Selasa, 30 Juni 2015

FANFICTION PARK CHANYEOL: Because of you... 'White Rose' Chapter 1


FANFICTION PARK CHANYEOL: Because of you... 'White Rose'





Title: Because of you.. 'White Rose'
By : IpoNovi23
PG-15 | Sad & Romance | Chapter | Park Chanyeol & Park Minjung (OC)

Warning!!! Banyak typo dimana-mana.

Mohon maaf jika cerita yang saya buat kurang menarik dan bahkan membosankan.

Tolong dihargai..

Cerita ini murni pemikiran saya. Don't bash!! Don't copy!!

Selamat membaca^^


Terlihat seorang gadis cantik memakai kaos berwarna abu-abu dengan jaket tebal beserta celana jeans tengah duduk di salah satu bangku di dalam bus. Ia mengenakan sebuah topi, kacamata hitam dan masker berwarna biru bergambar doraemon. Ia tampak gusar, takut bila ada seseorang yang mengetahui dirinya.

"Park MinJung-ssi?" ujar salah seorang gadis memakai seragam sekolah.

Sepertinya penyamaran gadis cantik bernama Park MinJung itu akan terbongkar.

"Park MinJung-ssi? Park MinJung-ssi?" hampir seluruh penumpang bus itu memanggil namanya. Seluruh pasang mata menatap ke arahnya menantikan jawaban darinya.

"Apa benar kau Park MinJung-ssi?" tanya seseorang yang berada di samping MinJung.

"Benar. Sangat jelas dia adalah Park MinJung artis terkenal itu." ujar seorang ibu yang membawa anak kecil berumur kurang lebih 3 tahun sambil menunjuk ke arah papan besar yang dipasang di atas sebuah gedung yang sangat tinggi bergambar seorang gadis yang sangat cantik memakai gaun berwarna putih dan sebuah mahkota kecil di rambutnya.

Ya, gadis yang berada di papan besar itu adalah Park MinJung. Ia adalah seorang artis yang sedang diatas popularitasnya.

Ia adalah leader dari sebuah girl band ternama dari NG Entertaiment yang debut 2 tahun lalu, yang beranggotakan Park MinJung (19 tahun), Kim YongIn (18 tahun), Lee HyunHee (20 tahun), dan Jung RaeJin (20 tahun). Mereka sangat populer hampir di seluruh belahan dunia.

MinJung pun mulai panik karena semua orang sudah menyadari keberadaannya.

Bus berhenti~

MinJung bergegas turun dari bus tersebut. Ia menarik ujung topi untuk lebih menutupi wajahnya.

"Park MinJung eonni~!! Park MinJung eonni~!!" teriak segerombolan gadis berseragam.

MinJung yang mendengar itu semakin panik. Ia sedang tidak ingin diganggu. Ia ingin kehidupan yang normal. Ia ingin naik bus dengan tenang seperti dahulu sebelum ia debut.

Semua orang yang berada disana memanggil namanya. MinJung melangkahkan kakinya secepat mungkin. Semakin ia mempercepat langkahnya, semakin cepat pula orang-orang itu mengejarnya.

MinJung pun berlari. Tiba-tiba saja seseorang menarik tangan MinJung dan membawanya masuk ke sebuah restoran yang cukup sepi hanya ada beberapa pengunjung saja.

MinJung terkejut dan melepaskan tangannya dari genggaman orang tersebut.

Plakkk~

MinJung menampar orang tersebut. Mereka menjadi pusat perhatian disana.

"Apa yang kau lakukan?" tanya MinJung dengan suara yang sedikit bergetar. Ia takut.

Orang itu adalah seorang laki-laki yang sangat tampan,berkacamata, dan memakai ransel berwarna hitam yang ia kenakan di punggungnya.

Orang itu mengerutkan keningnya. Ia bingung. Seharusnya MinJung berterima kasih bukan malah menamparnya seperti itu.

"Aku hanya menolongmu. Kenapa kau malah menamparku?!"

MinJung yang menyadarinya menjadi tidak enak hati. MinJung menunduk dan meminta maaf pada orang itu.

"Maafkan aku. Tadi aku sangat panik. Aku benar-benar meminta maaf karena sudah menamparmu. Maafkan aku?" ucap MinJung menyesali perbuatannya. Akan tetapi, karena MinJung memakai masker sehingga orang tersebut tidak dapat mendengar perkataannya dengan jelas.

"Sudahlah." ujar orang itu lalu melangkah pergi.

MinJung melepaskan masker yang ia kenakan. Ia melangkah dan meraih lengan orang itu, menahannya agar jangan pergi.

"Kenapa?" tanya orang itu sambil menoleh ke arah MinJung.

MinJung menurunkan tangannya yang meraih lengan orang itu.

"Bisakah kau jangan pergi sekarang?" lirih MinJung. Ia menunduk dan meremas ujung jaketnya.

"Memangnya kenapa?" orang itu melihat gerak-gerik MinJung yang sepertinya sedang ketakutan.

"Aku takut."

Orang itu terlihat semakin bingung.

