dibutuhkan bagi author pemula seperti saya untuk memperbaiki kesalahan agar menjadi lebih baik lagi dari sebelumnya.

Mohon maaf jika cerita yang saya buat sangat monoton dan kurang menarik.
Warning!!! Banyak typo bertaburan!!!


#Chapter 11 END


Selamat membaca^^



Minjung terus memaksakan diri untuk pergi ke kampus. Namun ia tak kunjung bertemu dengan Chanyeol. Ia tidak memperdulikan kesehatannya dan terus mengkhawatirkan Chanyeol.

Chanyeol tak kalah kacau seperti Minjung. Ia ingin menemui Minjung, tapi hal itu tidak bisa ia lakukan. Chanyeol menyiksa dirinya sendiri dengan tidak memperdulikan kesehatannya sama seperti Minjung. Ia terus menatap ponselnya, membaca pesan dan melihat panggilan telpon dari Minjung tanpa mencoba untuk membalasnya. Lagi-lagi sebuah pesan masuk dari Minjung yang mengkhawatirkan keadaannya. Chanyeol beranjak dan melangkah pergi.

Minjung terus melihat layar ponselnya, berharap setidaknya ada satu pesan dari Chanyeol untuknya. Ia terus menunggu Chanyeol disebuah taman di belakang kampusnya. Tanpa ia ketahui, Chanyeol tengah melihatnya dari kejauhan dengan perasaan yang sangat kacau. Chanyeol ingin menghampiri Minjung dan memeluknya sambil mengatakan 'aku sangat merindukanmu'. Namun disisi lain, ia melihat senyuman kebahagian dari sudut bibir kakaknya saat memperlihatkan cincin dari Jiyoung.

Chanyeol mencoba melangkah namun mengurungkan niatnya dan langsung berbalik sambil meneteskan air mata. Ia menangis.

"Apa kau sakit? Kenapa kau terlihat sangat kurus? Aku harap kau baik-baik saja. Hiduplah dengan baik dan berbahagialah tanpaku. Minjung-ah.. Saranghae."

Minjung memutuskan untuk pulang. Ia berjalan sambil menunduk karena malas melihat ke sekeliling, ia pasti akan mencari sosok Chanyeol lagi. Tiba-tiba saja ia melihat sepatu itu. Sepatu yang ia beli bersama Chanyeol. Minjung langsung mendongak.

"Chan__" ujar Minjung terhenti. Ia terpaku melihat Chanyeol yang mengabaikannya begitu saja. Melewatinya tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Satu minggu tidak ada kabar dan Minjung sangat mengkhawatirkannya, Chanyeol malah bersikap seperti itu. Minjung berlari menghampiri Chanyeol.

"Chanyeol-ah.."

Chanyeol hanya menoleh dan menatap Minjung dengan sangat dingin.

"Apa kau baik-baik saja?" bola mata Minjung berlinang air mata. Ia mencoba menahannya agar tidak menetes. Sesak. Minjung sangat merasa sesak di dadanya. Melihat seseorang yang sangat ia khawatirkan ternyata baik-baik saja, membuatnya bisa bernapas. Tetapi, ada apa dengan sikapnya? Kenapa dia mengabaikan Minjung?

"Lepaskan tanganmu." Chanyeol dengan kasar melepaskan tangan Minjung yang menahannya. Ia melangkah pergi begitu saja.

Tes!
Cairan bening yang sedari tadi Minjung tahan jatuh pada akhirnya. Minjung menangis.

Jinseo yang berniat menghampiri Minjung mengurungkan niatnya, ia melihat semua itu. Semua perlakuan Chanyeol pada Minjung barusan. Ia mengepalkan tangan menahan amarahnya melihat air mata Minjung yang terus mengalir. Rahangnya mengeras melihat Chanyeol mengabaikan Minjung dan membuatnya menangis. Jinseo menghampiri Minjung.

"Apa kau baik-baik saja?"

"Maafkan aku. Aku harus pergi." Minjung melangkah pergi meninggalkan Jinseo karena ia tidak ingin orang lain melihatnya menangis lagi. Ia terus terisak dan berlari menjauh. Karena terburu-buru, Minjung tidak sengaja menabrak seseorang. Ia terus membungkuk dan meminta maaf berulang kali, namun orang itu justru mendorong Minjung sampai jatuh dan tersungkur di tanah. Minjung merasa sangat sakit, hati dan telapak tangannya saat ini terluka. Sesak. Udara terasa kosong bagi Minjung, tubuhnya lemas. Ia tetap dalam posisinya tanpa memperdulikan tatapan orang lain yang melintas di depannya.


Bug!!
"Apa yang kau lakukan?"

Jinseo tersenyum sinis kearah Chanyeol yang jatuh tersungkur di tanah. Dari sudut bibir Chanyeol, mengalir darah segar akibat pukulannya. Jinseo meraih dan mencengkram kuat-kuat kerah kemeja Chanyeol.
"Itu karena kau mengabaikannya."

Bug!!
"Itu karena kau membuatnya menangis."

Bug!!
"Itu adalah peringatan dariku."

Jinseo melangkah pergi meninggalkan Chanyeol begitu saja dengan luka lebam yang cukup parah akibat dari pukulannya. Chanyeol hanya diam menerima pukulan Jinseo. Ia memang pantas mendapatkannya, bahkan seharusnya ia mendapatkannya lebih dari itu.

"Kau boleh merebutnya dariku. Ambil-lah!! Jaga dia baik-baik. Aku tidak bisa terus bersamanya."

Jinseo yang mendengar penuturan Chanyeol barusan, tidak bisa lagi menahan amarahnya yang sejak tadi berusaha ia tahan. Ia sangat menghargai dan menyayangi Chanyeol seperti kakaknya sendiri. Jinseo berbalik dan menghampiri Chanyeol. Jinseo menendang Chanyeol yang sedang berusaha untuk kembali berdiri. Chanyeol terpental dan merintih kesakitan karenanya.

"Apa yang baru saja kau katakan?! Kau pikir Minjung adalah mainanmu?! Yang bisa aku rebut begitu saja setelah kau tidak membutuhkannya lagi?!" Jinseo mengepalkan tangannya kuat-kuat. Darah terus mengalir di tangannya yang terluka. Ia tidak mengerti kenapa Chanyeol bersikap seperti ini.

"Aku tidak bisa bersama dengannya." bola mata Chanyeol penuh dengan cairan bening. Hatinya sangat sakit dan terluka. Ia tidak bisa mengatakannya pada Jinseo.

"KENAPA?! Apa kau tidak menyukainya lagi?! Kau sudah bosan dengannya?! Begitu?!" Jinseo menangis bersama amarahnya yang terus menggebu. Ia marah. Bahkan sangat marah. Tetapi hatinya juga terluka melihat Chanyeol hanya diam. Ia tahu, pasti ada sebuah alasan yang tidak bisa Chanyeol ungkapkan.

"Ya. Anggaplah saja seperti pemikiran mu barusan."

"B*JINGAN KAU?!"

~

Chanyeol semakin hari semakin kacau. Ia terus saja mabuk-mabukkan dan pergi ke klub malam. Chanyeol telah berubah. Wajah tampannya kini berubah sangat menyeramkan. Banyak luka lebam di wajahnya, ia sering berkelahi tanpa sebab dan hanya sekedar untuk meluapkan kemarahannya. Chanyeol benar-benar terpuruk.

"Aku pulang.." Chanyeol memasuki rumahnya dengan sempoyongan.

"Apa yang kau lakukan? Hah?! Kenapa kau menjadi seperti ini?!" Paman CEO geram atas sikap Chanyeol yang sudah keterlaluan.

"Ahh.. Ayah!! Apa yang aku lakukan? Aku juga tidak tahu.. Ayah, apa yang sedang aku lakukan?" Chanyeol tersenyum sinis. Berdiri tegak saja ia tak mampu.

PLAKK!!

"Sadarlah!! Park Chanyeol, sadarlah!! Kau sudah sangat keterlaluan. Kenapa kau terus berkelahi dan mabuk-mabukkan?! Ada apa denganmu?!" Paman CEO terus berteriak membuat Yoora dan ibunya yang sedang tidur terbangun.

"Aku sadar ayah..!! Memangnya aku salah? Apa salahku? Huh?!"

Ibu Chanyeol menangis. Yoora mencoba untuk menenangkan amarah ayahnya.

"Park Chanyeol yang dulu sudah mati. Ibu jangan menangis.." Chanyeol mengusap air mata ibunya dan seketika ia jatuh pingsan karena sudah sangat mabuk.

~

Minjung tersenyum dengan membawa sebuket mawar putih. Ia berjalan menggandeng lengan ibunya.
Minjung melihat ke sekeliling. Ia merasa heran kenapa Jiyoung membawanya dan ibu ke rumah paman CEO. Bukankah mereka akan ke rumah keluarga kekasih Jiyoung?

"Oppa, bukankah ini rumah paman CEO?" Minjung meraih lengan kakaknya.

"Benar. Ia adalah putri paman CEO."

Deg!!
Seketika Minjung merasa lemas, itu artinya kekasih kakaknya adalah kakak perempuan Chanyeol.

"Minjung-ah.. kajja."

Mereka semua saling bercengkrama. Tetapi tidak dengan Minjung, ia hanya diam. Pikirannya entah kemana, ia bingung. Chanyeol juga tidak hadir diantara mereka.

Tok tok tok.
Seseorang mengetuk pintu dan mengalihkan semua perhatian mereka. Ibu Chanyeol beranjak untuk membuka pintu.

"Selamat malam. Apakah pemuda ini putra anda?"

Ibu Chanyeol terkejut karena putranya pulang dengan dibawa oleh dua orang pria dalam keadaan mabuk dan penuh luka. Bibir dan tangannya mengeluarkan darah segar.

"Benar. Kenapa dengan anak saya?"

Paman CEO menghampiri istrinya karena tak kunjung kembali. Ia tak kalah terkejut melihat putranya yang tak sadarkan diri.

"Ia memukul teman saya yang berniat untuk membantunya. Teman saya yang tidak terima, membalas perbuatan anak anda. Mereka akhirnya berkelahi."

"Sampaikan permintaan maaf saya kepada teman anda. Terima kasih sudah membawanya pulang."

Paman CEO yang sangat marah karena perlakuan putranya yang sudah keterlaluan tidak bisa menahan emosinya, bukannya membawa Chanyeol ke kamar, ia malah menampar Chanyeol yang sedang tergeletak tak sadarkan diri. Ibu Chanyeol tidak bisa melihat putranya terus ditampar, mencoba untuk menahan paman CEO.

"Bangun kau!! Anak tidak tahu diri!! Bangun!!!" Bentak paman CEO sambil terus menampar Chanyeol berulang kali.

Mendengar ada keributan, Minjung dan yang lainnya menghampiri paman CEO. Minjung terkejut dan langsung menutup mulutnya. Ia ingin berteriak dan menghentikan paman CEO, namun ia tidak bisa.

"Ayah hentikan!!" Teriak Yoora. Chanyeol yang tersadar hanya tersenyum sinis ke arah ayahnya. Paman CEO melangkah meninggalkan semua orang menuju kamarnya. Ibu Chanyeol hanya bisa menangis, ia tidak tahu apa yang terjadi pada putranya.

Jiyoung membantu Yoora untuk memapah Chanyeol masuk ke kamarnya. Minjung menatap sendu kearah Chanyeol. Ia mengerti sekarang, kenapa Chanyeol seperti itu dan menjauhi dirinya akhir-akhir ini. Minjung melangkah keluar. Ia tidak bisa menahan air matanya. Ia menangis.

Drrtt drrtt.
Ponsel Chanyeol bergetar.

'Apa kau baik-baik saja?'
Chanyeol menangis dalam kegelapan. Ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan. Yang ia tahu, takdir ini sangat menyakitkan baginya.

~

Chanyeol melangkah masuk ke sebuah toko bunga. Toko bunga dimana ia bertemu dengan Minjung. Tangannya terulur menyentuh kelopak bunga mawar putih. Kilasan balik kenangan bungan mawar putih berputar jelas di memorinya. Tatapannya yang dingin berubah menjadi sendu dan muncul binar di kedua bola matanya.

Tangan seseorang juga terulur menyentuh kelopak bunga mawar putih yang lain. Chanyeol terkejut melihat sebuah gelang di tangannya. Chanyeol mendongak.

"Park Minjung." Chanyeol terkejut. Ternyata benar, pemilik gelang itu adalah seseorang yang sangat ia rindukan.
Minjung tak kalah terkejut.

"Kenapa dengan wajahmu?" Minjung melihat wajah Chanyeol lebam dan ada beberapa luka.

"Apa kau sedang sakit?" tanya Chanyeol balik melihat wajah pucat Minjung.

"Tidak."
Mereka cukup lama terdiam sambil berdiri di depan toko bunga tersebut menunggu pesanan mereka disiapkan. Tak lama kemudian, pesanan mereka telah siap.

"Sampai nanti." Minjung membungkuk dan melangkah pergi. Ia menyeberang jalan karena Jiyoung sudah menunggunya disana.

Minjung menyadari jika gelang pemberian Chanyeol tidak ada di pergelangan tangannya. Ia berbalik dan mencari gelang itu. Ia yakin gelang itu jatuh tidak jauh dari tempatnya berada. Karena sebelum menyebrang tadi,ia masih mengenakan gelang itu.

Tiba-tiba saja melaju sebuah mobil dengan kecepatan tinggi mengarah kearah Minjung. Chanyeol yang melihat itu langsung berlari untuk menyelamatkan Minjung. Jiyoung juga berlari menghampiri Minjung.

"Apa kau sudah gila?! Untuk apa kau berdiri di tengah jalan seperti itu?!" Chanyeol yang khawatir justru hilang kendali dan memarahi Minjung. Jiyoung menghentikan langkahnya melihat mereka. Minjung gemetar sambil menggenggam gelang pemberian Chanyeol.

"Apa karena gelang itu kau bertindak bodoh seperti tadi?!" Chanyeol justru membuat Minjung semakin ketakutan.
Chanyeol yang sadar telah membentak Minjung langsung memeluknya.

"Maafkan aku.. Aku tidak__"

"Hiks hiks hiks.. Kau jahat. Kau berubah. Jahat!!" Minjung memukul Chanyeol dan memberontak. Tapi Chanyeol justru memeluknya erat. Jiyoung terkejut melihat apa yang baru saja terjadi.

~

Minjung akhir-akhir ini hilang kendali. Sering kali ia menjerit kesakitan, membenturkan kepalanya karena merasakan sakit yang luar biasa, dan tanpa sadar menyakiti dirinya sendiri.

Setelah dibawa ke rumah sakit dan menjalani pemeriksaan, Minjung ternyata ketergantungan pada obat-obatan jenis narkoba. Ia mengalami overdosis karena mengkonsumsi obat anti depresi dalam dosis tinggi dan pemakaian yang berlebihan secara terus menerus. Anehnya, Minjung tidak pernah mengkonsumsi obat-obatan terlarang seperti itu. Walaupun seringkali ia merasa tertekan, tetapi ia lebih memilih untuk bermain di taman hiburan menaiki wahana untuk menghilangkan stressnya. Jiyoung dan ibunya merasa heran, bagaimana hal ini bisa terjadi pada Minjung?

Tubuh Minjung semakin kurus. Bahkan sangat kurus. Banyak luka di sekujur tubuhnya akibat perbuatannya sendiri. Minjung sering berhalusinasi dan tanpa sadar menyakiti dirinya sendiri. Ia menyayat dan mencakar tubuhnya tanpa rasa sakit.

"Minjung-ah.. Apa kau baik-baik saja?" Minjung mengangguk dan tersenyum.

