FANFICTION PARK CHANYEOL: I SAID YOU'RE THE ONE
Title: I said you're the one
Cast: Yoora, Chanyeol, others.
Genre: Family, romance and litle-litle comedy.
Rating: G
#Chapter 2
Warning!!! Typo bertebaran~~
Segenggam keajaiban telah mengubah seluruh bagian dalam hidupku,
'Sungguh, ini sebuah kebahagian yang tak terduga. Akhirnya, sekarang aku mempercayai sebuah keajaiban. Detik ini juga aku nyatakan bahwa keajaiban itu memang ada.' ^ ^
Author POV
Yoora menuruni anak tangga dan menghampiri meja makan dengan handuk yang masih di atas kepala menggulung rambutnya yang baru saja ia cuci. Tepat disaat Yoora menduduki kursi kosong bagiannya, semua anggota keluarga yang lain beranjak pergi. Yoora menatap heran mereka. Namun, sedetik kemudian ia tak menghiraukan mereka dan kembali beralih pada makanan di atas meja untuk mengisi perutnya yang kosong.
"Yak!! Kenapa tidak ada sisa makanan untukku?!"
Yoora menatap nanar piringnya yang kosong dan hanya memegangi sendok dan garpu yang terasa hampa tanpa makanan. Alhasil, ia hanya meneguk segelas air putih untuk menu sarapannya pagi ini.
Yoora menghampiri ayahnya yang sedang duduk santai di taman belakang rumah sambil membaca koran.
"Ayah, berikan aku uang!! Aku ingin membeli album baru idolaku. Hm?" rajuk Yoora dengan menengadahkan kedua tangannya bak seorang pengemis.
"Berapa?"
Ayahnya mencoba untuk merespon tanpa berniat untuk menoleh sekilas pun, ia lebih tertarik membolak-balikan halaman koran ketimbang untuk bercakap-cakap dengan putri semata wayangnya itu.
"100.000 won." ujar Yoora sambil mengangkat jari telunjuknya dengan wajah memelas.
"Kenapa mahal sekali?"
"Tentu saja tidak!! Apa ayah tahu? Idolaku itu sangat terkenal, jadi wajar saja jika harga album barunya mahal."
"Ck! Ayahmu ini lebih terkenal daripada idolamu itu! Kau tahu? Ayah adalah pria idaman setiap wanita."
"Tentu saja. Tetapi itu sudah puluhan tahun yang lalu. Sekarang sudah tahun 2015! Keadaan sudah berbeda bukan? Ayah lupa? Ayah sudah tua sekarang!"
Yoora langsung menutup mulutnya yang kelewat batas itu. Yoora menyesali sebuah kejujuran yang baru saja ia lontarkan begitu saja, ia bisa saja gagal membeli album baru idolanya itu akibat kejujurannya.
"Ck! Ayah tahu itu! Ini, sana belilah album baru idolamu itu! Ayah membenci kejujuranmu hari ini."
Yoora tersenyum dan berjingkrak kegirangan. Ia berhasil mendapatkan uang karena kejujurannya itu. Yoora memeluk ayahnya dan sangat berterima kasih padanya. Berkat ayahnya, ia bisa membeli album baru idolanya itu.
"Memangnya siapa idolamu yang sangat terkenal itu?"
Tak disangka, ternyata ayahnya juga bisa bersikap 'kepo'. Dengan melirik sekilas kearah putrinya, membuktikan bahwa ia benar-benar ingin mengetahui idola putrinya itu yang katanya melebihi kepopulerannya itu.
"EXO dari S.M Entertaiment. Mereka sangat tampan dan berbakat tentunya." ujar Yoora dengan begitu angkuh. Dengan penuh percaya diri, Yoora menyebutkan siapa idolanya itu.
"Ayah tidak tahu mereka. Kau bilang mereka sangat terkenal." cibir ayah Yoora. Perkataannya sungguh menyayat hati, pantas saja kakak semata wayangnya bersikap seperti itu, ternyata memang ada bibit mulanya.
"Ayah saja yang tidak tahu trend masa kini. Ayahkan sudah tua." ejek Yoora.
"Kau ini!! Ayah tak kalah tampan dengan EXO idolamu itu."
"EXO?"
Ny. Kim yang sedang menghampiri mereka tidak sengaja mendengar kata 'EXO'. Yoora dan ayahnya yang sedang tertawa bersama lantas menoleh. Ny. Kim meletakkan cemilan yang ia bawa di atas sebuah meja kecil dan ikut bergabung dengan mereka.
"EXO adalah idolaku. Apa ibu tahu mereka?" tanya Yoora antusias. Matanya berbinar-binar mengetahui se-begitu populernya EXO sampai-sampai ibunya pun mengetahui boyband idolanya itu.
"Chanyeol. Park Chanyeol ikut bergabung bersama mereka bukan?" tanya Ny. Kim penuh antusias pula. Apa beliau juga mengidolakan EXO terutama Chanyeol sebagai salah satu member mereka?
Yoora terkejut. Ia tak menyangka ibunya akan se-update itu. Terlebih lagi ibunya itu bisa mengetahui EXO. Memang tidak ada salahnya, toh EXO memang sangat terkenal bukan?
"Iya, ibu benar. Bagaimana bisa ibu mengetahuinya?"
Yoora tak kalah antusias, ia berharap ibunya adalah EXO-L (sebutan fans exo). Karena dengan begitu, ia bisa merayu ibunya untuk membeli segala pernak-pernik berbau EXO dan tentunya tak mau ketinggalan untuk menonton konser EXO. Pemikiran yang bagus bukan?
"Apa kau mengidolakannya?"
"Tentu. EXO adalah idolaku."
Mendengar jawaban Yoora barusan, Ny. Kim menggeleng dan langsung meralat perkataannya.
"Bukan. Maksud ibu, apa kau mengidolakan Chanyeol?"
"Tidak. Tenang saja bu, aku mengidolakan D.O."
Yoora mengedipkan satu matanya berniat menggoda ibunya. Raut wajah Ny.Kim berubah. Tampaknya beliau tidak senang dengan penuturan Yoora barusan.
"Kenapa kau tidak mengidolakan Chanyeol? Dia paling tampan dan juga tinggi." bujuk Ny. Kim. Tapi justru Yoora geli mendengar perkataan ibunya barusan, itu tidak sesuai dengan usianya sekarang.
"Aku mengidolakan semua member. Semuanya tampak tampan bagiku." ujar Yoora sambil terkekeh menertawakan ibunya yang terlihat sangat antusias.
"Jadi, kau juga menyukai Chanyeol 'kan?"
"Tentu saja."
oOo
Yoora nampak bingung dan terus mengekori ibunya. Mereka berada di salah satu pusat pembelajaan. Ny. Kim tersenyum dan memasuki sebuah butik langgananya. Penjaga toko itu menyapa dengan sangat ramah, begitu pula pemiliknya.
"Siapkan baju untuk anak saya."
Yoora menoleh dan menatap bingung ibunya. Tak biasanya ibunya membelikan sebuah baju untuknya tanpa ia minta. Gadis itu mengernyit bingung.
"Ibu, baju untuk apa?"
"Untuk nanti malam. Akan ada tamu spesial untukmu."
"Tamu spesial? Untukku? Siapa?"
Yoora POV
Aku terus merutuki diriku. High heels yang sedang aku pakai sekarang ini membuatku merasa sangat tidak nyaman, tatanan rambut dan riasan wajah sangat tidak cocok denganku. Dress selutut ini juga menyiksa diriku, aku sungguh ingin berbaring tidur saja dengan piyama doraemonku.
"Ibu, makan malam saja kenapa harus berpenampilan seperti ini? Aku sangat tidak nyaman memakai semua ini. Aku tidak ingin ikut dan lebih memilih tidur saja di rumah."