"Aku lebih menakutkan." ujar orang itu dan melangkah pergi meninggalkan MinJung.

MinJung mendongak dan mengekori langkah orang itu dari belakang. Orang itu menghentikan langkahnya secara tiba-tiba. Alhasil, MinJung menubruk orang itu dan terjatuh ke tanah.

"Kau baik-baik saja?" tanya orang itu sedikit khawatir.

MinJung tersenyum dan beranjak dari tanah untuk kembali berdiri. "Aku baik-baik saja." ucapnya.

"Sebenarnya apa mau mu?" tanya orang itu.

_kedai es krim_

"Vanila dan coklat." Minjung sedang memesan sebuah es krim. Ia menengok ke arah samping kanannya.

" Kau mau rasa apa?" MinJung bertanya kepada orang itu yang berada di samping kanannya.

" Tidak. Aku tidak mau."

MinJung mengerucutkan bibir tipisnya seperti anak kecil yang sedang marah.

"Ayolah. Aku tidak bisa makan sendiri." rengek MinJung.

"Terserah kau saja." orang itu hanya bisa pasrah.

"Saya pesan dua, ahjuma." ujar MinJung sambil mengangkat tangannya yang membentuk huruf v.

Tak lama kemudian, es krim yang telah dipesan MinJung pun siap untuk disantap.

"Ini." MinJung menyerahkan satu es krim kepada orang itu. Orang itu menerimanya dengan malas.

"Noona, bukankah kau Park MinJung yang ada di koran ini?" Ahjuma penjual es krim itu mengenali Park MinJung. Ia menyodorkan sebuah koran yang terdapat artikel mengenai Park MinJung.

Disana tertulis 'Artis cantik Park MinJung akan meninggalkan dunia hiburan'.

Sekarang, sedang ramai-ramainya pemberitaan mengenai dirinya.

Park MinJung diberitakan akan meninggalkan dunia hiburan yang jelas-jelas itu adalah sebuah kebohongan.

Walaupun MinJung merasa sedikit tertekan, tetapi ia tidak berniat untuk meninggalkan dunia hiburan yang telah susah payah ia raih sampai sesukses sekarang ini.

"Benar bukan? Anda sangat mirip dengan orang yang ada difoto ini." ujar ahjuma itu sambil menunjuk-nunjuk foto yang terdapat di koran tersebut.

"Park MinJung?" gumam orang itu.

"Tentu saja bukan." jawab MinJung kikuk sambil tersenyum masam. MinJung menyenggol lengan orang itu sambil memakan es krimnya.

"Kenapa?" tanya orang itu.

MinJung terus memberi aba-aba yang sama sekali tidak dimengerti oleh orang itu.

"Ayo kita pergi dari sini." bisik MinJung.

Ahjuma itu semakin curiga melihat tingkah MinJung. MinJung hanya bisa tersenyum kikuk. Ia menginjak kaki orang itu.

"Kau ini kenapa eoh?" tanya orang itu.

"Ayo kita pergi dari sini." bisik MinJung lagi.

Orang itu lantas beranjak dari tempat duduk setelah paham apa yang MinJung maksud.

"Ini uangnya. Terima kasih ahjuma." ucap orang itu sambil meraih tangan MinJung dan menggenggamnya. Mereka melangkah pergi begitu saja tanpa memperdulikan teriakan ahjuma itu.



Meraka terus melangkah tanpa ada sebuah percakapan diantara mereka. Tentu saja mereka tidak bepegangan tangan lagi. Mereka sibuk dengan pikiran mereka masing-masing.

"Terima kasih." ujar MinJung memecahkan keheningan.

Orang itu masih menatap lurus ke depan.

"Untuk apa?" tanya orang itu sambil memasukan kedua tangannya ke dalam saku jaketnya.

MinJung menatap orang itu."Semuanya."

Merasa ditatap, orang itu pun menoleh kearah MinJung. MinJung mengalihkan pandangannya dan membenarkan posisi kacamata yang ia kenakan.

"Hm." gumam orang itu. Lalu menatap lurus ke depan lagi.

MinJung teringat sesuatu.
"Eoh!! Siapa nama__"

"Taksi." potong orang itu sambil memberhentikan sebuah taksi yang sedang melintas.

"Cepat masuk." suruh orang itu sambil menggerakan kepalanya mengarah pada mobil taksi itu.

MinJung pun masuk ke dalam taksi tersebut. Ia bergeser untuk tempat orang itu duduk. Akan tetapi, orang itu malah menutup pintu mobil taksi itu.
MinJung terkejut dan membuka penuh kaca mobil taksi itu.

"Kenapa kau tidak masuk?" tanya MinJung sambil mengeluarkan seluruh kepalanya melalui kaca mobil taksi itu.

"Jalan pak!!" ucap orang itu kepada supir taksi dan melangkah menjauh. MinJung yang melihat itu berniat untuk keluar, tetapi mobil taksi itu malah melaju. MinJung berteriak memanggil orang itu sambil melambai-lambaikan tangannya dan setengah badannya keluar melalui kaca mobil taksi itu. Sungguh memalukan.