"Ibu jangan menangis. Aku baik-baik saja." Minjung hanya bisa menggenggam tangan ibunya. Ia tidak bisa mengusap air mata ibunya. Kedua tangannya diikat karena sering sekali hilang kendali. Minjung sedang melakukan terapi untuk menghilangkan ketergantungannya.

"Maafkan ibu.."

"Ibu jangan meminta maaf." Minjung menggeleng pelan. Jiyoung melihat dari luar ruangan, ia hanya bisa menangis melihat keadaan adik perempuannya yang seperti itu.

"Bu, aku ingin bicara dengan Jiyoung oppa."

Jiyoung mengusap air matanya, ia tidak ingin Minjung melihatnya menangis.
"Ada apa? Aku disini." sambil tersenyum Jiyoung melangkah menghampiri Minjung.

~

Terlihat banyak orang memasuki sebuah gereja. Nuansa warna putih mendominasi ruangan tersebut, banyak hiasan bunga mawar putih yang sengaja dipasang untuk mempercantik ruangan. Jiyoung melangkah memasuki gereja untuk menghadap seorang pendeta. Ia tampak sangat tampan dengan setelan jas hitam dan rambut yang ditata ke belakang.

Tak lama setelah itu muncullah Yoora memakai gaun pengantin yang tampak anggun dengan riasan wajah yang sederhana namun membuatnya terlihat sangat cantik. Ia terlihat gugup sambil menggandeng paman CEO. Mereka melangkah menghampiri Jiyoung.

Semua orang bertepuk tangan setelah mendengar janji pernikahan yang diucap oleh sepasang pengantin itu. Berbeda dengan yang lain, Chanyeol justru terlihat gusar seperti sedang mencari seseorang. Minjung tersenyum sambil menangis melihat kakaknya menikah. Ia bahagia. Tetapi entah kenapa, ia merasa hatinya begitu sesak. Minjung melihat dari kejauhan dengan seorang suster yang mendorong kursi rodanya.

Chanyeol menangkap sosok Minjung ketika Minjung hendak pergi. Ia berlari menghampiri Minjung. Namun ia terlambat, Minjung sudah tidak ada disana. Tanpa Chanyeol sadari, Minjung sedang melihatnya di balik sebuah mobil.

"Kenapa kita harus bersembunyi noona?"

"Aku tidak ingin ia melihatku."

"Noona, kau baik-baik saja?"

Minjung terus menangis. Sementara Chanyeol, ia terus berlari kesana kemari mencari Minjung.

~

Keadaan Minjung semakin memprihatinkan, ia tidak bisa mengenali ibu maupun kakaknya. Bahkan Minjung tidak mengenali dirinya sendiri. Ia sering berteriak dan mengamuk tanpa sebab. Minjung sering memuntahkan darah dan terus bertambah kurus. Depresi dan ketergantungannya semakin parah dari hari ke hari.

"Oppa, apa yang terjadi pada Minjung eonni?" Yong in menangis mendengar kabar itu dari Jiyoung. Ia sangat meri dukan Minjung dan ingin sesegera mungkin menumuinya. Tetapi, apa yang baru saja ia dengar membuatnya merasa sangat menyesal. Seharusnya waktu itu ia tidak pergi ke Amerika dan menemani Minjung saja. Ia sangat menyesali keputusannya itu.

Yong in hanya bisa melihat Minjung melalui kaca jendela. Ia tidak bisa menghentikan air matanya untuk tidak menetes. Yong in semakin terisak ketika melihat tali yang mengikat kedua tangan dan kaki Minjung. Minjung terlihat begitu tersiksa dan sangat kesakitan. Tubuhnya yang menjadi sangat kurus dan juga tatapan kosongnya menjelaskan begitu menderita dan tersiksanya ia dengan semua itu. Yong in menutup mulutnya agar tidak semakin terisak. Ia berbalik dan berjongkok memegang kedua lututnya yang bergetar.

"Eonni, maafkan aku.." sesalnya.

Tidak lama setelah Yong in pergi, Eun Mi datang untuk mengunjungi Minjung. Ia melihat Minjung sedang terbaring lemah tak berdaya dengan tatapan kosong keatas. Penampilan Minjung sangat terawat, ibu Minjung setiap hari berkunjung untuk merawat Minjung.

Eun Mi membuka pintu dan melangkah menghampiri Minjung. Ia berdiri disamping kanan Minjung. Melihat keadaan Minjung seperti itu, Eun Mi tersenyum sinis tanpa rasa kasihan. Ia mengambil ponselnya dan memotret Minjung.

"Apakah kau baik-baik saja? Apakah kau kesakitan?"

"Maafkan aku, Minjung-ah.. kau pantas mendapatkan semua ini. Kau harus mati sedikit demi sedikit, aku ingin kau merasakan sakit yang aku rasakan karenamu. Kau membuatku menjadi seorang kakak yang tidak berguna!! Adikku yang malang, dia mengidolakan gadis si*lan sepertimu!! KAU!! Kau bertindak seolah-olah menjadi seorang malaikat, aku muak melihatmu!! Kau tidak lebih seorang gadis breng*ek berkedok malaikat!! Kau.." Emosi Eun Mi meluap, tangannya mengepal sangat kuat. Eun Mi melihat telapak tangannya berdarah tertusuk kuku tajamnya. Ia benar-benar membenci Minjung.

Disudut mata Minjung, mengalir cairan bening. Minjung menangis. Hatinya sakit mendengar pengakuan Eun Mi sahabatnya.

"Kau jangan menangis, Minjung-ah. Penderitaanmu belum berakhir. Kau akan mati perlahan dengan seluruh masyarakat yang membencimu. Kau akan dikenang sebagai gadis breng*ek. Sebagai bonus, akan ku kirim kau ke neraka secepatnya. Bagaimana? Menarik bukan?" Eun Mi tersenyum sinis.

"Apa kau tidak ingin meminta maaf padaku? Minta maaf-lah padaku, Minjung-ah!!" Eun Mi mengguncang tubuh Minjung.

"KENAPA KAU DIAM SAJA?! BICARALAH?! APA KAU TULI?!" Teriak Eun Mi sambil menarik rambut Minjung.

Eun Mi langsung melepaskan tangannya dari kepala Minjung ketika menyadari kehadiran Jiyoung dan ibunya. Ia berpura-pura sedih sambil menggenggam tangan Minjung.

"Eun Mi-ssi, kau disini? Sudah lama?" Sapa ibu Minjung. Eun Mi membungkuk sopan.

"Tidak. Baru saja."

"Eun Mi-ssi, tanganmu berdarah. Apa kau baik-baik saja?" Tanya Jiyoung khawatir. Eun Mi tersenyum dan pamit pergi. Bola mata Eun Mi berair, ia teringat ketika adik perempuannya meninggal dunia empat tahun lalu. Eun Bi, adik Eun Mi sangat mengidolakan Minjung, ia sakit kanker dan permintaan terakhirnya ingin bertemu dengan Minjung. Eun Mi berusaha untuk mewujudkan permintaan adiknya itu, namun sayangnya Eun Bi lebih dulu meninggal dunia sebelum Eun Mi berhasil mewujudkannya. Karena itu ia sangat membenci Minjung, ia beranggapan bahwa ia kakak yang tidak berguna dan semua itu karena Minjung.

Eun Mi selalu memasukkan obat anti depresi jenis narkoba itu kedalam makanan atau minuman Minjung tanpa sepengetahuan Minjung. Ia ingin Minjung merasakan penderitaan adiknya. Tak sampai disitu, Eun Mi menyebarkan foto Minjung ke media sosial. Dalam sekejap, foto itu menjadi trending topik. Eun Mi menulis sebuah berita 'Park Minjung, gadis breng*ek berkedok malaikat. Ia mengalami gangguan jiwa dikarenakan overdosis dalam penggunaan narkoba. Sungguh menyedihkan!! Semua itu pantas ia terima. Ayo, kirim ia segera ke neraka secepatnya. #RIPPARKMINJUNG '

Paman CEO memasuki ruangan dimana Minjung di rawat. Ia melangkah menghampiri Minjung yang sedang terbaring lemah. Tatapan sendu terpancar dari bola matanya, ia mengusap pelan pucuk kepala Minjung. Tiba-tiba saja, ekspresi wajah paman CEO berubah. Ia terlihat menyeramkan dengan tatapan tajamnya. Belaiannya pada rambut Minjung berubah menjadi cengkraman yang cukup kuat.

Minjung merintih kesakitan karena cengkraman paman CEO. Sudut matanya mengeluarkan air mata, ia menangis. Melihat Minjung yang kesakitan, paman CEO justru tersenyum sinis. Paman CEO melepaskan cengkramannya dengan kasar.

"Minjung-ah, kedua orang tua kandungmu sudah mati. Aku tidak menyangka kau akan menyusulnya secepat ini. Aku turut senang karena aku tidak harus mengotori tanganku untuk mempertemukanmu dengan mereka. Kau sangat merindukan mereka bukan? Aku akan membantumu dengan do'a agar kau bisa secepatnya pergi."

Paman CEO tertawa kecil melihat Minjung yang memberontak. Tangan Minjung mengepal, napasnya memburu, ia sangat marah terlihat dari wajahnya. Minjung tak berdaya dengan kaki tangan yang diikat kuat.

"Apa kau terkejut? Aku akan memberitahumu sesuatu yang lebih mengejutkan. Yoora adalah putri kami, putri aku dan ibumu. Ibumu, wanita yang sangat aku cintai, lebih memilih ayahmu daripada aku. Tentu aku sangat marah bukan? Aku berhasil membunuhnya tepat setelah ia bercerai dengan ibumu. Aku membuang mayatnya ke sungai. Bagaimana? Cerita yang menarik bukan?" Paman CEO tersenyum sinis. Minjung hanya bisa menangis tanpa bisa berbuat apa-apa.

"Tetapi, kau justru hadir di tengah-tengah kebahagian kami. Ketika kau lahir, aku langsung membuangmu. Aku berkata pada ibumu bahwa kau telah mati. Ayah angkat mu juga aku yang membunuhnya. Dia memberitahu ibumu jika kau masih hidup. Ibumu sangat marah padaku. Itu semua karenamu!! Aku tidak ingin ibumu meninggalkanku lagi. Jadi, aku bunuh saja ibumu itu. Jika aku tidak bisa memilikinya, maka orang lain pun tidak bisa."

Chanyeol langsung berdiri dan bergegas pergi. Ia mengendarai mobilnya dalam kecepatan tinggi. Rahangnya mengeras, ia sedang menahan amarahnya.

"Apa yang terjadi padamu, Minjung-ah.."

Chanyeol menghentikan mobilnya, terlihat begitu banyak reporter di depan apartemen Minjung. Chanyeol memarkirkan mobilnya di tengah-tengah para reporter itu. Tentu saja para reporter itu protes dan menyuruh Chanyeol keluar. Dengan santai Chanyeol keluar dari mobilnya.

"Pergilah. Kalian sangat mengganggu." Ucap Chanyeol. Ia melangkah pergi.

"Chanyeol-ah, sebenarnya apa yang terjadi?" Yoora yang tidak tahu apa-apa merasa bingung.

"Dimana Jiyoung hyung?"

"Dia sedang pergi bersama ibunya. Kenapa?"

"Noona, kau jangan kemana-mana. Diluar banyak reporter. Mengerti?" Chanyeol langsung melangkah pergi.

"Yak! Kau mau kemana? Apa yang terjadi?!"

Hyun hee lebih memilih berbisnis bersama suaminya, Yesung super junior. Sementara Rae jin semakin bersinar. Ia sedang mengadakan konferensi pers untuk mempromosikan album solo pertamanya. Sebelumnya ia sudah mengeluarkan beberapa mini album dan ia juga sukses dibidang akting. Rae jin terlihat kesal karena para reporter justru membahas tentang Minjung.

"Aku rasa, ia memang pantas menerimanya."

"Apakah benar Park Minjung hanya berpura-pura baik di depan orang lain? Bagaimana sifat Park Minjung yang sebenarnya?"

"Kenapa mereka justru bertanya tentang Minjung?! Ini adalah promosi album baruku!!" Kesal Rae jin pada managernya. Ia lantas pergi meninggalkan ruangan tersebut.

"Kenapa dia selalu membuatku marah? Aku benar-benar membencinya!!"

"Tidak sepantasnya eonni berbicara seperti itu!!"

"Apa maksudmu??!" Bentak Rae jin.

"Apa kau tahu? Minjung eonni sangat menyayangimu. Dia selalu melindungimu." Ujar Yong in sambil menangis. Ia tidak habis pikir akan sikap Rae jin.

"Ck! Sudahlah. Pergi sana!!"

Kesabaran Yong in sudah mencapai batas puncaknya. Ia tidak bisa menahannya lagi. Emosinya meluap-luap. Sikap Rae jin sudah sangat keterlaluan.

"Eonni, apa kau tahu? Kau adalah penyebab hancurnya karir Minjung eonni. Minjung eonni yang begitu menyayangimu, memaafkanmu begitu saja. APA KAU TAHU ITU??!!" Tangan Yong in mengepal. Ia menangis.

Rae jin yang mendengar itu langsung menghentikan langkahnya. Ia menoleh, menatap bingung ke arah Yong in.

"Kau.. Kau penyebab rusaknya pita suara Minjung eonni. Kau membuat karirnya hancur!! Dan baru saja kau mengatakan bahwa Minjung eonni pantas menerima semua itu?! Kau pikir kau lebih baik dari padanya? Kau tidak lebih dari seorang gadis yang tidak tahu diri!! Maafkan aku,eonni.. tapi sikap mu sungguh keterlaluan. Kau tidak pantas membencinya."

Begitu Yong in pergi dengan mengatakan semua kebenaran yang tidak ia ketahui, Rae jin menangis. Ia salah. Ia menyesal. Tapi apa gunanya? Sekarang, semuanya sudah terlalu terlambat untuk ia sesali.

Chanyeol berlari dengan begitu tergesa-gesa memasuki sebuah lorong salah satu rumah sakit. Ia terus berlari mencari dimana Minjung berada. Langkahnya terhenti begitu melihat paman CEO.

"Ayah, sedang apa disini?"

"Ayah kesini untuk menemui Minjung. Baru saja ayah akan menghubungimu. Cepatlah temui dia." paman CEO menepuk pelan pundak Chanyeol.

Chanyeol melangkah menghampiri Jiyoung dan ibunya yang sedang duduk sambil menangis. Chanyeol melangkah gontai, air matanya menetes begitu saja.

Minjung kembali mengamuk dan berteriak kesakitan. Ia tak sadarkan diri setelah disuntik obat penenang. Chanyeol yang melihat Minjung lemas tak sadarkan diri dengan tangan dan kaki yang diikat tali, membuat dadanya terasa sangat sesak dan sakit. Bola mata Chanyeol memerah. Ia menghampiri Jiyoung dan mencengkram kerah baju Jiyoung.

"Kenapa kau berbohong padaku?!"

"Maafkan aku. Aku melakukanya karena keinginan Minjung. Ia tidak ingin kau melihatnya seperti sekarang ini."

Chanyeol melepaskan cengkramannya.
"Kenapa kau melakukan ini padaku, Minjung-ah.. kau membuatku merasa menyesal."

"Kau masuklah. Ia pasti sangat merindukanmu."

Chanyeol melangkah menghampiri Minjung. Ia duduk disamping Minjung, mengusap pucuk kepala Minjung. Chanyeol meraih tangan Minjung, menggenggamnya lembut sambil bergetar. Dilihatnya pergelangan tangan Minjung memerah karena tali itu terikat kencang. Ia mengusap bergelangan tangan itu sambil meniupnya, berharap mengurangi rasa perih yang Minjung rasakan. Chanyeol tanpa henti meneteskan air matanya, membayangkan rasa sakit yang Minjung rasakan selama ini.