Aku berusaha merajuk dan berharap belas kasihan ibu. Aku juga memasang wajah memelas pada ayah, berharap beliau membelaku.
"Sejak tadi siang kau terus bertanya dan mengoceh saja. Ibu sudah katakan berulang kali padamu, ini penting dan kau harus ikut."
Ibu tetap memaksa dan menyeretku untuk masuk ke dalam mobil.
"Aww!! Ibu, perutku sakit!! Aku tidak bisa ikut."
Pletak!!
"Berhenti berakting."
"Berhenti memukulku!!"
Aku mendengus kesal pada kakak semata wayang yang selalu memukulku. Aku hentakan kakiku cukup kuat, berharap hak pada sepatu high heels itu patah dan berhenti menyakiti kakiku.
"Bersikaplah layaknya seorang gadis!"
Karena jalanan yang tidak begitu ramai, tidak membutuhkan waktu lama untuk kami sampai di tempat tujuan. Ada apa ini? Apa ada acara keluarga?
Aku menoleh ke sekeliling, sepertinya restoran ini cukup mahal dan berkelas, hanya dilihat dari dekorasinya saja sangat mewah. Aku bukan anak dari orang kaya baru, tetapi keluargaku sudah kaya raya sejak dari dulu. Walaupun begitu, kami enggan untuk membuang-buang uang. Bahkan, bisa dikatakan hidup kami sangat sederhana tidak seperti orang kaya kebanyakan. Hemat pangkal kaya bukan?
"Oppa, untuk apa kita kesini? Sepertinya restoran ini terlalu mewah. Lihat saja lampu itu! Harganya mungkin bisa mencapai jutaan won. Tidak, tidak. Mungkin saja puluhan juta? Atau.. Ratusan?"
"Berhentilah mengoceh yang tidak penting."
Yong Hwa oppa hanya melirikku sekilas dengan tatapan tajamnya. Ada apa dengan mereka? Kenapa dengan sikap mereka?
Mereka terlihat seperti akan menemui bapak presiden saja. Lihat saja penampilan mereka! Sikap mereka juga berubah dan bertingkah seakan-akan berwibawa. Cara berjalan dan ekspresi mereka membuat perutku terasa geli, sungguh berlebihan bukan?
Aku hanya melangkah mengekori mereka. Sesekali aku mencuci mata dengan dekorasi restoran ini yang menurutku sangat mengagumkan, dibuat se-klasik dan se-mewah mungkin. Cukup membuat perhatian pandanganku untuk terus melihat keindahannya.
Aku memicingkan mata ketika melihat seorang pria yang menurutku cukup familiar. Penerangan yang cukup redup dan pengaruh jarak membuat pandanganku sedikit kabur. Pria itu semakin menjauh menuju suatu tempat, sedangkan tanganku diraih oleh ibu untuk segera bergegas karena seseorang telah menunggu kedatangan kami.
"Anyeonghaseyo."
Aku membungkuk hormat pada tiga orang yang sedang duduk sejajar. Aku bingung kenapa kami menghampiri mereka, mungkin saja mereka saudara jauh orang tua ku. Karena baru pertama kalinya aku melihat mereka. Ibuku langsung memeluk wanita itu, begitu pula ayah berjabat tangan dengan pria itu. Mereka terlihat seperti teman lama karena usia mereka juga terlihat tidak berbeda jauh.
Ketika aku sedang mengamati mereka, seorang gadis kecil berumur kurang lebih sepuluh tahun menatapku dengan cukup sinis. Apa ini? Aku memiliki musuh baru rupanya. Apa aku se-begitu buruknya? Aku langsung dibenci oleh gadis kecil itu pada pertemuan pertama kami, sungguh menjengkelkan bukan?
Oh, Tuhan!! Lihat saja tatapan gadis kecil itu!
Sepertinya ia benar-benar membenciku. Ia melipat tangannya seakan-akan menantangku untuk bertarung dengannya. Cih! Yang benar saja!
Aku lebih memilih duduk manis dan menghindari tatapan gadis kecil itu. Sesekali aku meliriknya dari sudut ekor mataku. Aku memutar bola mataku dengan malas. Kapan acara makan malam akan dimulai?
Aku ingin segara makan dan setelah itu pergi dari sini.
"Apa kau Kim Yoora?"
Merasa ditanya, aku pun menoleh dan mengangguk membenarkan. Senyuman palsu berhasil aku ukir dengan menarik sudut bibirku. Munafik sekali bukan? Aku sudah seperti aktris profesional saja.
"Ya. Aku Kim Yoora."
"Kau sudah besar rupanya. Kau tumbuh dengan baik dan juga sangat cantik."
Bluss!!
WOW!! Seseorang memujiku. Aku harap itu bukan hanya sekedar basa basi dan tidak timbul penyesalan dari hatinya setelah mengucapkan pujiannya itu terhadapku. Aku rasa wanita yang sepertinya seumuran dengan ibuku itu jujur. Aku tersenyum kikuk menanggapi pujiannya.
"Terima kasih, ahjuma."
"Kemana Chanyeol? Apa dia tidak datang?" tanya ibu.
Aku langsung menoleh pada ibu, menatapnya dengan penuh tanda tanya. Chanyeol yang dimaksud oleh ibu tidak sama dengan Chanyeol yang sedang aku pikirkan bukan? Mereka bukan orang yang sama 'kan? Tempo hari ibu bertanya tentang Chanyeol EXO itu bukan kebetulan 'kan?
"Dia sedang ke toilet. Oh! Itu dia."
DEG!!!
Mataku membulat. Jantungku berdebar. Seluruh tubuhku menegang melihat seorang PARK CHANYEOL sedang berjalan kearahku, maksudku kearah kami. Chanyeol yang sedang aku lihat adalah Park Chanyeol rapper EXO. DIA MEMBER EXO!! DIA PARK CHANYEOL!! DIA CHANYEOL EXO!! DIA IDOLAKU!!
Stop! Maaf jika aku terlalu berlebihan-_
Oh Tuhan!!
Mimpi apa aku semalam, bisa bertemu langsung dengan idolaku. Sungguh, ini sebuah kebahagian yang tak terduga. Akhirnya, sekarang aku mempercayai sebuah keajaiban. Detik ini juga aku menyatakan bahwa keajaiban itu memang ada.^^
"....." entahlah apa yang sedang Chanyeol katakan, aku hanya menatap wajah tampannya saja tanpa memperdulikan ucapanya. Kepalaku bergerak mengikuti gerak Chanyeol. Seorang Park Chanyeol rapper EXO yang keren itu kini sedang duduk tepat di hadapanku. Hanya sebuah meja yang menjadi jarak diantara kami.
Aku terus memperhatikan Chanyeol yang ternyata memang sangat tampan. Pria di hadapanku ini sangat keren dengan balutan jas berwarna hitam dengan kemeja putihnya. Penampilannya sangat rapih dan begitu sempurna. Ramputnya yang berwarna kecoklatan itu, ia tata ke belakang, memperlihatkan dahinya yang tidak begitu luas. Bisa kau bayangkan begitu sempurnanya seorang Park Chanyeol?
Aku langsung mengalihkan pandanganku darinya ketika secara tiba-tiba ia menoleh padaku. Memalukan. Pasti pipiku sudah seperti tomat busuk sekarang. Aku menangkap tatapan sinis gadis kecil itu lagi, membuat kebahagianku terbakar hingga hangus menjadi butiran debu oleh tatapannya.
"Oppa, aku tidak menyukai gadis itu. Kau juga sependapat denganku bukan? Dia terlihat sangat jelek."