Orang itu tetap saja acuh dan terus melangkah pergi ke arah yang berlawanan.

"Agashi, bisakah anda tenang?" ujar pak supir dengan sopan.

"Yak!! Mana mungkin aku bisa tenang? Suruh siapa mobil ini melaju?? Eoh?!"

MinJung tanpa sadar membentak ahjussi supir taksi. Ia benar-benar hilang kendali.

MinJung terkejut dengan apa yang baru saja ia lakukan. Ia telah membentak orang tua. MinJung menepuk-nepuk mulutnya dengan tangannya. Lalu, ia memukul-mukul kepalanya sambil bergumam, "Bodoh!! Tidak sopan!! Bodoh bodoh!!" sesalnya.

Pak supir yang melihat tingkah MinJung dari kaca spion merasa tidak enak hati.
"Maafkan saya, agashi." ujar pak supir.

MinJung merasa sangat bersalah dan malu atas perbuatanya.

"Tidak. Seharusnya saya tidak boleh membentak ahjussi. Maafkan saya. Saya benar-benar meminta maaf atas perbuatan saya yang sangat tidak sopan. Saya menyesal." ujar MinJung sambil menundukan kepalanya berulang kali tanda bahwa ia sangat menyesali perbuatanya.

Ahjussi itu tersenyum.

"Tidak apa-apa. Biasanya jika sepasang kekasih sedang bertengkar, akan melupakan segalanya. Yang ada, mereka hanya kesal sepanjang hari dan saling merindukan satu sama lain di malam hari." tutur pak supir. MinJung hanya mengerutkan keningnya. Bingung.

"Sepasang kekasih? Siapa?" tanya MinJung.

"Kalian." ucap pak supir sambil terkekeh.

"Kalian?" gumam MinJung pelan.

"Paman, kau punya kertas tidak?" tanya MinJung.
Pak supir melirik MinJung melalui kaca spion dan mengangguk.

Pak supir mencari buku tersebut di sebuah laci. Ia merogoh laci tersebut dan memberikan sebuah buku bergambar doraemon.

"Wow! Doraemon. Paman suka doraemon juga? Dengan penanya juga paman." MinJung tersenyum. Pak supir tampaknya sedikit kesal dengan sikap MinJung yang kekanak-kanakan, itu tidak sesuai dengan usia dan postur tubuhnya yang tinggi.

"Ini penanya. Itu semua milik anak saya." pak supir menyerahkan sebuah pena yang bergambar doraemon juga.

"Wow!! Anak paman sama seperti saya." ujar MinJung takjub.

Pak supir hanya bisa menggeleng.

"Berhenti di depan paman."

Taksi pun berhenti~

MinJung keluar dari taksi itu dengan senyuman yang mengembang. Ia tampak sangat bahagia.

"Ini paman." MinJung menyerahkan selembar kertas.

Pak supir menerimanya. "Apa ini?" tanyanya.

"Itu adalah tanda tangan saya. Saya adalah artis terkenal dan mendunia. Maaf, saya tidak bermaksud untuk menyombongkan diri. Saat ini, Saya tidak membawa uang cash. Paman bisa menjual tanda tangan saya. Tanda tangan saya sangat mahal dan saya memberikanya dengan cuma-cuma. Paman harus bersyukur. Buku dan pena ini untuk saya. Terima kasih." ujar MinJung panjang lebar yang membuat kepala pak supir sakit mendengarnya.

MinJung memakai kembali masker doraemonya. Ia melangkah pergi begitu saja meninggalkan pak supir yang masih syok atas perbuatannya. MinJung memasukan buku dan pena tersebut ke dalam tas selempengannya dan tersenyum dibalik maskernya.

~

Di sebuah kamar tidur yang sangat luas bagaikan lapangan bola. Disana terlihat banyak pernak-pernik berbau sebuah tokoh kartun berbentuk robot kucing yang mirip musang berwarna biru dan putih abad ke-21. Ya, doraemon. Sepertinya gadis itu memang sangat menyukai tokoh kartun itu. Kamar tidurnya saja, didominasi oleh warna biru dan putih. Banyak sekali barang yang berbentuk tokoh kartun favoritnya itu. Mulai dari boneka, jam tangan, sandal, miniatur dan masih banyak lagi. Jumlahnya yang banyak,hampir memenuhi sebagian ruangan yang sangat luas tersebut.

Akan tetapi, tampaknya gadis itu sedang gusar. Ia terus saja bolak-balik memutari kamarnya yang luas itu. Entah apa yang sedang ia pikirkan. Gadis itu lebih memilih membaringkan diri di kasur empuknya yang lagi-lagi bergambar doraemaon.

Ia terus saja mengganti posisi tidurnya. Ke sebelah kanan, kiri, menyamping, menyerong, sampai ke segala arah telah ia coba sambil terlentang, telungkup, dan tengkurap.

"Aaahh.." teriak gadis bernama Park MinJung itu sambil mengacak-acak rambutnya frustasi.
Ia menatap langit-langit kamarnya.

"Siapa dia?" gumamnya.


~White Rose~

Tidak ada komentar:

Posting Komentar