"Apakah kau kesakitan? Maafkan aku, Minjung-ah.. Maafkan aku.."

Dalam tidurnya Minjung menangis. Seolah-olah mendengar dan merasakan kehadiran Chanyeol, sudut matanya mengalir air mata tanpa Minjung kehendaki.

"Maafkan aku, selama ini aku bertindak bodoh dan hanya berdiam diri tanpa menjelaskannya padamu. Aku menjadi pria bodoh yang tak bisa menerima takdir. Aku egois karena hanya memikirkan perasaanku sendiri tanpa berpikir bagaimana perasaanmu. Aku bodoh. Oleh karena itu, kau harus bisa bertahan dan kembali seperti Minjung yang dulu. Minjung yang selalu bersinar. Kau harus memarahiku atas kesalahan yang telah ku perbuat. Kau harus memukulku dan mengomel tanpa henti. Mengerti?!" Chanyeol tersenyum dengan air mata yang terus mengalir di kedua pipinya.

Bunga mawar yang Minjung tanam di ruangan rahasinya dalam sekejap menjadi layu dan berubah warna menjadi kecoklatan. Taman bunga di pekarangan belakang rumah ibu Minjung pun sama. Semua kelopak bunga mawar itu membusuk. Bunga yang begitu indah berubah menjadi sangat mengerikan dalam sekejap.

~

Chanyeol berdiri dengan membawa sebuket bunga mawar putih tepat di depan sebuah pohon besar dimana kenangannya bersama Park Minjung tersimpan. Tepat dibawah pohon besar itu terkubur sebuah harapan mereka berdua akan masa depan. Sepuluh tahun lalu, sebuah janji kecil mereka buat di tempat itu.

Flashback 10 years ago.

"Kau sudah menulis harapanmu? Masukkan kedalam bola kecil ini." Chanyeol memberikan bola kecil itu pada Minjung.

"Sebenarnya untuk apa kita melakukan ini?" tanya Minjung setelah memasukan surat kecil yang ia tulis kedalam bola itu. Mereka mengubur bola itu di bawah pohon dan mengukir nama mereka di batang pohon itu.

"Aku ingin sepuluh tahun kemudian, kita datang ke tempat ini dan membaca surat yang kita tulis bersama-sama."

"Sepuluh tahun? Bagaimana jika besok saja?"

"Aku akan pergi, sore ini." Chanyeol menunduk.

"Sore ini? Kau pergi kemana?" Minjung terkejut tetapi berusaha tetap bersikap tenang.

"Seoul."

"Tak apa. Pergilah. Lagipula Seoul tidaklah jauh. Kita masih di negara yang sama." Minjung tersenyum. Chanyeol yang tidak ingin Minjung melihatnya menangis lantas berlari menjauh. Minjung hanya bisa menatap punggung Chanyeol yang terus menjauh.

"Kau jahat. Kenapa baru mengatakannya sekarang? Apa kau sudah pergi dari sini? Sepuluh tahun? Pasti satu minggu saja kau sudah melupakanku. Dasar bodoh!!" Minjung menangis dibawah pohon itu sendirian sampai hari semakin gelap ia terus terisak sambil memegang kedua lututnya. Tanpa sepengetahuannya, Chanyeol berdiri tidak jauh dibelakangnya tanpa mencoba untuk menghampirinya.

Flashback End.

"Kau mengingkari janji kita Minjung-ah. Aku datang kesini sendiri tanpa kau. Kau sudah berjanji padaku, kenapa kau pergi begitu saja tanpa meminta ijin padaku terlebih dahulu?" Chanyeol menangis. Lututnya yang terasa lemas membuatnya harus berjongkok.

"Mawar putih ini, aku ingin memberikannya langsung padamu. Tetapi, kenapa kau__" Chanyeol semakin terisak mengingat Minjung tak berada di sampingnya.


Flashback.

Seorang gadis kecil tengah menangis sendirian. Tubuhnya basah kuyup diguyur air hujan yang turun cukup deras malam itu. Sementara itu, seorang remaja laki-laki berseragam SMP tengah berlari melawan derasnya air hujan. Sekujur tubuhnya basah kuyup, ia sedikit menggigil kedingian karena angin yang berhembus.

Dengan napas yang masih tersenggal-senggal, ia menghentikan langkahnya setelah melihat gadis kecil itu. Ia menghampiri gadis kecil yang sedang berjongkok di bawah guyuran air hujan.

"Hana."

Gadis kecil itu menoleh ketika mendengar seseorang memanggil namanya. Ia kembali terisak ketika melihat remaja laki-laki berseragam SMP yang ternyata bernama Chanyeol. Chanyeol ikut berjongkok. Tatapannya sendu melihat gadis itu terus menangis.

"Hana, maafkan aku. Aku terlambat." sesalnya.

"Apa kau tahu?! Aku sudah menunggumu berjam-jam. Aku sangat bodoh karena terus menunggumu. Aku percaya bahwa kau akan datang, tetapi kenapa selarut ini?! Aku takut menunggumu sendirian disini." ucap gadis kecil bernama Hana itu. Ia terus menangis dan menunduk, menghindari tatapan Chanyeol padanya.

"Maafkan aku. Aku mohon, berhentilah menangis." Chanyeol menangkup pipi Hana dan mengusap air matanya. Hana menoleh dengan mata sembabnya.

"Kau jahat!! Kau bahkan tidak membawa bunga mawar putih untukku. Aku kan sudah katakan itu berulang kali padamu. Kau juga melupakan itu?!"

"Aku sudah mencarinya kemana-mana, tetapi aku hanya bisa memberimu setangkai mawar putih. Ini untukmu." Chanyeol menyodorkan setangkai mawar putih yang layu dan basah karena terguyur air hujan. Hana menerimanya dengan cemberut karena tidak sesuai dengan permintaannya. Ia merasa sangat kecewa.

"Aku berjanji padamu, suatu saat nanti aku akan memberimu sebuket mawar putih yang sangat cantik. Aku berjanji." ujar Chanyeol yang berhasil membuat Hana tersenyum. Mereka mengaitkan jari kelingking masing-masing sebagai tanda bukti janji mereka.

"Kau harus menepatinya. Sekarang, aku ingin pulang. Gendong aku!!" Hana tersenyum penuh arti agar permintaannya barusan dapat Chanyeol kabulkan.

"Baiklah. Cepat naik!!"

Dengan senang hati Hana naik ke atas punggung Chanyeol. Ia melingkarkan tangannya pada leher Chanyeol kuat-kuat, berniat untuk sedikit mengerjainya. Mereka tertawa bersama air hujan yang terus turun membasahi sekujur tubuhnya. Mereka terus melangkah dan mengabaikan hawa dingin yang terasa semakin menusuk.

Flashback end.

Chanyeol menggali tanah itu dan menggambil bola kecil yang ia kubur bersama Minjung sepuluh tahun lalu.

Chanyeol mengambil dua buah cincin plastik yang ia kubur bersama suratnya. Ia berniat akan melamar Minjung saat mereka menggali tanah itu bersama. Tetapi takdir berkata lain, Tuhan tidak menyatukan mereka dan justru memisahkan mereka.

Chanyeol membuka surat yang ia tulis untuk Minjung sepuluh tahun lalu.
'Aku menyukaimu. Ayo kita menikah!! Aku tidak ingin dengar sebuah penolakan.'

Chanyeol tersenyum. Ia membuka surat yang Minjung tulis untuknya.
'Rahasia. Aku akan mengatakanya langsung padamu.'

"Ck! Kau bahkan mengingkari janji. Kapan kau akan mengatakannya padaku?!" Chanyeol berdecak. Bola matanya kembali berlinang air mata mengingat Minjung tidak berada disana bersamanya. 'Takdir memang kejam.' pikirnya.

"Hey, kenapa kau menangis?"

Chanyeol tersentak kaget mendengar suara seseorang yang begitu ia kenal. Bahkan seseorang yang sangat ia rindukan saat ini. Seseorang itu menyentuh pundaknya, Chanyeol bisa merasakannya. Chanyeol menoleh sambil beranjak berdiri.

"Park Minjung?"

"Aku Lee Hana." Gadis itu tersenyum.

"Aku mencintaimu. Ayo kita menikah!!" ujar gadis itu. Chanyeol tersenyum dan langsung mengangguk mengiyakan.

"Aku menerimamu." jawab Chanyeol dan langsung memeluk gadis itu.


Aku mengingkari janji itu bukan karena keinginanku. Manusia hanya bisa merencanakan, tetapi Tuhan-lah yang berkehendak dan memutuskan segala sesuatu. Takdir mutlak kita sudah tertulis seperti itu, kita tidak bisa merubahnya.
Maafkan aku..
'Cinta tidak harus memiliki. Justru cinta harus saling memberi dan merelakan satu sama lain demi kebahagiannya.'
Cinta tidak egois dan harus bisa dipertanggungjawabkan. Karena cinta adalah anugerah dari Tuhan.
Aku berharap kau selalu mendapatkan kebahagian..


Waktu terus berjalan dan mengubah semuanya.
Walaupun kini keadaannya sudah berubah, tetapi kenapa hati dan perasaanku masih tetap sama?
Perasaanku padamu takkan pernah berubah sekeras apapun aku mencoba. Semuanya terasa sia-sia bagiku..


사랑해 박민중...


-END-



FANFICTION PARK CHANYEOL: Because of you... White Rose Chapter 10

Title: Because of you.. 'White Rose'
By : IpoNovi23
PG-15 | Sad & Romance | Chaptered | Park Chanyeol & Park Minjung (OC)


#Chapter 10


Selamat membaca^^



Bunga disepanjang jalan mulai bermekaran. Musim semi kembali datang. Minjung sudah menulis daftar kegiatan untuk hari ini bersama dengan Eun Mi sahabatnya. Mereka akan menghabiskan waktu bersama hari ini.

Minjung keluar dari kamar dengan pakaian terbaiknya. Hari ini ia harus banyak berfoto dengan Eun Mi di berbagai tempat yang akan mereka kunjungi. Sambil berlari-lari kecil ia menghampiri kakaknya yang sedang mengenakan dasi bermotif warna hitam.

"Oppa,aku ikut denganmu ke kampus hari ini ya?" rengek Minjung sambil meronta dan mengeluarkan aigoo andalannya.

"Tidak bisa. Nanti oppa bisa terlambat karenamu." ujar Jiyoung tanpa mengalihkan pandangannya dari cermin.

"Tapi sekarang masih sangat pagi."

"Oppa harus menjemput seseorang."

"Seseorang? Siapa?"

"Seorang wanita. Sudah sana pergi!" Jiyoung mengusap pucuk kepala Minjung.

"Wanita? Siapa? Apa dia kekasih oppa?" Jiyoung yang kesal mendorong Minjung agar keluar dari kamarnya. Minjung tentu saja terus meronta dan menggoda kakaknya itu.


Dengan penampilan yang serba hitam, Paman CEO tengah berdiri menghadap sebuah lemari yang besar tempat penyimpanan abu jenazah. Paman CEO hanya terdiam menatap salah satu abu jenazah. Disana, terdapat sebuah foto seorang wanita cantik tengah menggendong seorang bayi. Tertulis nama Lee Se Kyung pada bingkai foto itu.

"Bagaimana kabarmu? Apa kau bahagia disana?" sapa Paman CEO pada wanita di foto tersebut.

"Maafkan aku, Se Kyung-ah. Aku tidak bisa menepati janjiku padamu. Aku lebih mementingkan kebahagian Yoora putri kita daripada kebahagian Hana anakmu dengan pria yang tidak bertanggung jawab itu. Aku menyayangi Hana seperti anakku sendiri, tetapi aku lebih menyayangi putri kita. Aku tidak bisa mengungkapkan semua kebenaran ini. Aku berdosa padamu, Se Kyung-ah. Biarlah kebenaran ini terkubur selamanya." ujar Paman CEO sambil berlutut dan meneteskan air mata.


"Minjung! Cepatlah turun! Temanmu sudah menunggu." teriak ibu Minjung di lantai bawah ruang tamu.

"Teman? Ahh.. Eun Mi eonni! Ya, bu."
Dengan semangat Minjung menuruni anak tangga sambil tersenyum.

"Eon__ KAU?! Sedang apa kau disini?" Minjung cukup terkejut melihat Chanyeol sedang duduk dan berbincang dengan ibunya. Sesekali ibunya tertawa karena penuturan Chanyeol.

"Minjung, bersikap sopan lah pada temanmu."

"Dia bukan temanku. Dia adalah dosenku. Dia juga MANTAN asisten pribadiku." tutur Minjung penuh penekanan disetiap kata yang ia ucapkan sambil menatap sinis kearah Chanyeol yang sedang tersenyum seperti pria bodoh.

"MWO?! Anyeonghaseyo,seonsaengnim." ibu Minjung menunduk sopan sambil memaksa Minjung untuk membungkuk memberi hormat pada Chanyeol. Chanyeol langsung berdiri dan membungkuk kearah ibu Minjung.

"Sedang apa kau disini?" Minjung tetap berbicara dengan nada ketus. Ibunya tentu saja langsung memukul kepala Minjung karena ketidaksopanannya. Minjung merintih kesakitan dan tanpa henti mengomel pada ibunya.


Suasana canggung begitu terasa mencekam di dalam mobil. Minjung terus memasang wajah kesal sambil memalingkan wajahnya kearah kaca jendela. Chanyeol yang merasa bersalah mencoba untuk mencairkan suasana namun tidak tahu dengan cara apa. Ia hanya sesekali melirik kearah Minjung tanpa berani untuk membuka suara.

"Apa kau marah padaku?" cukup lama bagi Chanyeol untuk memutuskan pertanyaan apa yang akan ia lontarkan.

"Ya."

"Karena aku menyukaimu?"

"Tidak. Bukan karena itu.."

"Lalu?"

Minjung tidak menjawab. Ia hanya diam tanpa mengalihkan pandangannya.

"Apa jawabanmu?"

"Jawaban? Apa yang harus aku jawab? Memangnya apa yang kau tanyakan?" ujar Minjung ketus.

"Aku menyukaimu."

"Apa itu sebuah pertanyaan?"

"Baiklah." Chanyeol menghentikan mobilnya di tepi jalan. Ia menoleh kearah Minjung. Minjung terkejut karena tiba-tiba saja mobil berhenti, ia menatap bingung kearah Chanyeol.

"Apa kau menyukaiku?"

DEG!!

Jantung Minjung seakan melompat mendengar penuturan Chanyeol barusan. Minjung terpaku dan hanya menatap Chanyeol dengan ekspresi yang sulit dijelaskan. Ia tidak menyangka pertanyaan seperti itu yang akan Chanyeol lontarkan. Minjung tidak menyadari bahwa ia lah yang telah memancing agar pertanyaan itu terlontar.

"Itu sebuah pertanyaan dan kau harus menjawabnya." Chanyeol memasang wajah cool yang aneh. Sebenarnya, ia lebih terlihat seperti menahan tawa.

"Aku.." hanya itu yang mampu terucap oleh Minjung setelah cukup lama terdiam. Chanyeol berhasil membuat Minjung terpojok.

"Baiklah. Mulai sekarang tepatnya pada pukul 08:12 am, kau resmi menjadi kekasihku. Aku menerimamu." ujar Chanyeol dengan senyum penuh kemenangan. Dengan kepercayaan diri setinggi langit ia mengatakan itu tanpa rasa malu sambil memperlihatkan deretan gigi putihnya secara penuh.