Gadis kecil itu benar-benar!! Ia mengoceh pada Chanyeol. Bisikannya itu terdengar seperti bom ditelingaku, begitu terdengar menimbulkan api yang begitu membara dalam diriku. Beraninya ia menjelek-jelekanku pada Chanyeol di hadapanku langsung. Akan aku bunuh dia!! Awas kau, Gadis kecil perusak hubungan orang!!
Chanyeol terkekeh mendengar perkataan gadis kecil itu. Sesekali ia menoleh padaku yang membuatku salah tingkah olehnya.
Makanan pun datang. Acara makan malam dimulai. Makanan tidak penting lagi untukku, dengan menatap wajah tampannya saja sudah membuat perutku terasa kenyang. Aku terus saja mencuri-curi pandang, karena tidak ingin menyia-nyiakan moment ini tentunya. Kapan lagi bisa bertemu dengannya secara langsung seperti saat ini bukan?
Merasa sedang aku pandangi, Chanyeol pun menoleh. Aku yang terlalu terkejut akhirnya tersedak. Aku membuat kesalahan lagi. Pasti dimatanya aku gadis yang jorok dan tentunya tidak masuk dalam kriteria gadis pujaannya.
Chanyeol memberiku segelas air putih. Aku melirik gadis kecil itu yang sedang menertawakanku. Aku yang merasa sangat malu lebih memilih untuk pamit pergi ke toilet. Aku menangis sambil terduduk di kloset kamar mandi itu, menyesali atas kecerobohanku.
Setelah dirasa sudah terlalu lama menangis, aku keluar dan mencuci wajahku agar terlihat lebih fresh. Aku lebih memilih pulang dan memutuskan untuk tidak bergabung lagi dengan mereka setelah melihat pantulan diriku di cermin. Berantakan, seperti itulah diriku sekarang. Riasan wajahku rusak sudah, walaupun aku hanya meriasnya tipis, tetapi mata sembab ini susah untuk dihilangkan. Aku akan lebih mempermalukan diriku sendiri jika memilih untuk bergabung kembali bersama mereka.
Aku melangkah gontai dengan sepatu high heels ini, aku ingin sekali untuk melepaskannya tetapi itu tidak mungkin. Aku tidak memiliki alas kaki lain selain sepatu si*lan ini. Aku juga tidak bisa menatap wajah tampan itu lagi, aku hanya bisa menatap potonya saja di ponselku. Mengingat ponsel, aku juga teringat tidak membawa mantelku yang tertinggal disana. Sudahlah, tanpa ponsel, mantel dan juga uang tidaklah buruk.
Tidak!! Ini sangatlah buruk!!
Aku harus berjalan kaki berkilo-kilo meter jauhnya dengan udara dingin di musim gugur yang terasa begitu menusuk tanpa uang sepeserpun begitu pula ponsel. Ditambah dengan tumit yang memerah dan dress selutut ini.-_
Merasa cukup lelah, aku memilih untuk mengistirahatkan sejenak kakiku yang terasa sangat pegal walapun hanya berjalan beberapa meter saja. Aku melepaskan sepatu high heels dan menatap nanar tumitku yang berubah kemerahan dan tampak lecet. Sepertinya mereka tidak mengkhawatirkanku, buktinya sampai saat ini mereka tidak mencariku sama sekali. Menyedihkan.
Aku kembali beranjak tanpa memakai alas kaki. Malas membawa high heels si*lan itu dan lebih memilih membuang dan mengutuknya. Aku merasa lebih menyedihkan dari seorang gelandangan sekali pun.
Tiba-tiba sebuah mantel menutup tubuhku, aku menoleh dengan malas. Aku sudah menduga siapa dia.
"Oppa, kenapa kau la__ K-kau?!"
Aku cukup terkejut untuk percaya, Park Chanyeol berdiri di sampingku dengan tatapan aneh. Pasti karena aku memanggilnya 'oppa' tadi. Dia pasti berpikir aku gadis yang tidak tahu malu. Kim Yoora, kau benar-benar sudah dicoret dalam daftarnya pada pertemuan pertama. Bodoh. Aku terus merutuki kebodohanku.
Saat ini, aku berada di sebuah coffee shop, duduk berhadapan dengan Park Chanyeol yang sangat tampan. Sambil menikmati Americano yang anehnya tak sepahit biasanya. Aku tak berani menatap wajah di hadapanku itu lagi. Keheningan masih berlanjut hingga 10 menit sejak kami duduk di kursi kayu ini. Aku sangat malu padanya saat ini.
"Apa kau sejak tadi tidak memakai alas kaki?" tanyanya yang baru menyadari kakiku yang telanjang. Wajar saja, ia pasti enggan untuk sekedar melirikku. Cih! Siapa aku?-_
"Ahh!! Iya. Aku tidak biasa memakai high heels. Hehe."
Ya, Tuhan! Apa yang harus aku lakukan?
Aku hanya bisa nyengir kuda memperlihatkan deretan gigiku padanya, dan itu pasti membuatnya semakin enggan melirikku. Cermin, dimana cermin? Pasti wajahku juga terlihat sangat mengenaskan. Bodoh. Kau bodoh Kim Yoora. Kau tampak semakin buruk saja dihadapannya.
"Tunggu sebentar. Aku akan membelikanmu alas kaki. Tentunya yang nyaman kau pakai di kakimu."
"Tidak usah. Tak apa."
Dia tidak mendengarkanku. Ia bergegas pergi meninggalkanku sendirian. Aku benci sendirian. Beberapa orang menatap heran kearahku. Tentu saja aku abaikan mereka semua, aku sudah kebal dengan tatapan seperti itu.
Tidak lama kemudian ia kembali. Tetapi ia tidak membawa apapun. Ia kembali duduk dihadapanku dan meminta maaf karena tidak berhasil menemukan toko sepatu di sekitar sini. Sudah kuduga. Aku tahu ini akan terjadi.
"Tidak apa-apa."
"Aku juga meminta maaf atas nama keponakanku. Dia itu gadis yang baik, hanya saja dia sedikit manja."
"Oh. Tentu. Kau tidak perlu khawatir. Dia gadis yang cantik__"
Aku menggantungkan kalimatku, menimbang-nimbang untuk dikatakan padanya atau tidak.
"Hanya saja.. Dia sedikit menyebalkan. Hehe."
DEG!!
Dia tersenyum. Aku melihat senyumannya langsung dan aku penyebab senyuman itu terbentuk. Lesung pipinya sangat manis ketika ia tersenyum, aku sering melihat lesung pipinya itu ketika ia mengupload potonya di instagram, sekarang aku melihatnya langsung. Kalian iri padaku 'kan?
"Kau sangat tampan." gumamku tanpa sadar. Stop Kim Yoora!! Berhenti bersikap bodoh. Kau hanya perlu diam.
"Ya?"
"Tidak. Aku hanya merasa.. lapar."
Aku memesan beberapa cup cake yang terdapat pada buku menu. Sampai pesananku datang, tidak ada pembicaraan diantara kami. Dia hanya diam, begitu pula aku.
"Apa kau menerima perjodohan ini?"
"Uhuk!! Ohok!!"
Aku langsung menutup mulutku karena hampir saja semua isi dari mulutku akan berhamburan keluar. Apa yang baru saja ia katakan membuatku sangat terkejut, apa aku tidak salah dengar? 'Perjodohan?'
"Apa yang kau katakan?"
"Kau tidak mengetahuinya? Orang tua mu tidak memberitahu?"
Aku mengeleng. Menatapnya meminta untuk dijelaskan apa maksud dari 'perjodohan' yang baru saja ia katakan.
"Kita akan dijodohkan. Bagaimana menurutmu?"
"Di-jo-doh-kan? Siapa?"
Mataku semakin membulat. Aku pasti terlihat bodoh.
"Kita."
"Kita?! A-aku.. dan k-kau?" kataku penuh hati-hati disetiap katanya. Takut jika aku salah paham dan salah mengerti yang akan membuatku malu untuk kesekian kalinya.
"Ya. Aku dan kau. Kita."
oOo
Sabtu, 29 Agustus 2015
Jumat, 14 Agustus 2015
FANFICTION PARK CHANYEOL: I SAID YOU'RE THE ONE CHAPTER 1
Title: I said you're the one
Cast: Yoora, Chanyeol, and others
Genre: Romance and litle-litle comedy
Rating: G
#I said you're the one Chapter(1)
Mohon kritik dan saran yang membangun dari kalian semua.
Thanks..
Happy Reading->>
Tahun 2015 menjadi tahun yang bersejarah bagi hidupku. Di tahun ini, aku akan memulai menciptakan masa depan dan mencoba mewujudkan apa yang aku inginkan selama ini. Tujuanku bersekolah dan berjuang keras dengan belajar sungguh-sungguh selama ini adalah untuk mencapai keinginanku menjadi seorang desainer muda yang mendunia tentunya.
Hari yang sangat aku tunggu akhirnya telah tiba sekarang, hari dimana aku menjadi salah satu siswa lulusan dari Seoul Performing art High School. Aku memakai seragam kelulusan dan melihat pantulan diriku di cermin. Dengan bangga aku tersenyum dan berpose dalam berbagai gaya. Sesekali aku berputar dan berjingkrak-jingkrak kegirangan.
"Woahh!! Kim Yoora, kau terlihat sangat cantik dan elegant. Hehe." gumamku penuh percaya diri.
Tap tap tap.
Terdengar suara langkah kaki mendekat kearahku. Lantas, aku tolehkan kepalaku untuk mengetahui siapa seseorang yang melangkah menghampiriku. Sudut bibirku tertarik membentuk sebuah senyuman terbaikku mengetahui bahwa ibu-lah yang sedang menghampiriku. Aku memicingkan pandanganku menatap manik mata ibu yang sedang berkaca-kaca.
"Ibu, kenapa kau menangis?" tanyaku sambil mengusap air mata yang membasahi kedua pipinya yang masih halus di usianya sekarang ini.
Aku sangat tidak menyukai melihat ibu menangis. Aku sungguh tidak ingin melihatnya bersedih apalagi sampai meneteskan air mata seperti ini.
"Tidak. Ibu sangat senang melihatmu memakai baju kelulusan ini. Kau terlihat sangat cantik."
Ibu tersenyum sambil merapihkan tatanan rambutku. Beliau mengusap air matanya dan sesekali membenarkan posisi seragam kelulusanku.
"Jika ibu senang, maka tersenyumlah. Jangan menangis." ujarku seraya memeluknya.
"Hey!! Kalian berlebihan sekali."
Kami menoleh kearah seseorang yang mengganggu kegiatan kami. Seorang pria dewasa berdiri tepat di depan pintu kamarku, lengkap dengan setelan jas hitamnya, ia tersenyum, mengejek apa yang baru saja kami lakukan. Dengan rambut yang sudah ditata dengan sangat rapih, ia terlihat lebih tampan dan mempesona dari biasanya.
Pria dewasa itu adalah kakak semata wayangku. Aku sangat bangga padanya karena ia sudah sukses di usia muda dan bisa diandalkan. Tentu saja dengan senang hati aku mengakuinya sebagai kakak ku. Ia bernama Kim Yong Hwa berusia 25 tahun dengan tinggi 187 cm. Bukankah ia tipe ideal para gadis?
Entahlah, aku rasa iya. Wajahnya juga tidak kalah tampan dari idol k-pop, tentunya tanpa jalur operasi plastik maupun botox yang biasa dilakukan oleh para idol k-pop untuk mendapatkan wajah yang sempurna. Sebagai bonus, bentuk tubuhnya juga bagus, perutnya yang datar dengan bentuk enam kotak kecil-sering disebut six pack-
"Ayo kita pergi. Ini sudah terlalu siang, nanti bisa terlambat." ujarnya sambil melangkah mendekatiku.
"Aku tahu itu, oppa. Kajja eomma! Aku tidak ingin mendengar ocehan Yong Hwa oppa. Hari ini adalah hari bersejarah untuk ku."
Pletak!!
"Tidak sopan. Bersikap dewasa-lah sedikit. Apa kau tidak malu dengan umurmu?!"
Selalu saja seperti ini. Mendapat pukulan dari kakak semata wayangku sudah menjadi menu tetap sarapan ku setiap pagi hari. Sangat lengkap dengan ocehannya yang terasa pedas dan menyakitkan gendang telingaku. Menyebalkan bukan?
Aku mengusap jidatku yang memerah, tentu itu terasa sakit. Lihatlah! Ibu hanya terkekeh melihat anak perempuannya kesakitan.
"Ibu, dia selalu memukulku seperti tadi. Lihatlah! Jidatku memerah karena ulahnya." rengek-ku pada ibu dengan ekspresi se-menyedihkan mungkin.
"Oppa mu tidak bersalah. Kau__"
Ucapan ibu sengaja aku potong. Aku tidak ingin mendengar kelanjutannya, ia pasti akan menyalahkanku dalam kasus pagi ini.
"Apa?! Ibu, sebenarnya kau berada di pihak siapa, eoh?"
Aku melepaskan genggamanku di tangan ibu sebagai bentuk protesku. Aku sedikit menaikkan dagu dan bertolak pinggang menghadapnya.
Pletak!
Satu pukulan lagi dengan mulus mendarat di jidatku yang bahkan masih terlihat memerah akibat pukulan pertama.
"Oppa!! Kenapa kau selalu memukulku?!" teriakku pada kakak semata wayangku. Ia hanya menatap lurus tanpa rasa bersalah telah membuat jidat mulusku menjadi memar.
'Apa salahku, Tuhan? Kenapa aku selalu mendapat takdir buruk seperti ini?' gumamku dengan lirih. Berharap keadilan segara datang menghampiriku se-ce-pat-nya.
"Sudah ku bilang, bersikaplah dengan sopan. Apa kau tidak mengerti perkataanku, adikku tersayang?" ejek Yong Hwa oppa sambil mengacak rambutku yang sudah aku tata rapih selama berjam-jam.
"Ck! A-KU MENG-ER-TI. Dan berhenti mengacak-acak rambutku!!"
Segera ku tepis tangannya dari puncak kepalaku. Aku melipat kedua tanganku di depan dada sambil mengerucutkan bibir tipisku sebagai tanda kekesalanku padanya.
"Sudah. Kalian ini selalu saja bertengar." ujar ibu berusaha menengahi kami. Mungkin, jika tidak ada ibu sebagai orang ketiga, kasus pagi ini tidak akan bisa usai sampai siang atau bahkan larut malam.
"Semua ini tentu salah Yong Hwa oppa. Benarkan bu?"
Aku perlihatkan senyuman terbaik ku pada ibu, berharap kali ini ibu akan membelaku. Dari ujung ekor mataku, aku melirik Yong Hwa oppa dan tersenyum sinis kearahnya. Memperlihatkan bahwa kemenangan sedang berada digenggamanku dengan adanya ibu dipihak ku sebagai sekutu utama.
"Kalian sama saja!" sergah ibu.
Senyumanku memudar. Aku langsung mendelik memicingkan mata menatap tidak percaya kearah ibu. Aku yang tidak terima hendak melontarkan sebuah protes. Namun, dengan sigap ibu langsung 'mencomot' bibir tipisku yang hendak membuka. Aku berusaha memberontak, namun sia-sia. Yong Hwa oppa justru tertawa penuh kemenangan sambil membantu ibu menyeretku keluar kamar.