"Kekasih? Bagaimana bisa? Aku bahkan tidak mengatakan apapun!!" protes Minjung.

"Sudahlah. Kau harus bersyukur karena aku menerimamu." Chanyeol melajukan kembali mobilnya ke jalanan. Ia terus saja mengumbar senyum kemenangannya.

"Kekasih resmi apanya? Itu keputusan yang tidak sah. Itu ilegal. Dia benar-benar sudah gila. Aku juga bisa gila karenanya. Sebenarnya siapa disini yang bodoh?" Minjung terus bergumam tidak jelas.


"Hey!! Kau salah. Harusnya kita kearah sana! Kenapa kau berbelok kearah sini! Kampus kita disana!"

"Diamlah. Pengemudi yang menentukan kemana arahnya."

"Mana boleh seperti itu?!" kesal Minjung.

"Aku pemilik mobil. Aku yang berkuasa. Apa kau ingin turun disini? Dengan senang hati aku akan mengabulkanya."

"Aku ini kekasihmu!! Mana boleh kau seperti itu?!" tanpa sadar Minjung mengucapkan sesuatu yang tidak seharusnya. Minjung langsung memukul mulutnya dan menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Ia benar-benar sangat malu. Harga dirinya telah turun secara drastis dihadapan Chanyeol.

"Apa kau bilang? Kekasih? Ahh.. Aku lupa. Mianhae, chagi-ah." ujar Chanyeol sambil melirik kearah Minjung yang sedang menunduk merutuki kebodohannya.

Chanyeol menepikan mobilnya di sekitar daerah Hongdae. Mereka berjalan-jalan layaknya sepasang kekasih. Minjung hanya mengikuti langkah Chanyeol tanpa berniat untuk bertanya apa tujuan mereka pergi kesana. Ia enggan sekedar hanya untuk membuka suara.

"Apa kau ingin membeli sesuatu?"

"Tidak."

"Hey! Tak usah bersikap seperti itu. Aku tidak ingin menjadi beban. Sungguh." Chanyeol mencoba mensejajarkan langkah kakinya dengan Minjung. Karena sejak tadi Minjung selalu tertunduk dan berjalan dibelakangnya saja.

"Baiklah." Minjung tersenyum. Dalam sekejap sifat cerianya kembali. Ia berlari-lari kecil disamping Chanyeol. Tentu saja Chanyeol tersenyum melihatnya.


"Menurutmu bagaimana dengan yang ini?" Minjung menunjukkan sepasang gantungan ponsel berbentuk boneka beruang dengan ukuran mini.

"Ini untukku." gantungan beruang kecil dengan memakai pita pink di kepala sambil memegang sebuah bintang.

"Ini untukmu." gantungan beruang kecil dengan memakai pita hitam di leher sambil memegang sebuah gitar.

"Itu bagus. Tetapi sebaiknya sesuatu yang lain saja." Minjung sedikit kecewa mendengar jawaban Chanyeol. Ia meletakkan kembali gantungan ponsel itu lalu melangkah pergi ke toko lain.

Minjung tersenyum dan menatap ponselnya.

"Apa kau senang?"

"Tentu." ternyata Chanyeol membelikan sepasang gantungan ponsel itu. Mereka menukar miliknya masing-masing. Chanyeol memakai gantungan beruang wanita dan begitu sebaliknya.

Mereka terus berkeliling dari toko satu ke yang lainnya. Mulai dari kaca mata sampai tas mereka telah coba dengan berbagai gaya yang aneh. Setelah hari cukup siang, sinar mentari pun semakin terik, rasa lapar mulai menghalangi mereka untuk terus berkeliling.

Mereka memutuskan untuk mengisi perut mereka dengan berbagai makanan yang tersedia di salah satu kedai dipinggir jalan. Jalanan tersebut belum cukup ramai, biasanya jika dimalam hari jalanan ini akan sangat ramai dan penuh dengan berbagai lampu yang menerangi disepanjang jalan.

Mereka memutuskan untuk membeli sepasang topi dan sepatu. Minjung terus memainkan kakinya yang sedang memakai sepatu baru selagi menunggu pesanan datang.

"Apa kau tahu? Aku dengar jika seorang pria memberi sepatu pada kekasihnya, maka mereka tidak lama lagi akan berpisah."

"Benarkah?" Chanyeol mencoba menanggapinya dengan serius. Minjung mengangguk membenarkan pertanyaan Chanyeol.

"Jika benar seperti itu, aku tidak jadi memberikannya padamu. Kau harus membelinya. Bagaimana jika kau yang membayar semua makanan ini." Chanyeol menunjuk semua makanan di meja yang telah mereka pesan.

"Seharusnya tadi aku tidak memberitahunya. Aish! Sial!" pikir Minjung menyesalinya. Chanyeol hanya terkekeh melihat Minjung.

Drrt drrt

'Kau dimana? Kenapa tidak masuk kelas? Apa kau sakit?' Eun Mi mengirimi Minjung pesan teks. Ia khawatir karena seharian tidak melihat Minjung dan tidak ada kabar darinya.

'Mianhae,eonni. Aku sedang di luar bersama seseorang.'


Minjung memasuki rumahnya ketika hari sudah cukup sore. Ia melarang Chanyeol mampir ke rumahnya karena nanti bisa pulang larut malam karena ibunya. Minjung merasa sangat lelah hari ini.

Chanyeol yang hendak pergi, mengurungkan niatnya karena melihat Jinseo melalui kaca spion mobilnya. Terlihat Jinseo sedang berdiri mengamati Minjung memasuki apartemennya dari kejauhan. Chanyeol menghampiri Jinseo yang hendak melangkah pergi.

"Kau pasti membenciku 'kan?"

"Tentu. Kau bukan tipeku."

"Maafkan aku, aku akan menjaganya."

"Apa yang kau katakan? Ini belum berakhir. Jagalah dia baik-baik dan jangan membuatnya menangis. Aku bisa merebutnya kapan saja darimu. Kau hanya beruntung, hyung." Jinseo melangkah pergi.

"Aku pulang!!" ujar Minjung ketika memasuki ruang tamu.

"Kau baru pulang? Duduklah." suruh ibunya sambil meraih tangan Minjung yang hendak pergi.

"Aku lelah bu. Aku ingin istirahat." Minjung melangkah pergi dengan raut wajah kelelahan. Baru saja ia melangkah, ibunya langsung berdiri dan memukul kepalanya pelan.

"Yak!! Eomma! Apa salah__" Minjung terkejut melihat seorang gadis cantik tengah duduk memperhatikannya. Ia tidak menyadari ada seorang tamu. Pantas saja ibunya memukulnya, karena ia bersikap tidak sopan lagi.

Minjung lantas merapihkan rambutnya dan membungkuk sopan pada gadis cantik itu. Gadis cantik itu tersenyum melihat tingkah Minjung yang menurutnya lucu.

"Dasar gadis tidak sopan! Duduk!" bisik ibu Minjung sambil tersenyum kearah tamu. Minjung pun menuruti apa yang ibunya katakan walaupun ia ingin segera berbaring di kasur empuknya. Jiyoung yang duduk disebelah tamu hanya menggeleng melihat kejadian tadi. Baginya, itu sudah menjadi hal yang biasa.

"Maaf atas ketidaksopanannya. Dia memang seperti itu." Minjung hanya menunduk dan sedikit kesal mendengar penuturan ibunya.

"Tidak apa-apa. Dia cantik dan sangat lucu." gadis itu tersenyum tulus kearah Minjung. Minjung mendongak dan tersenyum.

"Dia adikmu?" gadis itu berbisik pada Jiyoung. Jiyoung mengangguk membenarkan.

"Walaupun aku ingin berbincang denganmu, tetapi kau terlihat sangat lelah. Bergegaslah mandi lalu istirahat. Lain waktu jika kau berkenan, mari kita bertemu untuk sedikit berbincang."

"Tentu eonni. Senang bertemu denganmu." Minjung membungkuk lalu berlari menuju kamarnya.

Tak lama kemudian,tamu itu pamit untuk pulang karena hari semakin sore. Jiyoung pergi untuk mengantarkan gadis itu pulang. Sepertinya gadis cantik itu adalah kekasih Jiyoung.


Dentingan sendok dan garpu cukup bergema di ruang makan keluarga Minjung.

"Oppa, siapa gadis cantik itu?" Minjung membuka suara.

"Dia kekasih oppa." Jiyoung menjawab dengan santai tanpa mengalihkan pandangan dari makanannya.

"Benarkah? Seharusnya eonni itu berpikir ribuan kali untuk menerimamu sebagai kekasihnya." ucapan Minjung itu mendapat tatapan tajam dari kakak dan juga ibunya. Lagi-lagi ia bersikap tidak sopan.

"Hehe. Aku bercanda. Jangan serius seperti itu." Minjung terkekeh kecil sambil memasukan sesendok nasi kedalam mulutnya.

"Oppa, siapa nama eonni itu?"

"Dia Yoora. Park Yoora."

"Nama yang cantik." Minjung tersenyum. Ia tidak tahu bahwa Park Yoora adalah kakak perempuan Chanyeol.

"Apa kau menyukainya? Aku akan melamarnya minggu depan."

"Wahh~ kau laki-laki sejati, oppa. Aku sangat menyukainya. Dia cantik dan juga baik padaku." Minjung memukul lengan Jiyoung pelan sambil mengangkat kedua jempol tangannya dan tersenyum.


"Bagaimana jika kita jalan-jalan hari ini?" Minjung mencoba untuk merayu Eun Mi yang sedang marah padanya karena kemarin. Ia terus merajuk pada Eun Mi agar memaafkannya. Segala cara telah Minjung lakukan termasuk aegyo anehnya, tetapi Eun Mi tetap saja tak bergeming dan terus mengabaikannya. Eun Mi terus membaca buku tanpa berniat untuk menanggapi perkataan Minjung.

"Ayolah, eonni.. Maafkan aku? Jangan mengabaikanku seperti ini terus."

"Pergi saja bersama sahabat barumu itu. Kau tidak membutuhkanku lagi. Pergi." Eun Mi salah paham pada Minjung rupanya. Ia beranggapan Minjung telah membuangnya karena menemukan yang baru untuk menggantikannya. Minjung tersenyum. Sahabatnya yang satu ini ternyata lebih kekanak-kanakan daripada dirinya.

"Kemarin aku pergi bukan bersama seorang teman. Tetapi, seorang kekasih." bisik Minjung pelan dan merasa geli akan ucapannya barusan.

"Kekasih?! Siapa? Siapa dia?!" ujar Eun Mi antusias.

"Rahasia." Minjung tersenyum dan langsung beranjak pergi.

"Yak!! Siapa? Siapa dia?!" Eun Mi mengejar Minjung untuk meminta jawaban. Minjung terus berlari dan tanpa sengaja ia menabrak seseorang. Lebih tepatnya orang itu lah yang sengaja menyenggol Minjung sampai terjatuh. Orang itu melangkah pergi begitu saja tanpa mencoba untuk membantu Minjung berdiri atau sekedar meminta maaf.

"Kau baik-baik saja?" Minjung mendongak karena seseorang mengulurkan tangan padanya.

"Yoonjin? Aku baik-baik saja." Minjung lantas berdiri dan tersenyum.

"Minjung, kau baik-baik saja?" Eun Mi menghampiri Minjung dan langsung memeriksa keadaannya. Eun Mi melihat telapak tangan Minjung berdarah dan panik seketika. Namun Minjung mengatakan ia baik-baik saja. Itu hanya luka kecil yang tak perlu dikhawatirkan. Eun Mi bernapas lega karena hanya luka kecil dan tak ada luka lain.

"Eonni, perkenalkan dia temanku, Yoonjin."

"Anyeonghaseyo, Sung Eun Mi-imnida."

"Yoon Jinseo-imnida." mereka berjabat tangan.

"Dia Jinseo. Bukan Yoonjin." bisik Eun Mi.

"Sama saja."

Jinseo tersenyum. Minjung selalu memanggilnya Yoonjin. Berbeda dengan orang lain bahkan dirinya sendiri yang memanggilnya Jinseo.

Eun Mi duduk disebuah bangku taman sambil memainkan ponselnya. Sedangkan Minjung, ia tengah membeli deobbeoki dan beberapa minuman di seberang jalan. Minjung sedang berdiri di tepi jalan menunggu lampu jalan berubah warna agar ia bisa menyebrang. Ia menjinjing dua buah plastik berisi makanan yang baru saja ia beli dan bersiap untuk menyebrang jalan.

Jalanan yang cukup sepi membuat Minjung leluasa untuk menyebrang. Minjung tersenyum dan melambaikan tangannya melihat Eun Mi menoleh kearahnya.

Tiiittt Ttiiiitt

Sebuah sepeda motor melaju dengan kecepatan tinggi dan hampir saja menabrak Minjung. Minjung sangat terkejut. Eun Mi yang melihat kejadian itu langsung berdiri.

"Kau baik-baik saja?" Minjung memberanikan diri membuka matanya karena mendengar suara seseorang. Ia terkesiap dan langsung memeluk Chanyeol yang berada di hadapannya. Minjung bergetar, ia sangat ketakutan.

"Tenanglah. Semua baik-baik saja."

"A-aku takut. Chanyeol-ah.."

"Tidak apa-apa. Tenanglah."

~

"Apa kau sakit? Sebaiknya kau pulang saja. Istirahatlah di rumah."

Chanyeol duduk di samping Minjung yang sedang terbaring lemah di ruang UKS. Minjung tiba-tiba saja pingsan saat sedang berlatih vokal untuk pertunjukan besok. Akhir-akhir ini Minjung sering sekali pingsan secara tiba-tiba dan mengalami sakit kepala yang luar biasa. Kejadian demi kejadian aneh terus terjadi padanya, sepertinya ada seseorang yang berusaha untuk mencelakai Minjung.

"Aku baik-baik saja. Aku harus berlatih untuk pertunjukan besok." Minjung terus memaksakan diri untuk berlatih dan terus tersenyum. Chanyeol yang memahami keadaan Minjung, tidak ingin membuatnya semakin parah. Ia menggenggam tangan Minjung yang sedang diinfus dan memohon agar Minjung mengundurkan diri dari pertunjukan besok. Namun Minjung menolaknya dengan berbagai alasan

Chanyeol melangkah pergi untuk menemui kakaknya. Setibanya Chanyeol di sebuah kafe, ia langsung mencari sosok kakaknya dan menghampirinya. Chanyeol terkejut karena Jiyoung sedang bersama kakaknya. Ia duduk dan menunggu penjelasan dari kakaknya.

"Bukankah kau dulu asisten Minjung? Jadi, kau adik Yoora?"

"Kalian sudah saling kenal?" Yoora menoleh kearah Chanyeol dan Jiyoung bergantian dengan ekspresi terkejut. Dua lelaki itu mengangguk membenarkan.

"Dia kekasihku. Bagaimana menurutmu?" tanya Yoora pada adiknya, ketika Jiyoung sudah pergi dari sana karena harus melihat keadaan Minjung.

Chanyeol terkejut. Ia sampai tersedak minumannya mendengar penuturan kakaknya.

"Kekasih?"

"Iya. Dia bahkan sudah melamarku. Lihatlah." Yoora menunjukan sebuah cincin yang melingkar di jari manisnya.

DEG!!

Chanyeol merasa ada sebuah bom yang menghantam jantungnya. Dunia begitu sempit pikirnya. Kakaknya berpacaran dengan kakak Minjung, sementara dirinya juga berpacaran dengan Minjung. Bagaimana bisa semua ini terjadi?