Sial!!
Aku sama sekali tidak mempunyai sekutu di rumah ini. Sungguh malangnya nasibku. Seharusnya aku dimanja bak putri permaisuri di sebuah kerajaan. Namun apa kenyataannya? Sungguh kejam takdir yang aku dapat di dunia ini.
Author POV.
Sebuah podium telah disiapkan untuk tempat berpidato salah seorang perwakilan kelas 3 yang segera akan dinyatakan lulus secara resmi oleh pihak sekolah. Pemberian gelar akan diterima secara simbolis oleh siswa terbaik dari jurusan musik kelas 3-A bernama Jang Hoseok.
Pria tinggi berwajah tampan itu melangkah menuju podium dengan begitu santai seperti tanpa beban. Sedangkan hampir seluruh murid perempuan berteriak histeris, seakan mereka sedang menghadari sebuah konser boyband. Tak terkecuali gadis bernama Kim Yoora itu, ia bahkan tak berkedip melihat sang pujaan hati memakai seragam kelulusan dengan rambut yang tertata rapih tentunya. Ketampanannya bahkan melebihi kakak semata wayangnya, pikir Yoora.
Gadis itu tetap tidak bisa memalingkan pandangannya dari Hoseok walau hanya sekejap saja. Hyejin, sahabat terdekatnya bahkan tanpa ragu ia abaikan begitu saja. Yoora hanya menatap Hoseok sambil menggigit ujung sedotan dari susu kotak yang sedang ia minum tanpa perduli dengan apa yang sedang pria itu sampaikan.
Melihat Hoseok yang baru saja membungkuk hormat sebagai ungkapan perpisahan, Yoora lantas berdiri dan bertepuk tangan dengan begitu semangat tanpa memperdulikan tatapan heran dari orang lain padanya.
Semua orang menatap Yoora tak terkecuali Hoseok. Pria itu menatap heran dengan apa yang sedang Yoora lakukan.
"Yoora, apa yang sedang kau lakukan? Duduklah!"
Hyejin mencoba menyadarkan Yoora dengan menarik tangan kanan sahabatnya itu agar segera kembali duduk karena ia sudah bertindak sangat berlebihan. Yoora yang tersadar menoleh ke segala arah, dilihatnya para murid perempuan yang sedang menatap sinis kearahnya. Dengan ragu-ragu Yoora kembali duduk sambil memperlihatkan cengiran kuda khasnya. Melihat tingkah Yoora barusan, sudut bibir Hoseok tertarik membentuk sebuah senyuman kecil sebelum ia melangkah pergi meninggalkan podium.
Sesi pemotretan sudah berlangsung sekitar satu jam yang lalu. Tetapi, Yoora masih saja mondar-mandir di depan gerbang sekolahnya menunggu seseorang. Gadis itu terus saja mengecek ponselnya berharap setidaknya ada satu pesan masuk untuknya.
"Sudahlah. Mungkin ayah tidak bisa datang."
Yonghwa menghampiri adiknya yang terlihat sedang gusar menunggu kedatangan ayahnya. Tidak lama setelah Yonghwa mengatakan itu, seseorang yang sedang ditunggu pun akhirnya terlihat sedang berlari mendekat kearah mereka. Tentu saja Yoora tersenyum senang melihatnya.
"Maaf, ayah terlambat."
"Tidak apa-apa. Aku senang ayah datang. Terima kasih, ayah."
Mereka akhirnya berfoto sebagai keluarga yang utuh seperti keinginan Yoora. Hasil foto keluarga yang cukup bagus dengan senyuman yang terukir dari sudut bibir mereka masing-masing.
Yoora tersenyum kecut melihat semua orang setidaknya mendapat satu buket bunga, sedangkan ia sama sekali tidak. Bahkan, kakak dan orang tuanya pun sudah pamit pergi tanpa memberikan sebuket bunga padanya. Menyedihkan sekali bukan?
Dengan langkah yang begitu lesu sambil menunduk, ia lebih memilih duduk sendirian merutuki nasib malangnya di sebuah bangku yang sudah disiapkan oleh panitia untuk para tamu yang hadir. Sebuah kamera tergantung sempurna di lehernya tanpa berniat untuk ia gunakan. Hyejin yang melihat sahabatnya seperti itu, segera menghampiri berniat untuk sedikit menghiburnya.
"Hey! Kenapa kau diam saja? Besenang-senanglah!!"
"Kau mengabaikanku. Aku ingin berfoto."
Hyejin bergidig ngeri mendengar penuturan Yoora. Sahabatnya itu selalu saja bertingkah kekanak-kanakkan dan tidak pernah berubah seiring bertambahnya usia.
"Ayolah! Berhenti merengek seperti itu!"
Hoseok melangkah menghampiri Yoora dengan membawa begitu banyak buket bunga di tangannya. Baru saja beberapa langkah keluar dari pintu, murid perempuan sudah berhamburan menghampiri Hoseok dan membuat langkahnya terhenti. Yoora yang melihat Hoseok berada tak jauh dari tempatnya, segera beranjak untuk menghampirinya.
Hyejin yang paham betul sahabatnya itu hanya bisa menggeleng. Yoora mengurungkan niatnya menghampiri Hoseok karena sudah begitu banyak gadis yang mengerubungi pria itu. Yoora berbalik dan menatap sendu kearah Hyejin. Baginya, Hoseok itu terasa sangat tidak mungkin. Untuk sekedar menyapanya saja sangat sulit ia lakukan. Yoora hanya bisa menatap Hoseok dari jauh dengan segala harapan yang terasa sangat mustahil baginya. Heosok memang berada di dekatnya, namun Yoora merasa seakan-akan mereka berada di dunia yang berbeda.
"Hyejin, apa kau punya uang? Aku lapar. Ayo kita pergi dari sini!"
Hyejin merangkul bahu Yoora untuk memberinya sedikit ketabahan agar bisa menerima kenyataan 'Cinta yang tak terbalas selama tiga tahun' itu.
"Yoora, tunggu."
Mendengar seseorang memanggil namanya, membuat Yoora menoleh. Yoora sontak terkejut melihat Hoseok berdiri tegap tak jauh darinya. Matanya membulat sempurna melihat Hoseok melangkah mendekat kearahnya.
Kini, Hoseok sudah berada tepat di hadapan Yoora. Gadis itu hanya menatap Hoseok dan menelan salivanya yang terasa sangat sulit untuk ia telan. Saking gugupnya, butiran keringat membasahi pelipis gadis itu. Hyejin menyikut lengan Yoora pelan agar sahabatnya itu segera tersadar dan jangan bertingkah memalukan di hadapan Hoseok.
"An-yeong!" sapa Yoora sambil memperlihatkan cengiran kuda khasnya. Ia mengangkat tangan kanannya ragu. Hyejin menunduk malu dan menutup wajahnya melihat tingkah Yoora. Semua gadis menatap sinis Yoora.
"Bisakah aku berfoto denganmu?"
Deg!!
Sebuah petasan meledak tepat dimana jantung Yoora berada. Seakan-akan kembang api menyala di atas langit merayakan kebahagian Yoora saat ini. Yoora hanya terdiam sambil mendongak melihat kembang api khayalannya. Sampai-sampai Hoseok mengulangi pertanyaannya lagi. Melihat Yoora yang tak kunjung merespon, Hoseok menyimpulkan bahwa ia telah ditolak.
"Tak apa jika kau tidak ingin berfoto denganku. Sampai jumpa."
"Tidak!! Tentu saja aku ingin. Hyejin-ah, bisakah kau memotret ku dengan Hoseok?" sergah Yoora yang tentu saja tidak ingin menyianyiakan kesempatan itu.
Yoora menyodorkan kamera yang sedari tadi ia kalungkan di lehernya. Hyejin telah siap untuk memotret. Sedangkan kecanggungan menyelimuti dua orang itu, mereka saling menjaga jarak dan berpose sangat kaku.
"Apa kalian tidak bisa lebih dekat lagi?" goda Hyejin.
Mendengar penuturan Hyejin barusan, Hoseok mencoba mempersempit jaraknya dengan Yoora. Entah kenapa, rasa percaya diri seorang Hoseok tiba-tiba saja lenyap. Pria itu terlihat canggung.
"Apa yang kalian lakukan?! Jika seperti ini, lebih baik kalian tidak berfoto bersama saja!"
Yoora memutar bola matanya, dengan ragu-ragu ia mencoba untuk lebih dekat dengan Hoseok dan perlahan menghilangkan jarak diantara mereka. Bahunya kini menempel dengan lengan Hoseok. Melihat Yoora yang terlihat sangat gugup, Hoseok tersenyum kecil. Secara tiba-tiba, Hoseok merangkul bahu Yoora. Menurutnya, menggoda Yoora dan melihat kedua pipi gadis itu memerah adalah hal yang menyenangkan.
Yoora yang terkejut menelan salivanya berulang kali. Pipinya memanas dan detak jantungnya terasa tidak normal. Gadis itu menoleh dan mendapati Hoseok tengah tersenyum. Yoora merasa ia sedang melayang dan tidak lagi menapak di bumi.
"Bagus. Yoora, tersenyumlah!!"
Hyejin bersiap untuk memotret dan sedang memilih posisi yang terbaik. Yoora hanya tersenyum hambar menatap lensa kamera.
"Aku menyukaimu." ujar Hoseok bersamaan dengan Hyejin yang sedang berhitung untuk memotret.
Yoora yang mendengar penuturan Hoseok sontak menoleh tepat disaat Hyejin memotret mereka. Hasil foto yang sempurna dengan ekspresi keterkejutan Yoora yang luar biasa aneh.
"Yak!! Ada apa denganmu?!" kesal Hyejin. Yoora mengerjapkan matanya berulang kali, sedangkan Hoseok justru melangkah pergi begitu saja. Hoseok memasukkan tangan kirinya ke dalam saku celananya, ia tersenyum tanpa sepengetahuan Yoora.
Yoora POV
Tok tok tok
"Hey!! Gadis malas!! Bangunlah!!"
Tidur nyeyak ku terusik mendengar teriakkan seseorang di balik pintu yang terdengar begitu menggelegar, suara bass miliknya dan gedoran pintu begitu bergema yang membuat gendang telinga ku sakit karenanya.
Aku meraih guling kesayanganku untuk menutupi lubang telingaku agar teriakkan dari kakak semata wayang terdengar mengecil. Namun tetap saja, volume suaranya memang luar biasa sampai-sampai bisa menembus ketebalan guling yang aku gunakan. Aku menarik selimut doraemonku agar menutupi seluruh tubuhku. Aku benar-benar terusik olehnya.
"Ya ya ya!! Aku bangun!! Berhentilah berteriak!!!"
Aku terduduk di atas kasur dengan mata yang masih terpejam karena rasa kantuk. Saat aku rasa kakak sudah berhenti berteriak, aku memilih untuk kembali berbaring.
"Jika kau kembali tertidur, aku tidak akan memberimu uang saku lagi."
Aku langsung beranjak dan secara spontan mataku terbuka lebar dengan begitu mudah ketika mendengar kata 'uang'.
"Aku bangun!!!"
Author POV
Yoora menuruni anak tangga dan menghampiri meja makan dengan handuk yang masih mengikat di atas kepala menggulung rambutnya yang baru saja ia cuci. Tepat disaat Yoora menduduki kursi kosong bagiannya, semua anggota keluarga yang lain beranjak pergi. Yoora menatap heran mereka. Namun, sedetik kemudian ia tak menghiraukan mereka dan kembali beralih pada makanan di atas meja untuk mengisi perutnya yang kosong.
"Yak!! Kenapa tidak ada sisa makanan untukku?!"
oOo
Cast: Yoora, Chanyeol, and others
Genre: Romance and litle-litle comedy
Rating: G
#I said you're the one Chapter(1)
Mohon kritik dan saran yang membangun dari kalian semua.
Thanks..
Happy Reading->>
Tahun 2015 menjadi tahun yang bersejarah bagi hidupku. Di tahun ini, aku akan memulai menciptakan masa depan dan mencoba mewujudkan apa yang aku inginkan selama ini. Tujuanku bersekolah dan berjuang keras dengan belajar sungguh-sungguh selama ini adalah untuk mencapai keinginanku menjadi seorang desainer muda yang mendunia tentunya.
Hari yang sangat aku tunggu akhirnya telah tiba sekarang, hari dimana aku menjadi salah satu siswa lulusan dari Seoul Performing art High School. Aku memakai seragam kelulusan dan melihat pantulan diriku di cermin. Dengan bangga aku tersenyum dan berpose dalam berbagai gaya. Sesekali aku berputar dan berjingkrak-jingkrak kegirangan.
"Woahh!! Kim Yoora, kau terlihat sangat cantik dan elegant. Hehe." gumamku penuh percaya diri.
Tap tap tap.
Terdengar suara langkah kaki mendekat kearahku. Lantas, aku tolehkan kepalaku untuk mengetahui siapa seseorang yang melangkah menghampiriku. Sudut bibirku tertarik membentuk sebuah senyuman terbaikku mengetahui bahwa ibu-lah yang sedang menghampiriku. Aku memicingkan pandanganku menatap manik mata ibu yang sedang berkaca-kaca.
"Ibu, kenapa kau menangis?" tanyaku sambil mengusap air mata yang membasahi kedua pipinya yang masih halus di usianya sekarang ini.
Aku sangat tidak menyukai melihat ibu menangis. Aku sungguh tidak ingin melihatnya bersedih apalagi sampai meneteskan air mata seperti ini.
"Tidak. Ibu sangat senang melihatmu memakai baju kelulusan ini. Kau terlihat sangat cantik."
Ibu tersenyum sambil merapihkan tatanan rambutku. Beliau mengusap air matanya dan sesekali membenarkan posisi seragam kelulusanku.
"Jika ibu senang, maka tersenyumlah. Jangan menangis." ujarku seraya memeluknya.
"Hey!! Kalian berlebihan sekali."
Kami menoleh kearah seseorang yang mengganggu kegiatan kami. Seorang pria dewasa berdiri tepat di depan pintu kamarku, lengkap dengan setelan jas hitamnya, ia tersenyum, mengejek apa yang baru saja kami lakukan. Dengan rambut yang sudah ditata dengan sangat rapih, ia terlihat lebih tampan dan mempesona dari biasanya.
Pria dewasa itu adalah kakak semata wayangku. Aku sangat bangga padanya karena ia sudah sukses di usia muda dan bisa diandalkan. Tentu saja dengan senang hati aku mengakuinya sebagai kakak ku. Ia bernama Kim Yong Hwa berusia 25 tahun dengan tinggi 187 cm. Bukankah ia tipe ideal para gadis?
Entahlah, aku rasa iya. Wajahnya juga tidak kalah tampan dari idol k-pop, tentunya tanpa jalur operasi plastik maupun botox yang biasa dilakukan oleh para idol k-pop untuk mendapatkan wajah yang sempurna. Sebagai bonus, bentuk tubuhnya juga bagus, perutnya yang datar dengan bentuk enam kotak kecil-sering disebut six pack-
"Ayo kita pergi. Ini sudah terlalu siang, nanti bisa terlambat." ujarnya sambil melangkah mendekatiku.