Minjung terbaring lemah di kamarnya. Ia semakin terlihat pucat dan tubuhnya terlihat sangat kurus. Ibu Minjung terus menangis melihat keadaan anaknya. Minjung terus menolak untuk berobat ke rumah sakit, ia mengatakan jika ia baik-baik saja dan hanya kelelahan, dengan istirahat beberapa jam kesehatanya pasti akan kembali pulih.

Sinar mentari melalui celah jendela membangunkan Minjung yang sedang terlelap. Ibu Minjung menghampirinya dengan membawa nampan berisi semangku bubur hangat. Namun, Minjung yang tak berselera untuk makan tentu langsung menolaknya. Ibu Minjung yang khawatir melihat Minjung yang semakin kurus memaksa agar Minjung makan, setidaknya ada sesendok bubur yang mengisi perutnya.

Baru saja sesendok bubur yang masuk kedalam mulutnya, Minjung langsung memuntahkannya begitu saja. Perutnya terasa sangat mual dan tidak mau menerima apapun untuk masuk. Itu membuat Minjung merasa semakin lemas.

"Nak, kita harus ke rumah sakit. Keadaanmu semakin parah. Ibu sangat mengkhawatirkanmu."

"Tidak bu. Aku tidak apa-apa."

Lagi-lagi Minjung memaksakan diri untuk tersenyum. Ibu Minjung langsung pergi keluar dan menutup pintu kamar Minjung. Di balik pintu itu, beliau menangis.

Minjung meraih ponselnya. Sudah tiga hari tidak ada kabar dari Chanyeol. Ketika ia tidak mengikuti pertunjukan musik itu, Chanyeol tidak datang untuk sekedar menemuinya, bahkan mengirim pesan pun tidak. Minjung menjadi khawatir akan Chanyeol. Sudah begitu banyak pesan dan panggilan untuk menghubungi Chanyeol. Namun tidak ada satu pun balasan dari Chanyeol. Ia bahkan tidak mengangkat panggilan Minjung. Minjung hanya ingin mengetahui bagaimana keadaan Chanyeol sekarang.

"Kau sedang apa? Aku sangat merindukanmu." gumam Minjung.


Minjung memaksakan diri untuk pergi ke kampus, tujuannya bukan untuk belajar melainkan hanya untuk melihat Chanyeol. Keadaannya sudah membaik namun wajah pucat masih sangat jelas terlihat.

"Minjung-ah, kau baik-baik saja?" sapa Eun Mi.

"Tentu,eonni."

"Maaf,aku tidak sempat menjengukmu." sesal Eun Mi. Minjung tersenyum.

"Tak apa. Eonni,apa kau melihat Park Seonsaengnim?"

"Tidak. Sama sepertimu, dia juga tidak masuk dalam beberapa hari ini."

"Kenapa? Apa dia sakit?" Minjung benar-benar menjadi khawatir mendengar penuturan Eun Mi.

"Aku tidak tahu. Memangnya ada apa?"

"Tidak ada. Aku hanya ingin menanyakan sesuatu padanya."

Minjung sedang mencari sebuah buku di perpustakaan. Entah kenapa, ia ingin menulis sebuah lagu. Kilasan balik tentang masa lalu berputar dengan sangat baik dalam ingatannya, termasuk kenangannya bersama kawan lama di panti asuhan tempat tinggalnya dulu sebelum diadopsi oleh keluarga Park. Air mata Minjung menetes begitu saja mengingat kenangan masa lalunya. Panti asuhan itu sudah rata dengan tanah sekarang, bangunan itu digusur entah kapan, Minjung pun tak tahu. Ia kehilangan kontak dengan ibu panti yang telah merawatnya. Terakhir ia menemuinya pada saat bersama Chanyeol. Semua kenangan itu, ia tulis dalam sebuah lirik lagu.

Air matanya terus mengalir. Mengingat ia hanya seorang diri sekarang. Minjung membuka lembar buku lagu dimana llirik lagu tersebut ia buat bersama Chanyeol. Ia tersenyum mengingat kenangannya bersama Chanyeol.

Tes!!

Air matanya jatuh membasahi lembar buku lagu itu. Entah kenapa, mengingat kebersamaannya bersama Chanyeol, membuat hatinya terasa sangat sakit.

"Chanyeol-ah, kau dimana?"

Chanyeol sedang berbaring di kamarnya sambil memandang sebuah foto dirinya dengan Minjung yang sedang tersenyum kearah kamera.

Flashback.

Chanyeol dan Minjung sedang berkencan dengan berjalan di sebuah taman melihat bunga cherry yang mulai berguguran. Mereka saling melepar senyum satu-sama lain. Suasana romantis tercipta dengan adanya kelopak bunga yang berjatuhan diterpa angin. Sungguh indah.

"Ayo kita mengambil gambar!!"


"Haruskah?" Minjung mengangguk mengiyakan.

"Wajahmu akan terlihat jelek dari sudut mana pun. Kau yakin ingin berfoto?" ledek Chanyeol.

Mereka berpose dengan sangat baik ditambah dengan pemandangan yang sangat mengagumkan. Hasil gambar yang sempurna.

Flashback end.

"Chanyeol-ah.. Kau harus makan. Sudah tiga hari ini,kau tidak makan dan terus berbaring. Apa kau sakit?" ujar ibu Chanyeol di balik pintu. Yoora menghampiri ibunya.

"Bu, dia belum keluar kamar juga?" ibu menggeleng menanggapi pertanyaan Yoora dengan raut wajah sedih.

Tok tok tok.

"Chanyeol-ah.. Keluarlah. Kau harus makan. Apa kau sakit?" Chanyeol tetap diam tak bergeming. Tatapan matanya juga kosong. Ia tampak sangat menderita dan tidak tahu apa yang harus ia lakukan.

"Chanyeol-ah, kau kenapa,eoh? Kami sangat mengkhawatirkanmu." lirih Yoora mencoba membujuk Chanyeol agar mau terbuka padanya.


Chanyeol membuka pintu. Keadaannya sangat berantakan, bahkan sangat kacau. Ibu Chanyeol langsung memeluk dan menangis melihat keadaan anaknya yang seperti itu. Yoora mencoba untuk bersikap setenang mungkin,ia menahan tangisnya.

"Kau, kenapa seperti ini? Tidak mau makan dan mengurung diri kamar. Apa kau sakit?" Chanyeol tak menjawab, ia justru memasang wajah dingin dengan tatapan kosong. Paman CEO yang mengerti apa yang terjadi,tak bisa melakukan apa-apa. Ia hanya bisa melihat Chanyeol dari jauh dan menangis dalam diam. Ini semua diluar kendalinya.

~White Rose~

Jumat, 03 Juli 2015

FANFICTION PARK CHANYEOL: Because of you... White Rose Chapter 9

Title: Because of you.. 'White Rose'
By : IpoNovi23
PG-15 | Sad & Romance | Chaptered | Park Chanyeol & Park Minjung (OC)


#Chapter 9


Selamat membaca^^



JiYoung memperhatikan MinJung belakangan ini. Adiknya itu terlihat murung dan tidak mudah tersenyum seperti dulu lagi. Ia melangkah menghampiri kamar MinJung dan hendak mengetuk pintu kamarnya,namun ia mengurungkan niatnya begitu mendengar suara isakan tangis adiknya.

Min Jung meraih ponselnya dan mengetik sebuah pesan teks.
'Maaf'

Send.

Drrtt..drtt..

Chanyeol membaca pesan teks yang dikirim MinJung. Ia tersenyum dan langsung membalas pesan itu.
'Tak apa. Apa kau baik-baik saja?'

Bukannya membalas,MinJung justru semakin terisak membaca pesan balasan dari Chanyeol.

Chanyeol terus saja memegangi ponselnya sambil terus mondar mandir. Namun,sudah lebih dari dua jam sejak ia membalas pesan itu,tidak ada lagi balasan dari MinJung. Ia memutuskan untuk tidur,tetapi matanya sulit sekali untuk terpejam.

"Aish!! Apa yang harus aku lakukan?" Chanyeol mengacak rambutnya dan hendak membanting ponselnya.

Drrtt..drrtt.
Ponselnya bergetar yang membuatnya mengurungkan niat untuk membantingnya.
'Aku baik-baik saja.'

Chanyeol tersenyum.

~

Jiyoung menyantap roti isi sebagai menu sarapannya pagi ini. Ia mengalihkan pandangannya dan menatap heran kearah Minjung yang sedang melangkah menghampirinya.

"Hey!! Kenapa kau mengenakan jas hujan? Diluarkan tidak sedang turun hujan."

"Oppa.. Kau harus berhati-hati. Cuaca sekarang sulit untuk diprediksi!!"

"Ck! Orang lain akan menganggapmu gila."

"Aku tidak memperdulikan orang lain." MinJung duduk di salah satu kursi meja makan. Ia tidak ingin berdebat dengan Ji Young pagi ini. Sudah sangat sesak baginya mendengar begitu banyak kata yang tidak ingin ia dengar.

"Siapa yang sedang ulang tahun? Kenapa ibu memasak sup rumput laut hari ini?" Min Jung merasa heran karena biasanya ibu hanya akan memasak sup rumput laut jika ada yang sedang berulang tahun saja.

"Gadis bodoh. Kau melupakan tanggal lahirmu sendiri?" ibu yang kesal memukul kepala MinJung. JiYoung hanya terkekeh melihatnya.

"Aku? Hari ini? Benarkah? Kenapa aku bisa melupakannya? Mana hadiah untukku?" MinJung menengadahkan kedua tangannya. Ibu dan kakaknya justru kompak menggelengkan kepala mereka.

"Tidak ada??!"

"Ini.. Sup rumput laut untukmu sebagai hadiah dari ibu." ibu menyodorkan semangkuk besar sup rumput laut dengan senyuman terbaiknya.

"Ini.. Minumlah. Itu.. Hadiah dari kakak." JiYoung hanya menghadiahkan segelas air putih untuk MinJung.

"YAK!!! Kalian__" belum selesai MinJung menyelesaikan perkataannya,mereka sudah berlari menjauhi MinJung sambil tertawa penuh kemenangan. Pagi ini diawali dengan aksi kejar-kejaran.


Baru saja Minjung melangkah memasuki kelasnya, Eun Mi langsung menyambut kedatangannya.

"Saengil Chukkae Minjung-ah!!"

"Terima kasih Eonni." Minjung terharu karena Eun Mi sahabatnya mengingat hari ulang tahunnya.

Ketika dua gadis itu sedang merayakan hari ulang tahun Minjung,seseorang berjalan menghampiri mereka tanpa memperdulikan keadaan.

"Park Minjung-ssi, ikut aku ke ruangan."

"Aish! Menyebalkan!!" gerutu Minjung.

"Sudahlah. Kau turuti saja Park Seonsaengnim." Eun Mi mencoba bersikap bijak dan menepuk pundak Minjung.

"Baiklah."

Minjung membuka pintu ruangan Chanyeol dengan malas. Ia berjalan masuk begitu saja.

"Ada apa?"
"Apa kau tidak bisa bersikap sopan? Ketuk pintu dan meminta izin masuk pun kau tak bisa?" sindir Chanyeol. Ia heran, kenapa Minjung berubah begitu banyak?

"Apa?! Kenapa kau sekarang sangat menyebalkan?!" gerutu Minjung.

"Kenapa kau sekarang bersikap seperti ini?!" Chanyeol menaikkan nada bicaranya. Minjung sempat takut mendengarnya,ia tidak menyangka Chanyeol akan membentaknya seperti itu.

Chanyeol menghela napas panjang. Menstabilkan emosi yang meluap-luap dalam dirinya.

"Kau harus belajar dengan benar. Jika kau tidak bisa mengikuti kelas dengan baik,datanglah ke ruanganku dan belajarlah disini." ujar Chanyeol sehalus mungkin. Ada sebuah harapan dikalimat yang ia ucapkan.

"Tidak perlu. Terima kasih seonsaengnim." Minjung membungkuk sopan dan melangkah pergi namun Chanyeol menahannya.

"Aku mohon.. Pikirkan lagi." Minjung menepis lengan Chanyeol. Chanyeol hanya bisa menghela napas melihat Minjung menghilang di balik pintu.

~

Kelas telah selesai. Ini saatnya melanjutkan perayaan yang sempat terhenti. Eun Mi menggandeng tangan Minjung, ia berbicara banyak hal. Namun Minjung hanya menatap lurus dengan tatapan kosong.

"Eonni,kita perginya besok saja. Aku harus pergi. Sampai jumpa." Minjung melepas tangan Eun Mi yang menggandenganya dan berlari meninggalkan Eun Mi yang berdecak kesal atas keputusannya.

Minjung sampai di depan pintu ruangan Chanyeol. Ia tampak sedang menimbang-nimbang akan keputusannya. Chanyeol yang hendak membuka pintu mengurungkan niatnya ketika melihat seseorang yang ia kenal sedang berdiri di balik pintu. Chanyeol bergegas duduk dan mulai berakting. Ia tampak sedang sibuk dengan beberapa dokumen. Seulas senyuman terukir disudut bibirnya.

Tok tok tok~

"Masuk."

Setelah diberi izin, Minjung pun melangkah masuk.

"Anyeonghaseyo,seonsaengnim."

"Ada apa?" ujar Chanyeol tanpa mengalihkan pandangannya.

"Apa kau sedang sibuk?" Minjung melihat beberapa dokumen diatas meja Chanyeol.

Mendengar itu, Chanyeol langsung menutup dan membereskan dokumen yang sengaja ia buat berantakan.

"Tidak." Chanyeol menatap Minjung datar.

"Ada apa?"

"Begini.. Aku..aku kesini untuk..untuk.."

"Untuk apa?"

"Untuk belajar. Bisakah?"

"Aku rasa.. Bisa." Mereka tersenyum.


Satu jam berlalu. Semakin lama,Minjung merasa bosan. Karena terus saja mendengar penjelasan Chanyeol yang tak ada habisnya. Setidaknya ada kemauan. Itu tidak buruk bukan?

Minjung hanya mengotak-atik pena yang ia pegang. Tanpa memperhatikan penjelasan yang Chanyeol katakan. Sementara Chanyeol,ia terus saja berbicara tanpa lelah. Minjung menemukan sebuah pena terdapat sinar laser di ujung pena tersebut di atas meja. Ia mengendap-endap mengambil pena tersebut.

Muncul ide jail di otak kecilnya. Ditekannya tombol itu untuk menyalakan sinar lasernya. Minjung tersenyum. Ia mengarahkan sinar laser itu ke wajah Chanyeol. Ia tertawa kecil. Chanyeol yang menyadarinya lantas menatap Minjung tajam. Minjung langsung menyembunyikan pena itu,takut jika Chanyeol akan mengambilnya. Ia menunduk sebagai tanda menyesal.

Chanyeol kembali menjelaskan materi pokok tentang musik. Bukannya takut dan merasa menyesal, Minjung justru mengulangi perbuatannya. Sinar laser itu berputar di wajah Chanyeol. Chanyeol berusaha sabar,tetapi Minjung tak kunjung berhenti dan justru tertawa.

Chanyeol meletakkan buku yang sedang ia pegang dengan sedikit membantingnya ke atas meja. Minjung langsung menutup mulut untuk berhenti tertawa. Ia menunduk dan menyembunyika pena itu. Minjung merasa sedikit takut.

"Berikan pena itu padaku." Chanyeol mengulurkan tangannya. Minjung melirik tangan Chanyeol sekilas. Dengan mengerucutkan bibirnya, Minjung memberikan pena itu kepada Chanyeol.

"Maaf.."lirih Minjung masih menunduk.
Chanyeol tersenyum tanpa sepengetahuan Minjung.

"Kau perhatikan saja aku." Minjung terkejut dengan penuturan Chanyeol barusan. Ia mendongakkan kepalanya dan menatap Chanyeol.