"Aku tahu itu, oppa. Kajja eomma! Aku tidak ingin mendengar ocehan Yong Hwa oppa. Hari ini adalah hari bersejarah untuk ku."
Pletak!!
"Tidak sopan. Bersikap dewasa-lah sedikit. Apa kau tidak malu dengan umurmu?!"
Selalu saja seperti ini. Mendapat pukulan dari kakak semata wayangku sudah menjadi menu tetap sarapan ku setiap pagi hari. Sangat lengkap dengan ocehannya yang terasa pedas dan menyakitkan gendang telingaku. Menyebalkan bukan?
Aku mengusap jidatku yang memerah, tentu itu terasa sakit. Lihatlah! Ibu hanya terkekeh melihat anak perempuannya kesakitan.
"Ibu, dia selalu memukulku seperti tadi. Lihatlah! Jidatku memerah karena ulahnya." rengek-ku pada ibu dengan ekspresi se-menyedihkan mungkin.
"Oppa mu tidak bersalah. Kau__"
Ucapan ibu sengaja aku potong. Aku tidak ingin mendengar kelanjutannya, ia pasti akan menyalahkanku dalam kasus pagi ini.
"Apa?! Ibu, sebenarnya kau berada di pihak siapa, eoh?"
Aku melepaskan genggamanku di tangan ibu sebagai bentuk protesku. Aku sedikit menaikkan dagu dan bertolak pinggang menghadapnya.
Pletak!
Satu pukulan lagi dengan mulus mendarat di jidatku yang bahkan masih terlihat memerah akibat pukulan pertama.
"Oppa!! Kenapa kau selalu memukulku?!" teriakku pada kakak semata wayangku. Ia hanya menatap lurus tanpa rasa bersalah telah membuat jidat mulusku menjadi memar.
'Apa salahku, Tuhan? Kenapa aku selalu mendapat takdir buruk seperti ini?' gumamku dengan lirih. Berharap keadilan segara datang menghampiriku se-ce-pat-nya.
"Sudah ku bilang, bersikaplah dengan sopan. Apa kau tidak mengerti perkataanku, adikku tersayang?" ejek Yong Hwa oppa sambil mengacak rambutku yang sudah aku tata rapih selama berjam-jam.
"Ck! A-KU MENG-ER-TI. Dan berhenti mengacak-acak rambutku!!"
Segera ku tepis tangannya dari puncak kepalaku. Aku melipat kedua tanganku di depan dada sambil mengerucutkan bibir tipisku sebagai tanda kekesalanku padanya.
"Sudah. Kalian ini selalu saja bertengar." ujar ibu berusaha menengahi kami. Mungkin, jika tidak ada ibu sebagai orang ketiga, kasus pagi ini tidak akan bisa usai sampai siang atau bahkan larut malam.
"Semua ini tentu salah Yong Hwa oppa. Benarkan bu?"
Aku perlihatkan senyuman terbaik ku pada ibu, berharap kali ini ibu akan membelaku. Dari ujung ekor mataku, aku melirik Yong Hwa oppa dan tersenyum sinis kearahnya. Memperlihatkan bahwa kemenangan sedang berada digenggamanku dengan adanya ibu dipihak ku sebagai sekutu utama.
"Kalian sama saja!" sergah ibu.
Senyumanku memudar. Aku langsung mendelik memicingkan mata menatap tidak percaya kearah ibu. Aku yang tidak terima hendak melontarkan sebuah protes. Namun, dengan sigap ibu langsung 'mencomot' bibir tipisku yang hendak membuka. Aku berusaha memberontak, namun sia-sia. Yong Hwa oppa justru tertawa penuh kemenangan sambil membantu ibu menyeretku keluar kamar.
Sial!!
Aku sama sekali tidak mempunyai sekutu di rumah ini. Sungguh malangnya nasibku. Seharusnya aku dimanja bak putri permaisuri di sebuah kerajaan. Namun apa kenyataannya? Sungguh kejam takdir yang aku dapat di dunia ini.
Author POV.
Sebuah podium telah disiapkan untuk tempat berpidato salah seorang perwakilan kelas 3 yang segera akan dinyatakan lulus secara resmi oleh pihak sekolah. Pemberian gelar akan diterima secara simbolis oleh siswa terbaik dari jurusan musik kelas 3-A bernama Jang Hoseok.
Pria tinggi berwajah tampan itu melangkah menuju podium dengan begitu santai seperti tanpa beban. Sedangkan hampir seluruh murid perempuan berteriak histeris, seakan mereka sedang menghadari sebuah konser boyband. Tak terkecuali gadis bernama Kim Yoora itu, ia bahkan tak berkedip melihat sang pujaan hati memakai seragam kelulusan dengan rambut yang tertata rapih tentunya. Ketampanannya bahkan melebihi kakak semata wayangnya, pikir Yoora.
Gadis itu tetap tidak bisa memalingkan pandangannya dari Hoseok walau hanya sekejap saja. Hyejin, sahabat terdekatnya bahkan tanpa ragu ia abaikan begitu saja. Yoora hanya menatap Hoseok sambil menggigit ujung sedotan dari susu kotak yang sedang ia minum tanpa perduli dengan apa yang sedang pria itu sampaikan.
Melihat Hoseok yang baru saja membungkuk hormat sebagai ungkapan perpisahan, Yoora lantas berdiri dan bertepuk tangan dengan begitu semangat tanpa memperdulikan tatapan heran dari orang lain padanya.
Semua orang menatap Yoora tak terkecuali Hoseok. Pria itu menatap heran dengan apa yang sedang Yoora lakukan.
"Yoora, apa yang sedang kau lakukan? Duduklah!"
Hyejin mencoba menyadarkan Yoora dengan menarik tangan kanan sahabatnya itu agar segera kembali duduk karena ia sudah bertindak sangat berlebihan. Yoora yang tersadar menoleh ke segala arah, dilihatnya para murid perempuan yang sedang menatap sinis kearahnya. Dengan ragu-ragu Yoora kembali duduk sambil memperlihatkan cengiran kuda khasnya. Melihat tingkah Yoora barusan, sudut bibir Hoseok tertarik membentuk sebuah senyuman kecil sebelum ia melangkah pergi meninggalkan podium.
Sesi pemotretan sudah berlangsung sekitar satu jam yang lalu. Tetapi, Yoora masih saja mondar-mandir di depan gerbang sekolahnya menunggu seseorang. Gadis itu terus saja mengecek ponselnya berharap setidaknya ada satu pesan masuk untuknya.
"Sudahlah. Mungkin ayah tidak bisa datang."
Yonghwa menghampiri adiknya yang terlihat sedang gusar menunggu kedatangan ayahnya. Tidak lama setelah Yonghwa mengatakan itu, seseorang yang sedang ditunggu pun akhirnya terlihat sedang berlari mendekat kearah mereka. Tentu saja Yoora tersenyum senang melihatnya.
"Maaf, ayah terlambat."
"Tidak apa-apa. Aku senang ayah datang. Terima kasih, ayah."
Mereka akhirnya berfoto sebagai keluarga yang utuh seperti keinginan Yoora. Hasil foto keluarga yang cukup bagus dengan senyuman yang terukir dari sudut bibir mereka masing-masing.
Yoora tersenyum kecut melihat semua orang setidaknya mendapat satu buket bunga, sedangkan ia sama sekali tidak. Bahkan, kakak dan orang tuanya pun sudah pamit pergi tanpa memberikan sebuket bunga padanya. Menyedihkan sekali bukan?
Dengan langkah yang begitu lesu sambil menunduk, ia lebih memilih duduk sendirian merutuki nasib malangnya di sebuah bangku yang sudah disiapkan oleh panitia untuk para tamu yang hadir. Sebuah kamera tergantung sempurna di lehernya tanpa berniat untuk ia gunakan. Hyejin yang melihat sahabatnya seperti itu, segera menghampiri berniat untuk sedikit menghiburnya.