"Maksudku.. Perhatikan penjelasanku." seperkian detik Chanyeol meralat ucapannya.

"Aku bosan. Sampai kapan kau akan berbicara? Aku lapar!!" lirih Minjung yang berubah menjadi sebuah protes.

"Baiklah. Kau ingin makan apa?"

"Jjajangmyun!!"

Mereka tengah duduk di sebuah kedai mie. Dua mangkuk jjajangmyun dan dua gelas bubble tea berada tepat disamping Chanyeol. Minjung yang merasa sangat lapar mencoba untuk mengambilnya,namun Chanyeol menahannya.

"Aku sudah lapar." Minjung meraba perut datarnya yang kelaparan.

"Kau harus belajar dengan benar. Dengan bersungguh-sungguh. Janji?" Chanyeol mengulurkan jari kelingkingnya kearah Minjung. Minjung tersenyum dan langsung melingkarkan jari telunjuknya.

"Aku janji. Berikan itu padaku."

Chanyeol memberikan semangkuk jjajangmyun kepada Minjung seraya tersenyum. Minjung menerima itu dengan senang hati. Minjung dengan semangat memisahkan sumpit yang saling menepel. Namun naas, karena begitu tergesa-gesa, alhasil sumpit itu tidak terpisah dengan sempurna. Minjung berdecak kesal karena sumpitnya tidak bisa terpakai. Lalu bagaimana ia bisa memakan jjajangmyun itu?

"Kenapa?"

"Sumpitku.."

"Kau ini!! Tidak bisa melakukan sesuatu dengan benar."
Minjung menatap jjajangmyun itu.

"Ini. Pakailah." Chanyeol memberikan satu bagian sumpitnya pada Minjung.

"Satu sumpit lebih baik. Daripada hanya menatapnya saja."

"Kau benar." Minjung meraih sumpit itu dan melahap jjajangmyun yang ia rindukan.
Mereka saling menoleh dan tersenyum.


Bintang bertaburan di langit malam. Angin berhembus menerpa kedua wajah yang sedang berbaring di tengah-tengah rumput hijau yang sangat luas. Chanyeol dan Minjung menatap bintang yang bersinar, mereka hanya terdiam mengagumi ciptaan Tuhan yang begitu indah.

Seperti keajaiban, sebuah bintang jatuh tepat ketika Minjung mengangkat tangannya seakan-akan meraih bintang itu. Minjung langsung terkesiap dan mengucapkan permohonannya. Ia menggenggam tangannya dan menutup matanya, berharap permohonannya dapat terkabul melalui bintang jatuh itu.

"Apa yang kau lakukan?"

"Kau tidak lihat? Baru saja sebuah bintang jatuh. Buatlah permohonan. Cepat!!" Minjung memaksa Chanyeol untuk membuat permohonan, karena sebuah bintang jatuh adalah keajaiban. Minjung percaya, permohonannya juga akan terkabul seperti sebuah keajaiban.

"Apa permohonanmu?"

"Rahasia." Minjung tersenyum.

"Lalu, apa permohonanmu?" Tanya Minjung balik. Sepertinya ia juga penasaran apa yang menjadi harapan Chanyeol. Chanyeol menoleh.

"Rahasia." ujarnya cuek. Ia kembali menatap bintang di langit. Terukir sebuah senyum di sudut bibirnya.

"Ck! Kau bahkan menyalin ucapanku." sindir Minjung sambil menyenggol lengan Chanyeol pelan.

Diam. Cukup lama mereka terdiam. Duduk berdampingan dan menatap bintang tanpa memperdulikan lehernya yang mulai terasa pegal.

"Kau ingin mendengar permohonanku?" ujar Chanyeol memecahkan keheningan yang tercipta. Minjung menoleh dan mengerutkan kening.

"Tadi kau mengatakan itu sebuah rahasia."

"Aku hanya ingin kau mendengarnya. Aku tidak berharap kau mengetahuinya."

Minjung semakin bingung. Ia tidak mengerti apa yang baru saja Chanyeol katakan. Ia berusaha mencerna setiap katanya, namun tetap saja tidak bisa dimengerti olehnya. Chanyeol menoleh. Mereka saling menatap.

"Aku berharap kau menyukaiku."

Deg!!

Minjung membulatkan matanya. Ia sangat terkejut atas pengakuan Chanyeol barusan. Bahkan ia lupa untuk bernapas. Minjung hanya diam tak bergeming. Chanyeol beranjak berdiri.

"Ayo kita pulang! Ini sudah terlaru larut."

Chanyeol melangkah pergi, sementara Minjung masih setia dalam posisinya. Minjung berusaha mengerjap-ngerjapkan matanya untuk kembali tersadar.

"Kau tidak ingin pulang?"

Minjung berlari menghampiri Chanyeol. Ia ingin bertanya apa maksud penuturan Chanyeol barusan, tetapi bagaimana caranya ia bertanya? Sementara ia saja tidak tahu apa yang harus ia katakan. Minjung hanya menunduk dan berjalan mengekori Chanyeol.

"Hey! Cepatlah. Kenapa kau lamban sekali?"

Mereka berjalan berdampingan sampai tepat di depan apartemen Minjung.

"Terima kasih. Sampai jumpa." Minjung membungkuk dan melangkah pergi. Namun, Chanyeol menahannya. Minjung menoleh.

"Ada apa?"

"Saengil Chukkae. Ini untukmu."

Mereka saling melempar senyum kikuk.

Minjung tengah berbaring di kasur empuknya sambil memegang sebuah kotak kecil yang masih terbungkus rapi. Ia terus menatap kotak itu sambil membolak-baliknya. Minjung beranjak dan mengubah posisinya menjadi duduk dengan kaki menyilang. Ia memutuskan untuk membuka kotak kecil itu.

"Dia masih mengingat ulang tahunku?"

Setelah kertas yang membungkus kotak kecil itu berhasil dilepas,tampak sebuah kotak perhiasan. Minjung mengernyitkan keningnya. Dengan rasa penasaran yang begitu tinggi,ia membuka kotak kecil itu. Minjung tertegun melihat sebuah gelang dengan bandul kecil berbentuk doraemon. Begitu sederhana bentuknya, tetapi sangat cantik.

"Gelang? Untukku?" Minjung meraih gelang tersebut. Ia tersenyum.

"Terima kasih.. Park seonsaengnim."



Setelah dirasa cukup untuk penjelasan hari ini, Chanyeol dan Minjung memutuskan untuk mengisi perut mereka di kantin. Dengan sedikit perbincangan,mereka tertawa bersama yang membuat perut mereka terasa sakit dan mengabaikan rasa lapar.

Menyenangkan. Begitulah yang sedang Minjung rasakan saat ini. Ia sangat bersemangat untuk belajar terutama untuk mendengarkan penjelasan Park Seonsaengnim. Mereka terus berjalan beriringan sambil melempar senyum satu sama lain.

"Hyung!!" teriak seseorang menghentikan langkah mereka. Mereka lantas menoleh kearah sumber suara.

"Jinseo?" ujar Chanyeol.

"Yoonjin?" ujar Minjung.

Terlihat Jinseo sedang berlari menghampiri mereka. Minjung tersenyum melihat Jinseo,tapi tidak demikian dengan Chanyeol. Entah kenapa,Chanyeol tidak menginginkan kehadiran Jinseo saat ini.

"Anyeong hyung! Park Minjung-ssi?"

"Anyeong Yoonjin." Minjung mengangkat tangan kanannya.

"Kalian akan pergi? Kalian sedang sibuk?"

"Ya! Tidak!" Chanyeol dan Minjung menjawab berbeda. Minjung menatap bingung kearah Chanyeol.

"Kami akan pergi ke kantin. Tetapi kami tidak sibuk." jelas Minjung.

"Kebetulan. Ayo kita ke kantin!"

"Tidak. Kalian pergi berdua saja. Aku harus mencari Eun Mi." Minjung merasa canggung jika harus pergi bersama mereka. Baginya,tidak nyaman.

"Baiklah. Kajja,hyung!!


Chanyeol lebih memilih duduk dan membiarkan Jinseo yang memesan. Chanyeol melihat Eun Mi yang juga sedang memesan tepat disamping Jinseo. Ia menghampiri Eun Mi.

"Eun Mi?"

"Anyeonghaseyo,seonsaengnim." sapa Eun Mi.

"Eun Mi-ssi, Minjung sedang mencarimu. Tadi ia berada di koridor dekat kelas tari."

"Ya. Terima kasih." Eun Mi membungkuk dan melangkah pergi.

Minjung menuju kelas musik,sesekali ia menoleh mencari sosok Eun Mi.

Brug!!

Punggung Minjung membentur tembok dengan cukup keras. Minjung merintih kesakitan. Ia menoleh dan melihat segerombolan gadis dan sosok Yena dihadapannya sedang menatapnya sinis. Matanya menatap tajam penuh kebencian.

"Apa yang sedang kau lakukan?" bukannya menjawab, Yena justru mendorong Minjung dan menekan pundak kanannya.

"Kau!! Gadis si*lan!! Mantan artis tidak tahu diri. Dan sekarang kau mencoba menggoda Park seonsaengnim? Dasar gadis jal*ng!!"

Setelah perkataan kasar Yena terlontar, orang-orang yang merupakan sekutu Yena melempari Minjung dengan telur. Tidak hanya telur,tetapi juga tepung dan susu kotak,mereka lemparkan begitu saja. Tanpa rasa kasihan mereka menertawakan Minjung dan terus melemparinya. Rambut dan seluruh badan Minjung sangat kotor. Minjung hanya bisa terisak dan terus mencoba menghindari yang mereka lemparkan.

Ingin rasanya ia memberontak,tetapi melihat begitu banyak orang yang melemparinya, ia tidak bisa berbuat banyak. Ini semua tidak adil baginya. Semakin Minjung terisak mereka semakin menertawakan Minjung.

"Kudengar belum lama ini kau berulang tahun? Saengil chukkae, Minjung-ah.." Yena tersenyum sinis. Minjung tersenyum. Sungguh, Minjung terlihat seperti gadis bodoh. Eun Mi menghentikan langkahnya ketika melihat Minjung diperlakukan seperti itu.

"Satu lagi kejutan untukmu." Yena mengangkat seember air yang telah ia siapkan. Semua orang yang melihat kejadian itu hanya diam, seolah buta dan tuli. Mereka semua tidak bisa menghentikan Yena karena ia adalah anak pemilik gedung Universitas itu.

Byarrrr!!

Dalam sekejap, Yena tumpahkan air di dalam ember itu pada Minjung. Semua menatap kearah Minjung. Minjung yang terkejut membelalakkan matanya sampai bola matanya hampir keluar. Yena menjatuhkan ember yang sedang ia pegang.

Air tersebut tidak membasahi Minjung melainkan Chanyeol. Chanyeol yang melihat Minjung sedang dibully langsung berlari dan memeluknya. Alhasil, Chanyeol lah yang basah kuyup di guyur air seember oleh Yena. Eun Mi tersenyum melihatnya.

"Seonsaengnim?" lirih Yena. Semua sekutu Yena satu persatu pergi meninggalkan Yena sendirian. Jinseo melihat Minjung dari jauh. Ia terlambat.

Chanyeol melepaskan pelukannya dan memegang kedua bahu Minjung. Minjung bergetar ketakutan sambil terisak.

"Kau baik-baik saja?" Minjung semakin terisak. Chanyeol kembali memeluk Minjung dan menepuk-nepuk punggungnya, mencoba untuk menenangkannya. Minjung menangis di pelukan Chanyeol.

Yena yang melihat itu merasa sakit. Ia berlari dan tidak sengaja berpapasan dengan Jinseo. Yena tersenyum sinis.

"Ternyata bukan aku saja yang berjalan di jalan ini. Cukup menyakitkan bukan?" ujarnya pada Jinseo.

"Tidak apa-apa. Tenanglah."

"Aku akan menjagamu. Aku tidak ingin kau terluka.. Minjung-ah." Minjung menjauhkan diri mendengar penuturan Chanyeol. Chanyeol melangkah mendekati Minjung.

"Jangan dekati aku!! Semua ini karenamu!!"

"Karenaku?" Chanyeol bingung.

"Ya! Yena menyukaimu. Karena itu.. Ia berbuat ini padaku. Dia membenciku karenamu!! Dan kau bilang kau akan menjagaku? Jika benar begitu, maka menjauhlah dariku!!" Minjung terus melangkah mundur ketika Chanyeol menghampirinya. Ia menangis.

"Tapi aku tidak menyukainya."

"Dan kau membiarkan Yena terus membenciku dan memperlakukanku seperti ini lagi?!"

"Aku tidak akan membiarkannya melakukan hal ini lagi padamu. Aku janji."

"Baiklah. Kau harus menyukainya mulai sekarang. Bisakah kau berjanji padaku?"

"Aku tidak bisa."

"Sudahlah. Kau hanya harus menjauh dariku." Minjung melangkah pergi.

"Aku menyukaimu." Minjung menghentikan langkahnya. Minjung terdiam dan berusaha untuk mencerna perkataan Chanyeol. Mungkin saja telinganya kemasukan tepung sehingga tidak bisa menangkap suara dengan baik.

"K-kau bercanda 'kan?" Minjung tertawa kikuk sambil memukul pelan lengan Chanyeol.

"Minjung-ah, kau baik-baik saja?" Eun Mi berlari dan memeriksa sekujur tubuh Minjung dengan panik.

Chanyeol melangkah pergi meninggalkan Minjung yang terpaku setengah sadar karena perkataannya. Jinseo terus melihat mereka dari jauh. Ia juga melihat Chanyeol yang tersenyum simpul tanpa sepengetahuan Minjung.

"Bagaimana ini? Eoh!! Kenapa dengan jantungku? Yak!! Berhenti berdetak secepat ini dan kembali normal!! Kau bisa membunuhku! Eonni, bagaimana ini?"

"Kau kenapa,eoh? Apa sangat sakit? Mana yang sakit?"

"Jantungku berdebar."

"Aish!! Kau ini!!" Eun Mi membawa Minjung pulang karena penampilannya sudah sangat kacau.


~White Rose~

FANFICTION PARK CHANYEOL: Because of you... White Rose Chapter 8

Title: Because of you.. 'White Rose'
By : IpoNovi23
PG-15 | Sad & Romance | Chaptered | Park Chanyeol & Park Minjung (OC)


#Chapter 8


Selamat membaca^^



Musim telah berganti. Banyak bunga cherry blossom yang tumbuh di samping jalan mulai bermekaran. Kelopak bunganya mulai berjatuhan di terpa angin di pagi hari. Begitu indah musim semi tahun ini. Banyak orang yang berlalu lalang di sepanjang jalan, padahal hari masih begitu pagi.

MinJung berjalan sendirian dan sesekali mengambil gambar bunga-bunga yang sedang bermekaran itu. Ia kembali ke Seoul, setelah beberapa bulan menetap di Busan. Ia tersenyum sambil berlari-lari kecil menyusuri jalan. Setelah cukup jauh berjalan kaki, ia memutuskan untuk naik bus. MinJung duduk di sebuah halte bus yang akan menjadi tujuannya. Ia mengerak-gerakan kakinya untuk menghilangkan rasa bosan ketika menunggu bus datang. Ia menoleh ke arah sepatu yang ia kenakan, tali sepatunya terlepas dan ia harus mengikatnya kembali. MinJung tersenyum. Kilasan balik ketika Chanyeol memakaikan sepatu itu di kakinya dan mengikat tali sepatunya berputar jelas di memorinya.

Tak lama kemudian, bus tujuannya pun datang. MinJung duduk di salah satu kursi yang kosong. Ia menoleh ke arah jendela. Tepat sebelum bus melaju, seseorang masuk dan duduk tepat di sebelah MinJung. MinJung terus melihat keluar melalui kaca jendela tanpa melihat seseorang yang duduk di sebelahnya sampai bus berhenti. MinJung beranjak dan bersiap untuk turun, namun ia melihat sebuah kertas kecil di sampingnya.


"Senang bisa bertemu lagi denganmu, Park MinJung." gumam MinJung. Ia menyimpan kertas kecil itu kedalam tas yang ia kenakan.

MinJung melangkah menuju toko bunga.

"Permisi, saya mencari bunga mawar putih. Apa ada?" MinJung bertanya pada salah satu pegawai toko disana.

Seorang pria berjas hitam, menoleh ke arah MinJung begitu mendengar suaranya. Chanyeol, pria berjas hitam itu tersontak kaget mendengar suara seseorang yang sedang ia cari. Chanyeol hanya bisa melihat MinJung dari belakang. Wajah MinJung tidak bisa terlihat oleh Chanyeol. Dengan ragu, Chanyeol menyentuh pundak MinJung.

MinJung menoleh ke arah seseorang yang menyentuh pundaknya. MinJung terkejut, ia tidak mengira akan bertemu lagi dengan Chanyeol.

"Chanyeol-ssi?"

"Ada. Ini, noona." pegawai itu menyodorkan sebuket mawar putih pada MinJung.

"Ini tuan, pesanan anda." pegawai lainya memberikan sebuket mawar putih kepada Chanyeol.

~

"MinJung-ssi, apa kabar?"

"Baik. Bagaimana denganmu?"

"Baik." Chanyeol tersenyum.

Mereka memilih untuk mengobrol di sebuah kafe. Tetapi, kecanggungan menyelimuti mereka berdua. Bagaimana tidak? Sudah banyak hal yang terjadi beberapa bulan terakhir ini.

"Aku tidak tahu kau putra dari paman CEO. Maafkan aku."

"Tidak. Justru aku yang harus meminta maaf karena sudah membohongimu. Aku tidak bermaksud__"

"Aku tahu. Paman CEO sudah menjelaskannya padaku." MinJung tersenyum.

"Ayahku? Kapan?"

"Dua hari yang lalu kami bertemu."

Chanyeol merasa dibohongi oleh ayahnya. Setiap ia bertanya dimana keberadaan MinJung, ayahnya selalu menjawab tidak tahu.

"Kau mencariku? Ada apa? Paman CEO yang mengatakanya." MinJung meminum milk shake banananya.

Deg!!

Begitu santainya Minjung bertanya seperti itu tanpa memikirkan akibat dari pertanyaan itu. Chanyeol sampai tersedak oleh minumannya sendiri mendengar itu,lebih parahnya lagi detak jantungnya yang menjadi tidak normal.

"Ti-tidak. Aku hanya__"

"Terima kasih." potong Minjung sambil tersenyum manis.

"Iya?"Chanyeol menoleh ke arah MinJung.

"Terima kasih untuk semuanya, Chanyeol-ssi. Senang bertemu denganmu. Sampai jumpa." MinJung tersenyum. Ia membungkuk lalu melangkah pergi. MinJung harus segara pergi dari sana, jika tidak ia akan mati. Detak jantungnya tidak stabil dan udara terasa begitu kosong. Sesak.

"Berhenti!! Kau tidak boleh seperti ini!! Ku mohon.." MinJung menunjuk ke arah jantungnya yang terus berdebar. Ia berusaha menenangkan diri dengan menarik napas dalam-dalam. Keadaan seperti ini tidak boleh terjadi.

"Baiklah!! Semuanya baik-baik saja." ujar MinJung lalu kembali melangkah. Baru saja MinJung berjalan beberapa langkah, seseorang menahan lengannya.

"Park MinJung-ssi.." MinJung menoleh ke arah sumber suara. Jantungnya kembali berdebar ketika mengetahui seseorang yang menahannya itu adalah Park Chanyeol.

Sial. Chanyeol benar-benar berniat untuk membunuhnya.

"Ada apa?" MinJung berusaha bersikap senormal mungkin.

"Ada yang ingin aku katakan padamu."

"Apa?"

"Sebenarnya.. Aku__"

"Chanyeol Hyung!!" seseorang memanggil Chanyeol dan membuat perkataan Chanyeol terpotong. Chanyeol menoleh kearah seseorang yang memanggilnya.

"Apa?" tanya Minjung karena Chanyeol menggantungkan kalimatnya.

"Tidak. Senang bertemu denganmu. Hati-hati di jalan. Sampai nanti."

MinJung tersenyum. "Ya."
MinJung melangkah pergi.

"Hyung, siapa dia? Pacarmu? Bunga untuk siapa itu?" Yoon JinSeo merangkul Chanyeol.

"Dia Park MinJung. Temanku." Chanyeol melepaskan rangkulan JinSeo lalu melangkah pergi.

"Park MinJung? Namanya sama dengan gadis yang ku sukai." JinSeo mengikuti Chanyeol sambil bergumam.

Chanyeol masuk kedalam mobilnya, JinSeo pun berniat ikut dengan Chanyeol karena mereka searah. Namun, Chanyeol langsung mengunci pintu mobilnya ketika JinSeo akan membukanya. Chanyeol pun bergegas pergi meninggalkan JinSeo.

"Hyung!!! Tunggu!!! Hyung!!!" JinSeo mencoba untuk mengejar Chanyeol, namun sia-sia.

~

Chanyeol dan JinSeo duduk berdampingan di tengah-tengah lapangan basket dengan keringat yang bercucuran di pelipis mereka

"Hyung, aku bertemu dengan gadis itu hari ini."

Tak ada respon dari lawan bicaranya, JinSeo pun menoleh kearah Chanyeol yang sedang melamun, tak bergeming.

"Hyung!!!"

"Ada apa?"

"Aish!!! Tidak ada." JinSeo menenggak habis sebotol air mineral. Kekesalanya sudah mencapai puncak.

"Bagaimana menurutmu, jika kau bertemu lagi dengan cinta pertamamu?"
JinSeo menoleh mendengar penuturan Chanyeol barusan.
"Apa maksudmu? Cinta pertama siapa?"

"Entahlah. Lupakan!!" Chanyeol melangkah pergi meninggalkan JinSeo karena hari mulai gelap.

"Hyung!!! Kau benar-benar menyebalkan!!! Aku membencimu!!" JinSeo berteriak dan membanting bola basket di sampingnya.

Drrtt drrt
MinJung menaruh kembali roti isi yang sedang ia makan. Ia meraih ponselnya yang terus berdering.

"Yeoboseyo?"

"Ini aku, Park Chanyeol. Bisakah kita bertemu hari ini?"

Mengetahui bahwa yang menelpon adalah Chanyeol, MinJung langsung melihat layar ponselnya. Ia mengacak-acak rambutnya. Ibu dan kakaknya hanya bisa menggeleng.


"Maaf,aku terlambat." MinJung masih mengatur napasnya yang tersenggal akibat berlari.

Chanyeol langsung berdiri begitu melihat MinJung datang. Ia mempersilahkan MinJung untuk duduk.

"Tidak apa-apa. Aku ingin mengajakmu ke suatu tempat. Apa kau ada waktu?"

"Kemana? Aku rasa.. Aku bisa. Tempat yang menyenangkan bukan?" MinJung mencoba untuk bersikap seperti dahulu, tanpa rasa canggung. Toh. Mereka berteman dengan baik sebelumnya.

Chanyeol menancap pedal gas mobilnya. Mobil pun melaju ke suatu tempat seperti sebuah pedesaan. Di sana, terlihat sebuah bukit,sawah dan sungai kecil khas pedesaan. Chanyeol pun memberhentikan mobilnya tepat di tanah lapang di samping sebuah panti asuhan. Terlihat pohon besar disana.

MinJung mengerutkan keningnya. Ia ingat tempat itu, tempat di mana masa lalunya dan jati dirinya.

Chanyeol keluar dari mobilnya dan membukakan pintu untuk MinJung, namun MinJung tetap diam tak bergeming. MinJung berpikir 'Bagaimana bisa ia tahu tempat ini? Apa dia adalah.. Chanyeol yang ku kenal.'

"Apa kau tidak ingin keluar?"

"Ya?" MinJung tersadar dan langsung keluar dari mobil Chanyeol.

"Apa kau ingat tempat ini?" Chanyeol berjalan ke depan meninggalkan MinJung yang masih terpaku karenanya.

"Tempat apa ini?" MinJung berpura-pura tidak tahu. Chanyeol harus mengatakannya sendiri.

"Kau tidak mengingatnya?" Chanyeol menoleh ke belakang. MinJung menghampiri Chanyeol.

"Kenapa kau membawa ku kesini?"

"Kau sungguh tidak mengingatnya? Pohon ini, kau tidak mengingatnya juga?"

"Tentu aku mengingatnya." gumam MinJung. Tetapi, ia malah menjawab sebaliknya.
Chanyeol terlihat bingung. Ia menoleh ke kanan dan ke kiri mencari sesuatu, ia mengambil sebuah batang kayu.

"Mungkin kau akan mengingatnya jika aku sudah menggali tanah ini."

DEG!!

Jantung MinJung tiba-tiba berdebar. Ia teringat akan janjinya bersama Chanyeol tujuh tahun lalu saat masih SMP. Mereka mengubur sesuatu di bawah pohon besar itu. Dan mereka sepakat ketika sudah dewasa nanti akan menggali tanah itu dan mengambil sesuatu yang mereka kubur disana.

"Ini sudah tujuh tahun berlalu. Seharusnya kita menggalinya sekarang bukan?"

"Tidak!! Kau tidak boleh menggalinya. Kita sepakat untuk menggalinya jika sudah sepuluh tahun!!!" MinJung menahan Chanyeol untuk menggali tanah itu. Sontak MinJung tersadar apa yang baru saja ia katakan. Ia menggigit bibir bawahnya. Chanyeol hanya tersenyum puas karena rencananya berhasil.

"Ternyata kau sudah mengingatnya. Kenapa kau berbohong?"

"Tidak. Aku tidak berbohong. Aku memang baru mengingatnya barusan." MinJung melangkah pergi meninggalkan Chanyeol. Namun, Chanyeol berlari dan berdiri di depannya.

"Lee HaNa.."
MinJung menatap Chanyeol.

"Aku Park MinJung. Bukan Lee HaNa."

"HaNa?" seorang wanita paruh baya menyapa MinJung. Ia menghampiri MinJung dengan tatapan yang susah diartikan. MinJung menoleh dan langsung memeluk wanita paruh baya itu.

"Ibu panti, aku sangat merindukanmu. Maaf aku tidak mengunjungimu disini." Mereka duduk di ruang tamu sebuah rumah yang sangat sederhana. Dulunya rumah itu adalah panti asuhan, tempat di mana MinJung tinggal. MinJung adalah seorang anak yang tidak diinginkan dan dibuang begitu saja. Ia diadopsi enam tahun lalu. Nama lahir MinJung adalah Lee HaNa.

"Bagaimana kabarmu,nak? Siapa pria ini?"

"Aku baik-baik saja. Dia temanku."

"Park Chanyeol imnida." Chanyeol berdiri dan membungkuk sopan.
Ibu panti tersenyum.

"Aku mengingatmu. Kau pria yang selalu mencari HaNa bukan?"

~

Chanyeol membukakan pintu mobil untuk MinJung, namun MinJung menahannya.
"Tidak usah. Aku bisa sendiri."
"Baiklah. Cepat masuk!!"

Chanyeol terus menatap lurus ke depan. Suasana terasa lebih canggung sekarang. Chanyeol beusaha untuk mencairkan suasana dengan menyalakan radio. Bukannya mencair, justru siaran radio itu membuat suasana lebih membeku di dalam mobil itu. Lagu yang diputar tentang cinta pertama.

"Ehemm.." Chanyeol berdehem dan langsung mematikan radio itu.

"Apa benar kau mencariku?" Chanyeol yang mendengar pertanyaan itu sontak menoleh.

"Eoh? Ya."
Apa boleh buat? Chanyeol harus berkata jujur bukan?

"Kenapa kau mencariku?" MinJung menoleh. Menunggu jawaban Chanyeol yang terus menatap lurus kedepan.
Chanyeol hanya terdiam..cukup lama.

"Karena.. Mana boleh menghilang tiba-tiba seperti itu?!" Chanyeol menjawab asal-asalan yang terlintas begitu saja diotaknya. Ia tidak bisa berpikir dengan baik sekarang.

Chanyeol menghentikan mobilnya tepat di depan apartemen MinJung yang dulu. MinJung membuka pintu mobil Chanyeol.

"Tidurlah dengan nyenyak. Selamat malam."

Belum sempat MinJung keluar dari mobil, Chanyeol malah membuat tubuh MinJung terasa lemas karena ucapannya itu. MinJung bergegas turun dan masuk ke dalam apartemennya.

"Selamat malam." guman MinJung.

"Kau dari mana saja?" tiba-tiba saja JiYoung muncul. MinJung tak menghiraukannya dan melangkah melewatinya begitu saja. JiYoung hanya berdecak kesal.

MinJung menghempaskan tubuhnya di kasur empuk miliknya. Ia menatap langit-langit kamarnya sambil tersenyum.

"Dia mengingatku. Dia mencariku. Dia.." MinJung menutup wajahnya dengan selimut doraemonnya.

~

Begitu banyak macam mie tersedia disana. MinJung sedang memilih dari sekian banyak jenis mie. Ia terus berjalan menyusuri mini market itu, tanpa lelah sambil menjinjing sebuah keranjang kecil untuk membawa belanjaannya. Tentu saja pilihan akhirnya adalah ramen dan kimchi.

MinJung keluar dari mini market itu dengan membawa kantong plastik yang cukup besar berisi belanjaannya. Tiba-tiba saja seseorang memanggil namanya, ia pun menoleh.

"Anyeonghaseyo, Park MinJung-ssi." JinSeo mengangkat tangan kanannya sambil tersenyum. Mereka pun mengobrol di sebuah kedai.

Drrt drrt.
Ponsel JinSeo bergetar. Sebuah pesan masuk.

'Kau dimana? Kenapa belum datang juga?'

'Aku sedang di kedai dekat mini market. Aku sedang bersama dengan gadis yang kusukai. Hyung, kau kesini saja. Nanti aku tunjukkan padamu.'

Chanyeol tersenyum membaca pesan dari JinSeo. Ia pun langsung beranjak untuk menemui JinSeo.

"Temanku akan kesini, tidak apa-apakan?"

"Tentu saja." MinJung tersenyum.

Tidak membutuhkan waktu lama untuk Chanyeol sampai di kedai itu, ia hanya berjalan kaki beberapa menit saja. Chanyeol memasuki kedai itu dan menoleh kesana kemari mencari sosok JinSeo. JinSeo yang menyadari kehadiran Chanyeol segera melambaikan tangannya. Chanyeol pun menghampiri JinSeo. MinJung masih saja sibuk dengan milkshakenya.

"Hyung!! Duduklah. Perkenalkan, dia temanku."

Chanyeol dan MinJung menoleh secara bersamaan. Mereka terkejut.

"Park MinJung?!Park Chanyeol?!" ujar mereka serempak dan saling menatap satu sama lain. JinSeo tak kalah terkejut. Ia tidak menyangka mereka sudah saling mengenal.

"Kalian sudah saling mengenal?"
MinJung dan Chanyeol menatap JinSeo.

MinJung lebih memilih untuk pamit terlebih dahulu. Entah kenapa, ia merasa tidak nyaman berada disana. MinJung tengah duduk di sebuah halte tanpa berniat untuk menunggu bus. Ia hanya duduk termenung membiarkan bus itu melaju begitu saja. Setelah cukup lama MinJung berdiam diri, ia pun akhirnya berjalan meninggalkan halte bus itu beserta belanjaan yang ia bawa.