"Hey! Kenapa kau diam saja? Besenang-senanglah!!"
"Kau mengabaikanku. Aku ingin berfoto."
Hyejin bergidig ngeri mendengar penuturan Yoora. Sahabatnya itu selalu saja bertingkah kekanak-kanakkan dan tidak pernah berubah seiring bertambahnya usia.
"Ayolah! Berhenti merengek seperti itu!"
Hoseok melangkah menghampiri Yoora dengan membawa begitu banyak buket bunga di tangannya. Baru saja beberapa langkah keluar dari pintu, murid perempuan sudah berhamburan menghampiri Hoseok dan membuat langkahnya terhenti. Yoora yang melihat Hoseok berada tak jauh dari tempatnya, segera beranjak untuk menghampirinya.
Hyejin yang paham betul sahabatnya itu hanya bisa menggeleng. Yoora mengurungkan niatnya menghampiri Hoseok karena sudah begitu banyak gadis yang mengerubungi pria itu. Yoora berbalik dan menatap sendu kearah Hyejin. Baginya, Hoseok itu terasa sangat tidak mungkin. Untuk sekedar menyapanya saja sangat sulit ia lakukan. Yoora hanya bisa menatap Hoseok dari jauh dengan segala harapan yang terasa sangat mustahil baginya. Heosok memang berada di dekatnya, namun Yoora merasa seakan-akan mereka berada di dunia yang berbeda.
"Hyejin, apa kau punya uang? Aku lapar. Ayo kita pergi dari sini!"
Hyejin merangkul bahu Yoora untuk memberinya sedikit ketabahan agar bisa menerima kenyataan 'Cinta yang tak terbalas selama tiga tahun' itu.
"Yoora, tunggu."
Mendengar seseorang memanggil namanya, membuat Yoora menoleh. Yoora sontak terkejut melihat Hoseok berdiri tegap tak jauh darinya. Matanya membulat sempurna melihat Hoseok melangkah mendekat kearahnya.
Kini, Hoseok sudah berada tepat di hadapan Yoora. Gadis itu hanya menatap Hoseok dan menelan salivanya yang terasa sangat sulit untuk ia telan. Saking gugupnya, butiran keringat membasahi pelipis gadis itu. Hyejin menyikut lengan Yoora pelan agar sahabatnya itu segera tersadar dan jangan bertingkah memalukan di hadapan Hoseok.
"An-yeong!" sapa Yoora sambil memperlihatkan cengiran kuda khasnya. Ia mengangkat tangan kanannya ragu. Hyejin menunduk malu dan menutup wajahnya melihat tingkah Yoora. Semua gadis menatap sinis Yoora.
"Bisakah aku berfoto denganmu?"
Deg!!
Sebuah petasan meledak tepat dimana jantung Yoora berada. Seakan-akan kembang api menyala di atas langit merayakan kebahagian Yoora saat ini. Yoora hanya terdiam sambil mendongak melihat kembang api khayalannya. Sampai-sampai Hoseok mengulangi pertanyaannya lagi. Melihat Yoora yang tak kunjung merespon, Hoseok menyimpulkan bahwa ia telah ditolak.
"Tak apa jika kau tidak ingin berfoto denganku. Sampai jumpa."
"Tidak!! Tentu saja aku ingin. Hyejin-ah, bisakah kau memotret ku dengan Hoseok?" sergah Yoora yang tentu saja tidak ingin menyianyiakan kesempatan itu.
Yoora menyodorkan kamera yang sedari tadi ia kalungkan di lehernya. Hyejin telah siap untuk memotret. Sedangkan kecanggungan menyelimuti dua orang itu, mereka saling menjaga jarak dan berpose sangat kaku.
"Apa kalian tidak bisa lebih dekat lagi?" goda Hyejin.
Mendengar penuturan Hyejin barusan, Hoseok mencoba mempersempit jaraknya dengan Yoora. Entah kenapa, rasa percaya diri seorang Hoseok tiba-tiba saja lenyap. Pria itu terlihat canggung.
"Apa yang kalian lakukan?! Jika seperti ini, lebih baik kalian tidak berfoto bersama saja!"
Yoora memutar bola matanya, dengan ragu-ragu ia mencoba untuk lebih dekat dengan Hoseok dan perlahan menghilangkan jarak diantara mereka. Bahunya kini menempel dengan lengan Hoseok. Melihat Yoora yang terlihat sangat gugup, Hoseok tersenyum kecil. Secara tiba-tiba, Hoseok merangkul bahu Yoora. Menurutnya, menggoda Yoora dan melihat kedua pipi gadis itu memerah adalah hal yang menyenangkan.
Yoora yang terkejut menelan salivanya berulang kali. Pipinya memanas dan detak jantungnya terasa tidak normal. Gadis itu menoleh dan mendapati Hoseok tengah tersenyum. Yoora merasa ia sedang melayang dan tidak lagi menapak di bumi.
"Bagus. Yoora, tersenyumlah!!"
Hyejin bersiap untuk memotret dan sedang memilih posisi yang terbaik. Yoora hanya tersenyum hambar menatap lensa kamera.
"Aku menyukaimu." ujar Hoseok bersamaan dengan Hyejin yang sedang berhitung untuk memotret.
Yoora yang mendengar penuturan Hoseok sontak menoleh tepat disaat Hyejin memotret mereka. Hasil foto yang sempurna dengan ekspresi keterkejutan Yoora yang luar biasa aneh.
"Yak!! Ada apa denganmu?!" kesal Hyejin. Yoora mengerjapkan matanya berulang kali, sedangkan Hoseok justru melangkah pergi begitu saja. Hoseok memasukkan tangan kirinya ke dalam saku celananya, ia tersenyum tanpa sepengetahuan Yoora.
Yoora POV
Tok tok tok
"Hey!! Gadis malas!! Bangunlah!!"
Tidur nyeyak ku terusik mendengar teriakkan seseorang di balik pintu yang terdengar begitu menggelegar, suara bass miliknya dan gedoran pintu begitu bergema yang membuat gendang telinga ku sakit karenanya.
Aku meraih guling kesayanganku untuk menutupi lubang telingaku agar teriakkan dari kakak semata wayang terdengar mengecil. Namun tetap saja, volume suaranya memang luar biasa sampai-sampai bisa menembus ketebalan guling yang aku gunakan. Aku menarik selimut doraemonku agar menutupi seluruh tubuhku. Aku benar-benar terusik olehnya.
"Ya ya ya!! Aku bangun!! Berhentilah berteriak!!!"
Aku terduduk di atas kasur dengan mata yang masih terpejam karena rasa kantuk. Saat aku rasa kakak sudah berhenti berteriak, aku memilih untuk kembali berbaring.
"Jika kau kembali tertidur, aku tidak akan memberimu uang saku lagi."
Aku langsung beranjak dan secara spontan mataku terbuka lebar dengan begitu mudah ketika mendengar kata 'uang'.
"Aku bangun!!!"
Author POV
Yoora menuruni anak tangga dan menghampiri meja makan dengan handuk yang masih mengikat di atas kepala menggulung rambutnya yang baru saja ia cuci. Tepat disaat Yoora menduduki kursi kosong bagiannya, semua anggota keluarga yang lain beranjak pergi. Yoora menatap heran mereka. Namun, sedetik kemudian ia tak menghiraukan mereka dan kembali beralih pada makanan di atas meja untuk mengisi perutnya yang kosong.
"Yak!! Kenapa tidak ada sisa makanan untukku?!"
oOo
Langganan:
Postingan (Atom)