Hari semakin sore, MinJung terus berjalan entah menuju kemana. Chanyeol keluar dari salah satu toko kue, MinJung yang sedang berjalan sambil menunduk, melewati Chanyeol begitu saja. Padahal, Chanyeol sudah mengangkat tangannya, berniat untuk menyapa.

Tiba-tiba saja hujan turun, semua orang berlari mencari tempat berteduh. Tetapi tidak dengan MinJung, ia tidak menghiraukan air hujan yang membasahi seluruh tubuhnya. Hujan semakin deras,langit semakin gelap dan MinJung tetap berjalan sambil menunduk tanpa memperdulikan hawa dingin yang begitu menyeruak. MinJung tidak tahu perasaan yang sedang ia rasakan saat ini.

 Chanyeol terus mengikuti MinJung dari belakang. Ia membiarkan tubuhnya basah kuyup terguyur air hujan. Kotak berisi kue yang baru saja ia beli juga ikut terguyur air hujan. Chanyeol ingin menghampiri MinJung dan bertanya,tetapi ia tidak bisa.

MinJung berhenti tepat di depan toko bunga favoritnya yang sudah tutup. Ia berbalik arah untuk pulang, langkahnya terhenti begitu melihat sepasang sepatu menghalangi jalannya, ia mendongak untuk melihat siapa pemilik sepasang sepatu itu dan sontak terkejut melihat sosok Chanyeol di hadapannya.

"Kau?"

"Kau sedang apa?" tanya Chanyeol.

"Aku.. Ingin membeli bunga!! Ya, bunga." MinJung tersenyum kikuk.

"Benarkah?"

Langit kembali di penuhi bintang. Seperti keajaiban, langit menjadi begitu bersinar dalam sekejap.

"Ini minumlah." Chanyeol memberikan segelas coklat panas. Dengan senang hati MinJung menerimanya. Walaupun bukan musim dingin, tetapi udara malam hari terasa cukup menusuk.

Chanyeol mengeluarkan sepasang kaos dan dua jaket dari dalam kantong plastik yang ia bawa. Ia baru saja membelinya di toko sebrang jalan.

"Ini untukmu. Pakailah!!" Chanyeol melemparkan salah satu kaos beserta dengan jaket ke arah MinJung. MinJung menangkapnya. Chanyeol melangkah pergi.

"Kau mau kemana?"

"Mencari toilet umum untuk berganti pakaian." ujarnya tanpa menoleh.
MinJung berlari menghampiri Chanyeol sambil membawa baju dan jaket pemberian Chanyeol. MinJung tersenyum dalam diam, begitu pun Chanyeol.

Minjung keluar dan menghampiri Chanyeol yang sedang menunggunya.
"Apa ini? Sejenis kaos pasangan?" MinJung melihat kaos yang ia kenakan sama persis dengan yang Chanyeol pakai. MinJung menatap Chanyeol dengan mata yang menyipit.

"A-apa maksudmu? Tentu saja bukan." Chanyeol mengalihkan pandangannya ke arah lain.

"Benarkah? Tetapi, ini seperti di dalam drama. Jika sepasang kekasih memakai kaos yang sama, mereka menyebutnya sebagai kaos pasangan." MinJung bergumam. Chanyeol tersenyum mendengarnya. Chanyeol menoleh dan menatap MinJung.

"Apa kau berpikir..kita adalah sepasang kekasih?" mata Chanyeol menyipit. Ia terus mendekatkan wajahnya ke arah MinJung. Sebaliknya, MinJung membulatkan matanya dan menghindar.

"Ti-tidak. Aku tidak berpikir seperti itu."
Chanyeol menjauhkan wajahnya dan kembali menatap lurus ke depan.

"Benarkah?"

"Tentu saja." MinJung melangkah mendahului Chanyeol. Chanyeol tersenyum.

"Hey!! Kau mau kemana?" Chanyeol menghampiri Minjung.

"Pulang." MinJung semakin mempercepat langkah kakinya ketika Chanyeol mulai mendekat. Tetapi usahanya sia-sia. Satu langkah bagi Chanyeol, dua langkah bagi kaki mungil MinJung. Alhasil, dengan mudah Chanyeol memimpin berjalan di depan.

"Yak!! Tunggu!!"

~

Jarum jam terus berputar sesuai dengan porosnya. Musim demi musim MinJung lewati sebagai dirinya sendiri. Tidak ada Park MinJung yang terkenal maupun Lee HaNa.

JiYoung keluar dari kamarnya dengan senyuman yang terus mengembang di sudut bibirnya. MinJung dan ibunya yang melihat itu merasa heran dan bertanya-tanya. Mereka duduk di depan meja makan yang sudah penuh dengan berbagai makanan.

"Oppa,kau kenapa? Sakit?" MinJung melirik kearah kakaknya selagi menyumpit makanannya. Bukannya menjawab, JiYoung justru merebut kimbab yang hendak MinJung ambil dengan tangan kanannya. MinJung mendengus kesal dan merengek kepada ibunya atas ketidaksopanan kakaknya. JiYoung hanya terkekeh atas kejahilannya,lalu melangkah pergi.

"Oppa,kau mau kemana? Ini kan hari libur?" MinJung heran melihat penampilan kakaknya yang sangat rapi dengan setelan jas. JiYoung menoleh dan menatap MinJung sinis. Orang yang ditatap justru terlihat bingung sambil menaikkan satu alisnya.

"Hey,bodoh! Hari ini..kita harus pergi untuk pendaftaranmu ke Universitas bukan?"

"Shireo! Oppa.. Aku tidak ingin kuliah!"

"Aish! Mau jadi apa kau?! Artis yang dibuang dan terus menjadi pengangguran,eoh?" JiYoung menarik lengan MinJung agar beranjak dari kursi itu. Namun,MinJung tetap bersikeras untuk tidak mendaftar ke Universitas. Baginya itu sangat memalukan dengan usianya sekarang. Lebih baik pengangguran daripada harus mendaftar ke Universitas dengan usia 22 tahun. Itu sangat memalukan bagi MinJung. Tetapi menurut kakaknya lebih memalukan jika harus mempunyai seorang adik yang pengangguran daripada terlambat mendaftar ke Universitas. Ya,pemikiran mereka selalu saja bertentangan.

"Aku malu. Aku tidak ingin kuliah."

"Kenapa? Kau itu masih sangat muda! Kau harus mempunyai masa depan! Ayo!!" JiYoung menyeret MinJung masuk ke dalam mobilnya.

"Oppa..aku harus berganti pakaian dulu! Tidak mungkin aku pergi dengan pakaian seperti ini! Aku bahkan belum mandi." MinJung menarik-narik baju tidurnya yang terlihat sangat kekanak-kanakkan. Bahkan,ia mencium bau yang tidak menyenangkan di tubuhnya. Ia harus mendaftar dengan mengenakan baju tidur doraemonnya ditambah poninya yang diikat keatas.

"Dan kau akan melarikan diri lagi? Tidak!! Tidak ada alasan."

JiYoung memarkirkan mobilnya dan menyeret MinJung masuk kedalam tempat pendaftaran. Semua orang yang berada disana menatap heran kearah MinJung. Penampilan MinJung sangat tidak manusiawi(?).

"Oppa.." MinJung terus menutup wajahnya dan bersembunyi di punggung JiYoung.
MinJung terus berdecak kesal atas sikap keterlaluan kakaknya itu.

JiYoung dan MinJung akhirnya keluar dari tempat pendaftaran itu. JiYoung tersenyum penuh kemenangan.

"JiYoung oppa!! Kau menyebalkan!!"

"Aish!! Kau akan berterima kasih padaku nanti!!" JiYoung mengacak pelan rambut MinJung.

"Belikan aku es krim!!" MinJung melipat tangannya di depan dada. JiYoung yang melihat tingkah adiknya itu hanya bisa terkekeh. Diusianya yang terus bertambah dan beranjak dewasa,MinJung tidak mengubah sifat kekanak-kanakkannya itu.

~

"Ibu,aku berangkat!!"

MinJung melambai kearah ibunya. Ia mengawali hari ini dengan penuh semangat. Langit begitu cerah seakan mendukungnya untuk memulai hidupnya lagi dari awal. MinJung lolos dalam wawancara dan membuatnya otomatis menjadi salah satu mahasiswa di Universitas tersebut dengan jurusan musik tentunya.

Dengan perasaan ragu yang cukup besar masih menyelimuti pikirannya,ia tetap berusaha untuk meyakinkan diri dan terus melangkah.

"Hey!! Park MinJung-ssi!!" seorang pengendara motor berhenti tepat disamping MinJung dan memanggil namanya. MinJung lantas menoleh dan sedikit berhati-hati.
Pengendara motor tersebut memperlihatkan wajahnya di balik helm yang ia kenakan. MinJung bernapas lega setelah mengetahui siapa pengendara motor tersebut.

"Yoon Jin-ssi?"

"JinSeo. Yoon JinSeo imnida."

"Ahh..ya. Yoon JinSeo-ssi. Apa kabar?" MinJung tersenyum kikuk.

"Baik. Bagaimana denganmu?"

"Baik. Sama sepertimu."

"Kau akan pergi ke suatu tempat?"

"Ahh..ya. Aku harus pergi. Sampai nanti."

"Kemana? Biar aku antar."

MinJung sampai tepat waktu sebelum kelas dimulai. Ia mencari tempat duduk yang kosong dan bersiap untuk mengikuti pembelajaran. JinSeo melihat MinJung di balik pintu ruangan tersebut,ia tersenyum. Tiba-tiba tangan seseorang menepuk pundaknya. JinSeo terkejut dan langsung menoleh.

"Aish!! Hyung,kau mengagetkanku."

"Kau sedang apa disini?"

"Tidak. Aku hanya ingin mengunjungimu. Aku merindukanmu.. Chanyeol hyung!!" JinSeo merengek dan merentangkan tangannya hendak memeluk Chanyeol. Namun,Chanyeol justru bergidig ngeri dan meninggalkan JinSeo begitu saja.

"Anyeonghaseyo!! Maaf saya terlambat. Perkenalkan,Park Chanyeol-imnida." Chanyeol membungkuk di depan seluruh muridnya. Ia adalah dosen jurusan musik di Universitas tersebut.

MinJung terbelalak melihat Chanyeol berdiri di depan dan memperkenalkan dirinya sebagai dosen. Mata MinJung membulat sempurna. Ia langsung berdiri untuk lebih memastikannya,tanpa rasa malu ia mengangkat tangan dan menunjuk kearah Chanyeol tanpa memperdulikan orang lain.

"K-kau?!"

Semua orang menoleh dan menatap bingung kearah MinJung. Tak terkecuali Chanyeol.

"Seonsaengnim,apa kalian saling mengenal?" salah satu murid perempuan bertanya karena melihat ekspresi dosennya yang terkejut.

"Aku tidak yakin itu. Maaf.. Apa kau mengenalku?"

"Ck! Tidak! Tentu saja tidak!" MinJung berdecak dan kembali duduk.

"Kalau begitu,kita mulai saja pembelajarannya."


Kelas pun berakhir. MinJung menghampiri Chanyeol.

"Kau? Kau benar-benar tidak mengingatku?" MinJung memicingkan matanya.

"Tentu. Aku mengenalmu." Chanyeol melangkah pergi. Sudut bibirnya tertarik membentuk sebuah senyuman.

MinJung terlihat bingung akan jawaban Chanyeol barusan,ia sudah seperti orang bodoh ditambah dengan penampilan anehnya dan kacamata biru yang ia kenakan.

"Apa kau mengenalnya?" seseorang membuat MinJung terkejut karena muncul secara tiba-tiba entah darimana.

"Hey!! Kenapa kau diam saja?" karena tidak kunjung mendapat respon Min Jung, gadis itu pun sedikit mengguncang tubuh Min Jung.

"Eoh? Siapa kau?" MinJung tersadar.

"Aku? Sung Eun Mi-imnida." gadis itu tersenyum ramah sambil mengulurkan tangan kanannya ke arah MinJung. MinJung meraih tangan Eun Mi.

"Sung Eun Mi? Ahh.. Aku__"

"Park Min Jung. Benarkan?" lagi-lagi gadis itu tersenyum.

"Ya. Kau mengenalku?"

"Tentu. 23 Februari 1993. Golongan darah A. Tinggi 170. Berat 48. Warna favorit biru dan putih karena kau sangat menyukai doraemon." Eun Mi terkekeh karena ia masih mengingat itu semua.

"Bagaimana bisa kau__"

"Aku penggemarmu. Penggemar setia. Senang bertemu denganmu." Eun Mi melangkah pergi.

"Penggemarku?" gumam MinJung.

~

Sudah empat bulan MinJung berkuliah di Universitas itu,namun tidak ada yang ia pelajari. MinJung pergi kesana hanya sekedar untuk menghindari ocehan kakaknya saja tanpa berniat untuk belajar. Ia selalu membuat masalah tanpa ia sadari,seperti tidur pada saat jam pelajaran berlangsung dan lupa mengerjakan tugasnya. Berbagai hukuman telah ia lakukan.

Sempat terpikir olehnya untuk belajar dengan sungguh-sungguh. Namun selalu terdengar oleh telinganya berbagai ocehan dan perkataan yang membuat harapannya lenyap dan itu semua menjadi ketidakmungkinan baginya. Masa lalu membuatnya menjadi orang yang buruk di mata orang lain.

"MinJung-ah..kajja!! Kita ke kantin." beruntung, MinJung setidaknya masih memiliki satu penggemar setianya yaitu Sung Eun Mi. Ia satu-satunya sahabat yang mengerti akan keadaan yang dihadapi Min Jung sekarang.

"Sudahlah. Jangan sedih. Kau cukup mengabaikannya saja. Eoh?"

"Ya. Tentu." MinJung menggandeng tangan Eun Mi.

"Lihatlah!! Dia sama sekali tidak mempunyai rasa malu. Dasar bermuka tebal." ocehan sampah keluar dari mulut seorang gadis cantik bernama Yena. Sungguh sangat disayangkan.

"Kau ingin makan apa?" Eun Mi berusaha mengalihkan pendengaran MinJung. Ia tidak ingin MinJung terus disakiti.

"Aku tidak lapar. Aku ingin minum saja. Disini sangat panas." padahal,hujan sedang turun cukup lebat sejak tadi pagi. Bahkan seharian ini sinar matahari pun tidak nampak terang.

"Baiklah. Bubble tea? Banana milk? Atau.. Milkshake?" Eun Mi paham betul apa yang dimaksud 'panas' oleh MinJung.

"Bubble tea."

~

Kelas selesai.

MinJung senang karena jika kelas berakhir itu artinya ia bisa kembali bernapas untuk bertahan hidup dari semua cemooh dan hinaan yang selama ini ia dengar yang membuatnya sangat sesak dan begitu muak.

"Kajja!!" Eun Mi menggandeng tangan MinJung.

"Park Min Jung-ssi." MinJung menoleh.

"Ya? Ada apa?"

"Kau ke ruangan ku sekarang."

"Maaf. Tapi aku harus pulang." Chanyeol menghentikan langkahnya. Min Jung membungkuk lalu berjalan melewati Chanyeol. Namun Chanyeol menahannya.

"Aku harus bicara denganmu. Ikut aku." Chanyeol menarik lengan MinJung. MinJung menolak dan menepisnya.

"Aku tidak mau. Aku harus pergi. Kajja,eonni!!' Eun Mi hanya bisa menuruti MinJung.


~White Rose~